Oleh:
Rahmi Fauzi Rahim
Pernahkah
tersirat dalam benak kita bahwa Allah telah memberikan waktu yang sama kepada
kita secara adil? orang yang sukses, dan orang yang gagal pun diberi jatah
waktu yang sama. Tetapi pernahkah pula tersirat dalam benak kita bahwa waktu
yang diberikan oleh-Nya tidak cukup untuk menyelesaikan tugas kita sehingga hal
tersebut menjadi alasan kegagalan diri.
حََيَاتُنَاكُلُّهَا
عِبَادَةٌ
“Hidup kita seluruhnya adalah ibadah”
Orang muslim meyakini bahwa
kebahagiaannya di dunia dan akhirat sangatlah ditentukan oleh sejauh mana
pembinaan, perbaikan dan penyucian terhadap dirinya sebagai seorang muslim (orang
yang patuh dan berserah diri pada Allah). Segala
aktifitas kita sehari- hari akan bernilai ibadah jika kita mampu memanage
waktu dengan baik. Hal tersebut pun tidak akan terlaksana jika tidak sesuai
aturan atau etika yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw.
Jika kita mampu memanage aktifitas dari
hal terkecil saja maka keteraturan kerja dan amal kita akan terwujud. Pada akhirnya
kita akan merasa puas karena segala rencana (amal ibadah) dapat terlaksana
dengan baik dan benar sesuai syari’at.
Adab Ma’an Nafsi
Jika Anda seorang pembuat kue, salah
satu skil yang harus Anda kuasai adalah cara pembuatan kue. Apa jadinya adonan
yang bagus dan mahal, jika Anda tidak mengetahui cara membuat kue yang baik dan
benar? Pun jika Anda seorang penjahit pakaiaan, Anda harus tahu cara membuat
pakaian yang baik dan benar. Jika tidak, kain semahal apapun tidak akan menjadi
pakaian yang bagus. Hal tersebut menunjukan bahwa kaifiyat (cara) mutlak diperlukan untuk mewujudkan sesuatu.
Termasuk dalam hal ini adalah kaifiyat manajemen waktu terhadap diri. Dalam
istilah yang lebih popular dinamakan Adab Ma’an Nafsi.
Adapun upaya-upaya Adab Ma’an Nafsi
yang bisa kita amalkan antara lain:
1. Muraqabah (pengawasan)
Muraqabah
berasal dari kataيُرَا قِبُ-مُرَاقَبَةً َرَاقَبَ yang berarti
mengawasi. Jika seorang Muslim mampu mengondisikan dirinya dengan merasa
diawasi Allah SWT dalam setiap waktu kehidupannya, bahwa Allah SWT senantiasa
melihatnya, mengetahui rahasia-rahasianya, memperhatikan semua amal
perbuatannya dalam setiap detik yang dilalui oleh seorang Muslim. Dengan cara
seperti itu, diri orang Mukmin selalu merasa takut berbuat hal buruk yang
menjauhkannya dari ridha Allah. Ada kisah menarik tentang Muraqabah.
Kisah tersebut tersaji sebagai berikut:
Dari Abdullah bin Dinar berkata: Saya pergi bersama Ibnu Umar r.a ke
Makkah, di tengah perjalanan, kami berhenti sebentar untuk istirahat. Tiba-tiba
ada seorang penggembala turun dari bukit menuju ke arah kami.
Ibnu Umar bertanya kepadanya ,
‘Apakah kamu penggembala?” “Ya”,
jawabnya.(Ingin mengetahui kejujuran anak kecil penggembala itu)
Ibnu Umar melanjutkan, “Juallah
kepada saya seokor kambing saja.”
Anak kecil itu menjawab, ” Saya
bukan pemilik kambing-kambing ini, saya hanyalah hamba sahaya.”
“Katakan saja pada tuanmu, bahwa
seekor kambingnya dimakan serigala”, kata Ibnu Umar r.a.
“Lalu dimanakah Allah ‘Azza wa-Jalla
?”, jawab penggembala mantap.
Ibnu Umar berguman, “Ya, benar.
Dimanakah Allah ‘Azza wa-Jalla ?”
Kemudian beliau menangis dan
dibelinya hamba sahaya tadi lalu dimerdekakan . Diriwayatkan oleh Thabrany,
para perawinya tsiqqah.
Sudahkah kita merasa diawasi oleh Allah SWT dalam setiap amal yang kita
kerjakan? Sebagaimana halnya yang terjadi pada kisah pengembala diatas. Semoga
kita bisa mengaplikasikan konsep Muraqabah ini dalam kehidupan kita
sehingga kita akan terhindar dari kesalahan, kekeliruan, dosa, dan maksiat.
2. Mujahadah (Perjuangan)
Orang Muslim mengetahui bahwa musuh
besarnya ialah hawa nafsu yang ada dalam dirinya, yakni watak hawa nafsu yang
membawa kepada kejelekan. Ketika orang Muslim berjuang melawan dirinya agar
menjadi baik, bersih, dari segala keburukan dan kejelekan, maka ia mengetahui
bahwa inilah yang disebut Mujahadah (perjuangan). Dalam arti lain
setelah kita mempunyai strategi Muraqabah maka mujahadah (perjuangan)
mutlak diperlukan. Dan perjuangan itu tentunya membutuhkan pengorbanan baik harta,
waktu, tenaga, perasaan dll..
Triple Mujahadah
Dalam perjuangan ada tiga lawan yang
harus dihadapi yaitu diri sendiri, syaithan, dan orang kafir. Perjuangan
melawan diri sendiri ada empat tahap
yang harus dilalui sebagaimana dikatakan oleh Imam Ibnu Qayyim. Keempat tahap
tersebut yaitu:
- Perjuangan mencari ilmu
- Perjuangan dalam mengamalkan ilmu
- Perjuangan dalam mendakwahkan ilmu
- Perjuangan sabar dalam berdakwah
Adapun perjuangan melawan setan bisa dilakukan dengan empat cara yaitu
dengan melakukan isti’ādzah (meminta perlindungan kepada Allah), menjadi orang
yang berilmu, berusaha menjadi orang yang mukhlasun (diikhlaskan dalam amal)
sebagaimana dijelaskan dalam QS al-Hijr (15) ayat 39-40, dan tidak mengikuti
langkah-langkah setan. (lihat QS al-Baqarah [2]: 208).
Sedangkan perjuangan melawan orang kafir
bisa diupayakan dengan qitāl (peperangan) jika yang dihadapi adalah kafir
harbi (yang memerangi). Selebihnya perjuangan melawan orang kafir bisa
dilakukan dengan menguasai beberapa sector diantaranya pendidikan, ekonomi,
kesehatan, kebudayaan, pertahanan, dll..
3. Muhasabah
(evaluasi)
Al-Faruq Umar bin Khatab
mengingatkan kita akan pentingnya bermuhasabah. Beliau mengatakan:
حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ
قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا وزنوها قبل أن توزنووَتَزَيَّنُوا لِلْعَرْضِ الْأَكْبَرِ
“Hisablah diri kalian sebelum
kalian dihisab nanti di hari akhir dan timbanglah diri kalian sebelum nanti
ditimbang dihari akhir dan bersiaplah untuk menghadapi pertemuan besar (alam
mahsyar)”.(Ihya Ulumu ad-Din,4:396).
Ya, setelah kita memiliki strategi
Muraqabah yang kemudian dinyatakan dengan Mujahadah, maka adab selanjutnya
melakukan Muhasabah (evaluasi). Perjuangan yang telah dilakukan hendaknya
dievaluasi dengan baik. Minimal dua hal yang harus dievaluasi, yaitu:
- Apa saja amal shalih yang telah
kita kerjakan
- Apakah ada kesalahan yang
diperbuat ketika mengupayakan kebaikan
Jika jawaban pertanyaan kesatu positif, maka konsinten dan peningkatan
bisa diupayakan di esok hari. Tetapi, jika jawabannya negatif maka kita harus
benar-benar merancang amal shaleh untuk diupayakan di esok hari.
Jika jawaban pertanyaan kedua positif, hendaknya kita bertaubat dan
berazam untuk tidak mengulanginya lagi. Tetapi, jika jawabannya negatif, kita
harus mempertahankannya sehingga kesalahan sekecil apapun tidak hinggap dalam
hidup kita.
Sekali lagi evaluasi amal sangatlah penting. Sejenak sebelum kita
istirahat malam, evaluasilah diri kita masing-masing! kemudian, tidak sebatas
dievaluasi saja, tetapi lanjutkan dengan perencanaan Muraqabah dan Mujahadah.
Wallahu a’lam
0 komentar:
Posting Komentar
Mari meraih kebaikan dengan berbagi. Tinggalkan komentarmu kawan...