Rabu, 20 Februari 2013

Adab Ma’an Nafsi




Pernahkah tersirat dalam benak kita bahwa Allah telah memberikan waktu yang sama kepada kita secara adil? orang yang sukses, dan orang yang gagal pun diberi jatah waktu yang sama. Tetapi pernahkah pula tersirat dalam benak kita bahwa waktu yang diberikan oleh-Nya tidak cukup untuk menyelesaikan tugas kita sehingga hal tersebut menjadi alasan kegagalan diri.
      Jika kita menyadari semua ini sungguh Allah telah mendesain waktu dengan seadil-adilnya. Sehingga kewajiban dan hak kita tertunaikan. Setiap orang diberi jatah 24  jam setiap hari, 30 hari dalam sebulan, 12 bulan dalam satu tahun, sampai ajal menjelang.  Sungguh indah jika seorang muslim menjadikan waktunya digunakan dengan amalan-amalan shalih untuk  meraih keberkahan dari-Nya sehingga setiap  langkah dan ucapan menjadi ibadah. Sebagaimana yang dikatakan oleh Sahabat Ali r.a:
حََيَاتُنَاكُلُّهَا عِبَادَةٌ
Hidup kita seluruhnya adalah ibadah”
      Orang muslim meyakini bahwa kebahagiaannya di dunia dan akhirat sangatlah ditentukan oleh sejauh mana pembinaan, perbaikan dan penyucian terhadap dirinya sebagai seorang muslim (orang yang patuh dan berserah diri pada Allah). Segala aktifitas kita sehari- hari akan bernilai ibadah jika kita mampu memanage waktu dengan baik. Hal tersebut pun tidak akan terlaksana jika tidak sesuai aturan atau etika yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw.
       Jika kita mampu memanage aktifitas dari hal terkecil saja maka keteraturan kerja dan amal kita akan terwujud. Pada akhirnya kita akan merasa puas karena segala rencana (amal ibadah) dapat terlaksana dengan baik dan benar sesuai syari’at.

Adab Ma’an Nafsi
Jika Anda seorang pembuat kue, salah satu skil yang harus Anda kuasai adalah cara pembuatan kue. Apa jadinya adonan yang bagus dan mahal, jika Anda tidak mengetahui cara membuat kue yang baik dan benar? Pun jika Anda seorang penjahit pakaiaan, Anda harus tahu cara membuat pakaian yang baik dan benar. Jika tidak, kain semahal apapun tidak akan menjadi pakaian yang bagus. Hal tersebut menunjukan bahwa kaifiyat (cara)  mutlak diperlukan untuk mewujudkan sesuatu. Termasuk dalam hal ini adalah kaifiyat manajemen waktu terhadap diri. Dalam istilah yang lebih popular dinamakan Adab Ma’an Nafsi.
       Adapun upaya-upaya Adab Ma’an Nafsi yang bisa kita amalkan antara lain:

1. Muraqabah (pengawasan)
Muraqabah berasal dari kataيُرَا قِبُ-مُرَاقَبَةً  َرَاقَبَ yang berarti mengawasi. Jika seorang Muslim mampu mengondisikan dirinya dengan merasa diawasi Allah SWT dalam setiap waktu kehidupannya, bahwa Allah SWT senantiasa melihatnya, mengetahui rahasia-rahasianya, memperhatikan semua amal perbuatannya dalam setiap detik yang dilalui oleh seorang Muslim. Dengan cara seperti itu, diri orang Mukmin selalu merasa takut berbuat hal buruk yang menjauhkannya dari ridha Allah. Ada kisah menarik tentang Muraqabah. Kisah tersebut tersaji sebagai berikut:
     Dari Abdullah bin Dinar berkata: Saya pergi bersama Ibnu Umar r.a ke Makkah, di tengah perjalanan, kami berhenti sebentar untuk istirahat. Tiba-tiba ada seorang penggembala turun dari bukit menuju ke arah kami.
Ibnu Umar bertanya kepadanya ,
‘Apakah kamu penggembala?” “Ya”, jawabnya.(Ingin mengetahui kejujuran anak kecil penggembala itu)
Ibnu Umar melanjutkan, “Juallah kepada saya seokor kambing saja.”
Anak kecil itu menjawab, ” Saya bukan pemilik kambing-kambing ini, saya hanyalah hamba sahaya.”

“Katakan saja pada tuanmu, bahwa seekor kambingnya dimakan serigala”, kata Ibnu Umar r.a.
“Lalu dimanakah Allah ‘Azza wa-Jalla ?”, jawab penggembala mantap.
Ibnu Umar berguman, “Ya, benar. Dimanakah Allah ‘Azza wa-Jalla ?”
Kemudian beliau menangis dan dibelinya hamba sahaya tadi lalu dimerdekakan . Diriwayatkan oleh Thabrany, para perawinya tsiqqah.
     Sudahkah kita merasa diawasi oleh Allah SWT dalam setiap amal yang kita kerjakan? Sebagaimana halnya yang terjadi pada kisah pengembala diatas. Semoga kita bisa mengaplikasikan konsep Muraqabah ini dalam kehidupan kita sehingga kita akan terhindar dari kesalahan, kekeliruan, dosa, dan maksiat.

2. Mujahadah (Perjuangan)
Orang Muslim mengetahui bahwa musuh besarnya ialah hawa nafsu yang ada dalam dirinya, yakni watak hawa nafsu yang membawa kepada kejelekan. Ketika orang Muslim berjuang melawan dirinya agar menjadi baik, bersih, dari segala keburukan dan kejelekan, maka ia mengetahui bahwa inilah yang disebut Mujahadah (perjuangan). Dalam arti lain setelah kita mempunyai strategi Muraqabah maka mujahadah (perjuangan) mutlak diperlukan. Dan perjuangan itu tentunya membutuhkan pengorbanan baik harta, waktu, tenaga, perasaan dll..

Triple Mujahadah
Dalam perjuangan ada tiga lawan yang harus dihadapi yaitu diri sendiri, syaithan, dan orang kafir. Perjuangan melawan diri sendiri ada empat  tahap yang harus dilalui sebagaimana dikatakan oleh Imam Ibnu Qayyim. Keempat tahap tersebut yaitu:
- Perjuangan mencari ilmu
- Perjuangan dalam mengamalkan ilmu
- Perjuangan dalam mendakwahkan ilmu
- Perjuangan sabar dalam berdakwah
      Adapun perjuangan melawan setan bisa dilakukan dengan empat cara yaitu dengan melakukan isti’ādzah (meminta perlindungan kepada Allah), menjadi orang yang berilmu, berusaha menjadi orang yang mukhlasun (diikhlaskan dalam amal) sebagaimana dijelaskan dalam QS al-Hijr (15) ayat 39-40, dan tidak mengikuti langkah-langkah setan. (lihat QS al-Baqarah [2]: 208).
       Sedangkan perjuangan melawan orang kafir bisa diupayakan dengan qitāl (peperangan) jika yang dihadapi adalah kafir harbi (yang memerangi). Selebihnya perjuangan melawan orang kafir bisa dilakukan dengan menguasai beberapa sector diantaranya pendidikan, ekonomi, kesehatan, kebudayaan, pertahanan, dll..

3. Muhasabah (evaluasi)
Al-Faruq Umar bin Khatab mengingatkan kita akan pentingnya bermuhasabah. Beliau mengatakan:
حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا وزنوها قبل أن توزنووَتَزَيَّنُوا لِلْعَرْضِ الْأَكْبَرِ
Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab nanti di hari akhir dan timbanglah diri kalian sebelum nanti ditimbang dihari akhir dan bersiaplah untuk menghadapi pertemuan besar (alam mahsyar)”.(Ihya Ulumu ad-Din,4:396).
       Ya, setelah kita memiliki strategi Muraqabah yang kemudian dinyatakan dengan Mujahadah, maka adab selanjutnya melakukan Muhasabah (evaluasi). Perjuangan yang telah dilakukan hendaknya dievaluasi dengan baik. Minimal dua hal yang harus dievaluasi, yaitu:
- Apa saja amal shalih yang telah kita kerjakan
- Apakah ada kesalahan yang diperbuat ketika mengupayakan kebaikan
      Jika jawaban pertanyaan kesatu positif, maka konsinten dan peningkatan bisa diupayakan di esok hari. Tetapi, jika jawabannya negatif maka kita harus benar-benar merancang amal shaleh untuk diupayakan di esok hari.
     Jika jawaban pertanyaan kedua positif, hendaknya kita bertaubat dan berazam untuk tidak mengulanginya lagi. Tetapi, jika jawabannya negatif, kita harus mempertahankannya sehingga kesalahan sekecil apapun tidak hinggap dalam hidup kita.
     Sekali lagi evaluasi amal sangatlah penting. Sejenak sebelum kita istirahat malam, evaluasilah diri kita masing-masing! kemudian, tidak sebatas dievaluasi saja, tetapi lanjutkan dengan perencanaan Muraqabah dan Mujahadah.
       Wallahu a’lam

0 komentar:

Posting Komentar

Mari meraih kebaikan dengan berbagi. Tinggalkan komentarmu kawan...