Sabtu, 02 Juni 2012

Jangan Iri, Kecuali dalam Dua Perkara!

اَلْحَسُوْدُ لاَ يَسُوْدُ
“Yang iri tidak akan bahagia” (Pepatah Arab)


Iri Pertama di Dunia
Qabil dan Habil adalah dua putera Adam a.s.. Mereka hendak dinikahkan dengan saudara kembar masing-masing. Namun, berdasarkan keputusan yang diambil, Qabil menikah dengan saudara perempuan kembaran Habil dan Habil dinikahkan dengan saudara perempuan kembaran Qabil.
 
Qabil tidak menerima keputusan ayahnya. Menurutnya, saudara perempuannya itu jauh lebih cantik dibanding dengan saudara perempuan Habil. Ia berburuk sangka kepada ayahnya bahwa ia tidak lebih dicintai ayahnya. Ia merasa dianaktirikan.

Maka, terjadilah kemelut diantara Qabil dan Habil. Mereka memperebutkan untuk menikah dengan saudara perempuan kembaran Qabil. Habil tetap dalam keputusan ayahnya. Sedangkan Qabil menolak dan bersikukuh ingin menikah dengan saudara perempuannya yang cantik.

Berdasarkan bimbingan Allah swt., Adam a.s. pun memediasi mereka berdua agar ishlah. Qabil dan Habil disuruh untuk mempersembahkan qurban dari masing-masing pekerjaannya. Siapa yang qurban-nya diterima Allah, maka dialah yang berhak untuk menikahi saudara perempuan kembaran Qabil. Indikasi diterimanya qurban mereka adalah sambaran api dari langit yang mengenai qurban mereka.

Qabil, sebagai petani, mempersembahkan hasil pertanian dan perkebunannya. Namun, kualitasnya tidak baik. Dikiranya, Adam dan Allah tidak akan mengetahui. Adapun Habil, sebagai peternak, ia mempersembahkan beberapa ekor kambing dan sapi yang terbaik.

Ternyata, persembahan yang disambar api dari langit adalah persembahan Habil. Berarti, Allah menerima qurban Habil.

Dengan kejadian tersebut diputuskanlah oleh Adam bahwa Habil berhak menikahi adik Qabil yang cantik jelita itu. Namun Qabil tidak menerima begitu saja. Bahkan Qabil menuduh ayahnya, bahwa yang didoakan oleh ayahnya untuk diterima qurban-nya hanyalah Habil sedangkan qurban Qabil tidak diterima oleh Allah karena memang ayahanda tidak mendoakan kepada Allah (Al-Bidayah wan-Nihayah, al-Hafizh Abul Fida' Ibnu katsir ad-Dimasyqi).

Maka rasa dengki Qabil kepada Habil mendominasi hatinya dan terus menerus berpikir bagaimana caranya untuk melampiaskan kedengkiannya itu. Akhirnya, Qabil mengancam untuk membunuh Habil. Ancaman itu dijawab oleh Habil dengan menyatakan:
إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ (۲٧) لَئِنْ بَسَطْتَ إِلَيَّ يَدَكَ لِتَقْتُلَنِي مَا أَنَا بِبَاسِطٍ يَدِيَ إِلَيْكَ لِأَقْتُلَكَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ (۲۸) إِنِّي أُرِيدُ أَنْ تَبُوءَ بِإِثْمِي وَإِثْمِكَ فَتَكُونَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ وَذَلِكَ جَزَاءُ الظَّالِمِينَ (۲۹)
“Hanyalah kurban yang diterima oleh Allah, kurban yang dipersembahkan oleh orang-orang yang bertakwa. Kalau engkau sampai tega menjulurkan tanganmu untuk membunuhku, niscaya aku tidak akan menjulurkan kedua tanganku untuk membunuh engkau. Karena aku takut dari ancaman azab Allah Rabb sekalian alam. Dan juga aku tidak ingin membunuh engkau karena aku ingin engkau menanggung sendiri dosamu bila membunuhku dan dosa-dosamu akibat perbuatanmu yang lainnya, sehingga jika engkau membunuhku, engkau akan menjadi penghuni neraka. Dan, memang demikianlah balasan bagi orang-orang yang berbuat kezaliman.” (QS Al-Ma'idah [5]: 27-29)

Benar sekali, kedengkian itu membuat orang gelap mata, sehingga tidak mampu mengoreksi dirinya dan cenderung zalim menginginkan orang lain mendapatkan keburukan dan hanya dialah yang berhak mendapatkan kebaikan.

Definisi dan Hukum Iri
Iri atau dalam bahasa Arab disebut al-Hasadu adalah:
تَمَنِّيُّ زَوَالِ النِّعْمَةِ عَنِ صَاحِبِهَا
“Menginginkan hilangnya nikmat dari orang yang memilikinya”

Adapun hukum dari hasud ini adalah haram sebagaimana sabda Rasulullah saw.:
وَلَا تَحَاسَدُوْا وَلاَ تتَنَاجَشُوْا وَلَا تَبَاغَضُوْا وَلَا تَدَابَرُوْا وَلاَ يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ
“Janganlah kalian saling hasud, saling menipu agar laku barang dagangan, saling membenci, saling membelakangi dan jangan pula sebagian kalian melakukan transaksi di atas transaki yang lain!” (H.R. Muslim).

Boleh Hasud dalam Dua Perkara
Seluruh hasud dilarang oleh Rasulullah. Namun, ada dua perkara yang dibolehkan hasud (iri). Rasulullah saw. bersabda,
لَا حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ عَلَّمَهُ اللَّهُ الْقُرْآنَ فَهُوَ يَتْلُوهُ آنَاءَ اللَّيْلِ وَآنَاءَ النَّهَارِ فَسَمِعَهُ جَارٌ لَهُ فَقَالَ لَيْتَنِي أُوتِيتُ مِثْلَ مَا أُوتِيَ فُلَانٌ فَعَمِلْتُ مِثْلَ مَا يَعْمَلُ وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فَهُوَ يُهْلِكُهُ فِي الْحَقِّ فَقَالَ رَجُلٌ لَيْتَنِي أُوتِيتُ مِثْلَ مَا أُوتِيَ فُلَانٌ فَعَمِلْتُ مِثْلَ مَا يَعْمَلُ
Tidak boleh iri kecuali dalam dua hal, yaitu (1) seseorang yang Allah ajarkan al-Quran kepadanya. Kemudian ia membacanya malam dan siang sehingga tetangganya mendengarkannya. Lalu tetangga tersebut berkata, “Kalaulah aku diberikan karunia seperti si Fulan, maka aku akan beramal seperti yang ia amalkan”; dan (2) seseorang yang Allah karuniai harta. Ia menghabiskan hartanya dalam kebenaran. Lalu seseorang berkata, “Kalaulah aku dikaruniai seperti apa yang dikaruniakan kepada si Fulan, maka aku akan beramal seperti apa ia amalkan”. (H.R. Bukhari).

1. Iri kepada Ahli Quran
Iri yang dibolehkan bahkan diharuskan yang pertama adalah iri kepada seseorang yang cakap dalam berinteraksi dengan al-Quran (baca: ahli al-Quran). Dengan kecakapannya ini ia membaca al-Quran setiap hari sampai-sampai terdengar oleh tetangga.

Kenapa harus iri kepada ahli al-Quran? Jika kita mau menjawab simple, karena ahli al-Quran adalah orang yang mampu berkomunikasi dengan Allah. Karena, pada hakekatnya ketika membaca al-Quran berarti kita sedang berkomunikasi dengan Allah.  Selain itu, ahli al-Quran merupakan “juru bicara” Allah dan Rasulullah. Dengan kecakapannya dalam al-Quran, ia bisa mengajarkan kepada orang lain selain ia mengamalkannya sendiri. Dan, orang yang mengajarkan al-Quran adalah khairukum (orang terbaik). Demikian menurut hadits Rasulullah.

Keuntungan lainnya adalah, ahli al-Quran itu akan diberi syafaat oleh Allah. Rasulullah saw. bersabda:
إِقْرَءُوْا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيْعًا لِأَصْحَابِهِ
“Bacalah oleh kalian al-Quran, karena al-Quran akan datang pada hari kiamat sebagai pembawa syafaat bagi para sahabatnya” (H.R. Muslim).

Jadi, tidak kah kita iri kepada orang-orang yang senantiasa bersahabat dengan al-Quran? Membacanya, mempelajarinya, memahaminya, mengajarkannya dan istiqamah di dalamnya?

2. Iri kepada Ahli Shadaqah
Iri yang kedua yang dibolehkan bahkan diharuskan adalah iri kepada seseorang yang kaya tetapi ia tidak dikendalikan hartanya. Justru ialah yang mengendalikan hartanya. Sehingga, harta yang ia miliki ia jadikan alat untuk beribadah kepada Allah. Dialah ahli shadaqah, baik shadaqah yang wajib maupun yang sunat.

Umat sedang membutuhkan sarana pendidikan, ia bershadaqah. Umat sedang membutuhkan sarana ibadah, ia bershadaqah. Anak-anak yatim, ia santuni. Orang-orang papa, ia kasihani. Ia tidak merasa sayang (Sunda: lebar) ketika hartanya dibelanjakan di jalan Allah. Maka, kesudahan orang seperti ini tiada lain dan tidak bukan adalah kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Tidak kah kita iri terhadap orang seperti itu? Jika tidak iri, kacida pisan. Kita harus iri. Banyak keuntungan yang didapat ketika kita menjadi orang berada dan keberadaan kita bermanfaat untuk umat.

Penutup
Bolehnya iri dalam dua perkara sebagaimana hadits tersebut merupakan representasi dari kebaikan seluruhnya. Dalam arti lain, iri itu dilarang kecuali iri dalam urusan kebaikan.

Apapun kemajuan yang orang raih, terutama dalam urusan agama, hendaknya kita punya cita-cita untuk bisa seperti dia atau bahkan melebihinya. Ini merupakan wujud dari fastabiqul khairāt, berlomba-lomba dalam kebaikan.

Namun, sebagai penekanan, hendaklah kita tidak iri terhadap sesuatu yang tidak bermanfaat atau mubah. Misalnya, iri ketika melihat tetangga membeli tv baru, iri ketika teman memiliki kendaraan bagus, iri ketiak yang lain memakai pakaian yang bagus dan mahal, dan iri-iri dalam hal mubah lainnya.

Akhirnya, mari kita berdoa agar terhindar dari iri yang tidak ada manfaatnya.
اَللَّهُمَّ طَهِّرْ قَلْبِيْ مِنْ كُلِّ خُلُقٍ لَا يُرْضِيْكَ، اَللَّهُمَّ طَهِّرْ قَلْبِيْ مِنَ الْغِلِّ وَالْحِقْدِ وَالْحَسَدِ وَالْكِبْرِ، اَللَّهُمَّ طَهِّرْ قَلْبِيْ مِنْ كُلِّ سُوْءٍ وَمِنْ كُلِّ أَذًى وَمِنْ كُلِّ دَاءٍ
“Ya Allah, bersihkanlah hatiku dari prilaku yang membuat-Mu tidak ridla. Ya Allah, bersihkanlah hatiku dari dengki, iri, hasad dan sombong. Ya Allah, bersihkanlah hatiku dari seluruh keburukan, kesakitan dan seluruh penyakit”.

6 komentar:

  1. Syukron Kasiro Akhty...
    Barakallah fikum

    BalasHapus
  2. ibarat sebuah pohon iri adalah akar sedangkan dengki adalah buah, jika tidak ada iri tidak mungkin akan ada dengki. iri dan dengki adalah sifat tercela, jangan dimasuk ke sifat terpuji apapun alasannya.

    BalasHapus
  3. Kalau saya iri dengan teman saya yang selalu berhasil dengan usaha nya padahal saya juga melakukan hal yang sama ., tapi dia juga ingin seperti saya , apa yang haarus saya lakukan ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kl org jawa biasanya bilang "sawang sinawang" ato dlm b.indonesianya saling melihat. Kita melihat rumput tetangga lebih hijau karna kita hanya melihat luarnya saja, kita blm melihat bagian dlmnya. Intinya syukuri saja apa yg ada sekarang dg terus melakukan perbaikan

      Hapus
  4. laur biasa , semoga menjadi motivasi bagi kita semua

    BalasHapus

Mari meraih kebaikan dengan berbagi. Tinggalkan komentarmu kawan...