Sudah tidak diragukan lagi bahwa ibadah yang
Allah syariatkan memiliki dimensi duniawi seperti halnya kesehatan dan materi
(harta). Ini salah satu bentuk kecerdasan Allah, mendesain ibadah plus dengan atsar
(efek) positif terhadap kebutuhan manusia. Sehingga, dapat dinyatakan bahwa
ibadah kepada Allah layaknya makanan lezat dan bergizi yang membuat tubuh sehat
dan segar bugar selain jiwa yang juga sehat.
Diantara ibadah yang memiliki atsar
positif terhadap dimensi duniawi tersebut, dalam hal ini kesehatan, adalah
shalat. Sudah banyak penelitian yang dilakukan tentang shalat. Dan, semua
penelitian berkonsensus (sepakat) menyimpulkan bahwa shalat itu menyehatkan. Pasalnya,
dari unsur bacaan, gerakan dan kekhusyuan, semuanya berimplikasi baik terhadap kesehatan. Shalat memang “dokter” terbaik bagi
manusia.
Desain kafiyat ibadah shalat
menggambarkan betapa hebat dan cerdasnya Allah. Salah satu contoh kaifyat
shalat yang full manfaat tersebut adalah sujud. Nah, dalam kesempatan ini kita
akan memahami tentang sujud dan segala hal yang berkaitan dengannya.
Definisi dan Esensi Sujud
Sujud merupakan kata serapan yang berasal dari
bahasa Arab yakni dari kata sajada – yasjudu – sujūdan yang artinya inhanā
khādli’an (membungkuk dengan khidmat). Dari kata sajada tersebut
mucul kata masjid yang berarti tempat mengkhidmatkan diri (sujud) dan sajjādah
atau misjadah yang berarti permadani.
Dari asal bahasa bisa didapat pengertian bahwa
sujud merupakan penghambaan diri kepada Allah yang melibatkan dua dimensi yaitu
lahiriyah dan bathiniyah. Dimensi lahiriyah, yang dilibatkan dalam sujud
adalah sab’atu a’zhamin (tujuh tulang) sebagaimana yang Rasulullah saw.
sebutkan dalam hadits Muttafaq ‘Alaih (Bukhari-Muslim). Tujuh tulang itu
adalah wajah (dahi dan hidung), dua telapak tangan, dua lutut dan dua jemari
kaki. Dimensi bathiniyah, yang dilibatkan adalah hati dan akal.
Ini mengindikasikan bahwa ketika sujud kita
merendahkan diri di hadapan yang Maha Tinggi (Ta’ala). Rendah dalam dimensi
lahir dan batin. Maka, tidak lah disebut bersujud ketika ia bersujud
sebagaimana kaifiyat yang masyhur tetapi akal dan hatinya mendahului Allah atau
menyalahkan syariat seperti halnya orang-orang JIL (Jaringan Islam Liberal)
yang dimotori oleh Ulil Abshar Abdala atau Gerakan Feminisme.
Kaifiyat Sujud
Berdasarkan hadits-hadits yang shahih, sujud
yang benar adalah sebagai berikut:
- Bersujud dengan tujuh tulang, yakni wajah (dahi dan hidung), dua telapak tangan, dua lutut dan jemari kedua kaki
- Menempelkan dahi dan hidung di lantai
- Menempelkan dua telapak tangan pada lantai, merapatkan jemarinya dan posisi telapak tangan sejajar antara telinga dan pundak
- Mengangkat sikut dan melebarkan lengan sehingga ketiak dapat terlihat
- Menempelkan dua lutut ke lantai, tidak terlalu renggang dan tidak merapat
- Posisi paha tegak lurus sehingga anak kambing bisa masuk menerobos dari kanan ke kiri atau sebaliknya
- Jemari kedua kaki menghadap ke arah kiblat
- Posisi kedua tumit renggang (tidak rapat satu sama lain).
Efek Ilmiah Sujud
Pada saat sedang sujud posisi kepala berada di
bawah dan jantung berada di atas. Ini merupakan posisi ideal otak menerima suply
oksigen secara maksimal. Apa jadinya jika otak terpenuhi oksigen secara
maksimal? Hm, mungkin pembaca yang budiman juga sudah mengetahui bahwa otak itu
“makanan”-nya adalah oksigen. Maka, otak akan sehat jika “makanan” yang
dibutuhkannya senantiasa terpenuhi. Dan, ini bisa diupayakan dengan sujud yang
benar.
Selain untuk kesehatan otak, sujud juga penting
untuk merangsang kecerdasan. Oleh karena itu, wajar jika Rasulullah
mewanti-wanti agar kita mendidik anak untuk shalat terutama ketika usianya
sudah mencapai tujuh tahun. Jika sudah mencapai sepuluh tahun belum juga mau
shalat, maka kita diajarkan untuk melakukan punishment (sanksi) yang
dalam hadits direpresentasikan dengan memukul tentunya dengan pukulan
pendidikan yang mendidik.
Sekali lagi, titah ini berhikmah dahsyat bagi
para pelaku karena di dalam shalat terdapat salah satu rukun yang bekhasiat
baik untuk kecerdasan (sujud).
Sujud itu Nikmat
Selain dari sisi kaifiyah lahiriyah
(cara fisik), ternyata secara bathiniyah, sujud mampu membuat orang yang
sujud merasa nyaman. Pasalnya, ia merasa sedang berkomunikasi dengan Allah
secara langsung dan sangat dekat. Seperti halnya seorang kekasih yang sudah
lama tidak bertemu kemudian mereka melimpahkan kerinduan. Apa yang terjadi?
Mereka merasa nyaman dan betah berlama-lama.
Demikianlah sujud. Bagi hamba yang rindu
berjumpa Allah, ketika ia menjalankan shalat, ia merasa nyaman dan betah. Harus
disadari bahwa sujud merupakan salah satu kondisi terdekat antara seorang hamba
dan Allah. Ini disinggung dalam hadits Rasulullah saw.:
أَقْرَبُ مَا يَكُوْنُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ فَهُوَ سَاجِدٌ
فَأَكْثِرُوْا الدُّعَاءَ
“Kondisi paling dekat antara seorang hamba dan Rabb-nya ketika
ia sedang sujud. Maka, perbanyaklah doa!”
(H.R. Muslim, Abu Dawud, dan an-Nasai).
Jadi, wajar jika betah dan ingin berlama-lama.
Kenapa? Karena, yang dihadapinya adalah Kekasih yang selalu memberikan
perhatian tiada tara, Allah swt..
Jika
diibaratkan, sujud bagaikan makanan primer yang lezat dan bergizi yang jika
dimakan akan membuat kita merasa puas dan bermanfaat untuk kesehatan badan.
Nah, begitulah sujud. Jika dinikmati dengan penuh penghayatan, maka sujud itu
penuh manfaat dan “menyehatkan” hati dan badan.
Lamanya
Sujud Rasulullah
Demikian hebatnya sujud sehingga bermanfaat
untuk kondisi hati dan badan. Oleh karena itu wajar jika Rasulullah saw. lama
dalam sujudnya di saat qiyamullail sehingga Rasulullah hanya terkabarkan
terkena penyakit sebanyak dua kali. Pertama, ketika diracun
oleh seorang Yahudi dengan memberikan paha kambing. Kedua, sakit kepala berat
ketika Beliau hendak meninggal dunia. Pasalnya, shalat ˗dalam hal ini sujud˗ memiliki pengaruh
baik terhadap kesehatan jiwa dan raga.
Lamanya
sujud Rasulullah saw. ini bisa dipahami dari hadits Rasulullah saw. berikut:
عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ :صَلَّيْتُ مَعَ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً فَافْتَتَحَ الْبَقَرَةَ،
فَقُلْتُ : يَرْكَعُ عِنْدَ الْمِائَةِ، فَمَضَى، فَقُلْتُ: يَرْكَعُ عِنْدَ
الْمِائَتَيْنِ، فَمَضَى، فَقُلْتُ:
يُصَلِّي بِهَا فِي رَكْعَةٍ، فَمَضَى، ثُمَّ افْتَتَحَ النِّسَاءَ فَقَرَأَهَا،
ثُمَّ افْتَتَحَ آلَ عِمْرَانَ فَقَرَأَهَا بِقِرَاءَةٍ مُتَرَسِّلا، إِذَا مَرَّ
بِآيَةٍ فِيهَا تَسْبِيحٌ سَبَّحَ، وَإِذَا مَرَّ بِسُؤَالٍ سَأَلَ، وَإِذَا مَرَّ
بِتَعَوُّذٍ تَعَوَّذَ، ثُمَّ رَكَعَ فَجَعَلَ يَقُوْلُ: سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيْمِ) فَكَانَ رُكُوْعُهُ نَحْوًا
مِنْ قِيَامِهِ ثُمَّ قَالَ: (سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ)
ثُمَّ قَامَ قِيَاماً قَرِيْباً مِمَّا رَكَعَ، ثُمَّ سَجَدَ فَقَالَ: (سُبْحَانَ
رَبِّيَ الْأَعْلَى) فَكَانَ سُجُوْدُهُ قَرِيْباً مِنْ قِيَامِهِ
Dari
Khudzaifah
r.a., ia berkata, “Pada suatu malam, aku pernah shalat bersama Nabi
saw.. Beliau membuka (membaca) surat al-Baqarah. Aku bergumam, ‘Beliau akan
ruku ketika selesai ayat 100’. Tetapi (ayat 100 pun) lewat. Lalu
aku bergumam lagi, ‘Beliau akan ruku ketika selesai ayat 200’. Tetapi (ayat 200
pun) lewat. Aku bergumam kembali, ‘Beliau akan shalat dengan membaca al-Baqarah
dalam satu rakaat’. Tetapi al-Baqarah pun lewat.
Kemudian
Beliau melanjutkan dengan membaca surat an-Nisa. Lalu membaca surat Ali Imran
dengan bacaan yang perlahan. Ketika lewat pada suatu ayat yang di dalamnya ada
tasbih, Beliau bertasbih. Ketika lewat lewat pada suatu ayat yang ada doa,
Beliau berdoa. Dan, ketika lewat pada suatu ayat yang ada ta’awudz (minta
perlindungan), Beliau ber-ta’awudz.
Kemudian
Beliau ruku dan membaca “Subhāna rabbiyal ‘azhīm” (Maha Suci Allah yang
Maha Agung). Keadaan rukunya seperti berdirinya (lama). Kemudian ia membaca “Sami’allāhu
liman hamidah, rabbanā wa lakal hamdu” (Semoga Allah mendengar orang yang
memuji-Nya,
ya Allah hanya milik-Mu
pujian itu). Kemudian Beliau berdiri dari ruku mendekati lamanya Beliau ruku.
Kemudian
Beliau sujud dan membaca “Subhāna rabbiyal a’lā” (Maha Suci Allah yang
Maha Tinggi). Keadaan sujudnya mendekati lamanya berdiri”. (H.R.
Muslim).
Penutup
Setiap orang tentunya memiliki saat-saat
terindah yang membuatnya merasa betah dan terkenang selalu. Nah,
sujud merupakan keadaan terindah seorang hamba bersama Allah. Oleh karena itu,
janganlah sujud ini disia-siakan. Manfaatkan moment berharga ini. Karena, di dalamnya ada
manfaat melimpah ruah. Ini pasti!
0 komentar:
Posting Komentar
Mari meraih kebaikan dengan berbagi. Tinggalkan komentarmu kawan...