Shalat
merupakan ibadah yang tidak boleh tidak dilakasanakan. Bagaimanapun kondisi
saat ini, jika waktu shalat telah tiba, maka kita wajib menjalankannya. Berbeda
dengan shaum, jika tidak mampu, ya tidak apa-apa tidak menjalankannya. Yang pasti,
di hari-hari yang lain selain Ramadlan, kita wajib menggantinya (qadla).
Ternyata,
dalam pelaksanaannya, kualitas shalat yang dilaksanakan berbeda-beda. Atau, seseorang
yang shalat, shalatnya terkadang berkualitas tinggi, terkadang rendah. Ini tergantung
situasi dan kondisi hati dan raga ketika shalat.
Dalam
hal kualitas shalat, Ibnul Qayyim al-Jauziyah mengklasifikasi orang yang shalat
kedalam lima kelas. Kelima kelas tersebut antara lain:
1.
Mu’aqqab
Mu’aqab artinya disiksa. Hm, kok yang
menjalankan shalat disiksa sih? Ya, begitulah, Kawan. Dalam al-Quran jelas ada
informasi bahwa kecelakaan bagi orang yang suka shalat, yaitu yang lalai dan
riya (lihat Q.S. al-Ma’un [107]: 4-6!).
Kriteria
mushalli yang mu’aqqab yang dijelaskan oleh Ibnul Qayyim adalah
orang yang mengabaikan aturan-aturan seputar shalat dari mulai waktu shalat, wudlu,
sampai rukun-rukun shalat. Shalatnya hanya sekedar untuk memenuhi kewajiban
(formalitas). Orang seperti ini cenderung malas menjalankan ibadah shalat.
2.
Muhasab
Muhasab berarti dihisab. Maksudnya adalah shalatnya
diperhitungkan oleh Allah. Orang ini mampu menjaga waktu shalat, wudlu,
syarat-syarat dan rukun-rukun shalat, tetapi masih terbatas pada aspek
zhahiriyahnya saja. Sedangkan aspek ruhiyah (kekhusyuan) kurang diperhatikan
sehingga ketika shalat dijalankan, pikirannya dipenuhi oleh lamunan-lamunan tak
berarti.
3.
Mukaffar ‘Anhu
Tingkatan
ketiga dalam kualoitas shalat menurut Ibnul Qayyim adalah mukaaffar ‘anhu
yang artinya diampuni (dihapus) dosa dan kesalahan. Yang menempati tingkatan ini
adalah mereka yang mampu menjaga shalat dan segala ruang lingkupnya, kemudian
ia bersungguh-sungguh untuk melawan
intervensi setan. Ia berusaha menghalau lamunan dan pikiran yang terlintas.
4.
Mutsabun
Tingkatan
mutsabun atau yang diberi pahala memiliki ciri-ciri seperti tingkatan Mukaffar
‘Anhu. Lebihnya adalah ia benar-benar iqamah (mendirikan shalat). Ia
hanyut dan tenggelam dalam shalat dan penghambaan kepada Allah swt..
5.
Muqarrab min Rabbihi
Yang
terakhir adalah tingkatan yang paling hebat. Mereka yang menempati tingkatan
ini adalah orang yang ketika shalat, hatinya langsung tertuju kepada Allah. Ia benar-benar
merasakan kehadiran Allah sehingga ia merasa melihat Allah (ihsan). Tingkatan ini
adalah Muqarrab min Rabbihi (didekatkan dari Allah).
Orang
yang berada di tingkatan ini bukan hanya menadapat pahala dan ampunan tetapi ia
pun dekat dengan Allah karena shalat ia jadikan sebagai penyejuk mata dan penentram
jiwa.
Wah....
jika kita bermuhasabah, berada di tingkatan yang manakah kualitas shalat kita? Hm,
minimal semoga kita termasuk kelompok Mukaffar ‘Anhu. Maksimal, ya menempati
tingkatan Muqarrab min Rabbihi. So, mari kita berusaha terus menjaga
shalat kita di setiap waktu. Ingat, shalat itu merupakan rukun Islam yang
kedua. Jika lalai dari shalat, berarti kita telah menggugurkan rukun islam yang
kedua ini.
Shalat
itu tiang agama. Jika shalat ditinggalkan, maka kita meruntuhkan bangunan
agama. Oleh karena itu, mari menjaga shalat sebagaimana perintah Allah swt.:
حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلاةِ الْوُسْطَى
وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ
“Peliharalah semua shalat(mu) dan (peliharalah
pula) shalat wustha[1]. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu)
dengan qanit[2]!” (Q.S. al-Baqarah [2]: 238).
Footnote:
[1] Shalat wusthaa
ialah shalat yang di tengah-tengah dan yang paling utama. ada yang berpendapat,
bahwa yang dimaksud dengan shalat wusthaa ialah shalat Ashar. menurut
kebanyakan ahli hadits, ayat ini menekankan agar semua shalat itu dikerjakan
dengan sebaik-baiknya.
[2] Qanit artinya
penuh ketaatan. Mematuhi seluruh aturan dalam shalat.
semoga kualitas shalat kita terus meningkat dari waktu ke waktu dengan berusaha dan meminta pertolongan Allah SWT. amin
BalasHapusmohon copy..?
BalasHapusIzin buat bahan ceramah ibu ibu
BalasHapusIzin buat bahan ceramah ibu ibu
BalasHapusSubhaanallah....syukran jaziilan
BalasHapusRujukannya mohon dicantumkan...jazakallah
BalasHapusImam Ibnul Qayyim berkata di dalam kitabnya “al-Wabil ash-Shayyib min al-Kalimi ath-Thayyib”,
HapusIjin buat kultum semoga kultum saya lancar amin
BalasHapusJazakumullah khairal jazaa
BalasHapusIzin share min