Rasulullah
dan Makanan Enak
Dikisahkan
dalam sebuah riwayat, ada seorang budak wanita bernama Barirah. Suatu ketika,
Barirah memiliki makanan enak dan cukup mahal. Ingin rasanya rumah sederhana yang ia miliki
disinggahi oleh Rasulullah saw.. Ia pun mengundang Rasulullah untuk makan di
rumahnya.
Hebat.
Benar-benar hebat. Selama hidupnya, Barirah belum pernah mendapatkan makan
seenak itu. Tapi, ia tidak mau memakannya. Ia ingin makanan enak tersebut dipersembahkannya
untuk utusan Allah, Muhammad saw..
Rasulullah
pun datang bersama para sahabat untuk menyenangkan hati Barirah. Makanan pun
sudah dihidangkan. Para sahabat mengira bahwa Barirah tidak mungkin mampu
membeli makanan seenak dan semahal itu. Maklum, Barirah kan seorang budak
miskin? Untuk makan sesuap kurma saja ia harus banting tulang perah keringat.
Para
sahabat pun berkata, “Rasululah, barangkali makanan ini adalah dari zakat.
Sedangkan Engkau tidak boleh memakan zakat dan shadaqah. Kalau bukan dari
zakat, ya pasti makanan ini dari shadaqah. Tentunya Engkau tidak boleh memakannya.”
Mendengar
perkataan para sahabat, Barirah terpukul hatinya. Ia benar-benar kecewa karena
bisa jadi Rasulullah mengurungkan niatnya untuk makan karena memang benar
makanan tersebut adalah makanan dari shadaqah. Saat itu, ia tidak ingat bahwa
Rasulullah itu tidak menerima zakat dan shadaqah.
Apa yang
Rasulullah lakukan? Subhanallah... indah sekali budi pekerti Beliau. “Makanan
ini betul shadaqah untuk Barirah dan kini sudah menjadi milik Barirah. Lalu,
Barirah menghadiahkan kepadaku. Maka, aku boleh memakannya”.
Barirah
pun merasa lega dan bahagia mendengar jawaban bijak Rasulullah saw.. Rasulullah
dan para sahabat pun menyantap hidangan yang sudah disediakan Barirah.
Rasulullah
dan Pengemis Buta
Ada satu
kisah lagi yang menarik. Hampir setiap hari, di sudut pasar Madinah
Al-Munawarah seorang pengemis Yahudi penyandang tunanetra setiap hari selalu
mengatakan sesuatu yang sama kepada semua orang.
“Wahai saudaraku jangan dekati Muhammad, dia
itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian
mendekatinya kalian akan dipengaruhinya”. Demikian ia berkata. Dari isi
perkataannya tersebut mencerminkan bahwa si Pengemis Yahudi sangat benci kepada
Rasulullah saw..
Tetapi,
setiap pagi Rasulullah saw. mendatanginya dengan membawa makanan dan tanpa
berkata sepatah kata pun. Rasulullah saw. menyuapkan makanan yang dibawanya
kepada pengemis itu walaupun pengemis itu selalu berpesan kepada Beliau untuk tidak
mendekati orang yang bernama Muhammad.
Rasulullah
saw. melakukan hal tersebut terus menerus hingga menjelang wafat. Setelah
Rasulullah wafat, tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi
kepada pengemis Yahudi yang buta itu.
Abu Bakar
r.a. sebagai pengganti kepemimpinan Rasulullah, suatu saat berkunjung ke rumah
Aisyah r.a., puterinya. Beliau bertanya kepada Aisyah, “Anakku, adakah sunnah
kekasihku yang belum aku kerjakan?”.
Aisyah
menjawab, “Wahai Ayah, engkau adalah seorang ahli sunnah hampir tidak
ada satu sunnah pun yang belum Ayah lakukan kecuali satu sunnah saja”.
“Apakah itu?” tanya Abu Bakar.
Aisyah
menimpal, “Setiap pagi Rasulullah saw. selalu pergi ke ujung pasar dengan
membawa makanan untuk seorang pengemis Yahudi yang buta yang setiap hari mangkal
di sana”.
Keesokan
harinya Abu Bakar r.a. pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikannya
kepada pengemis itu. Abu Bakar r.a mendatangi pengemis itu dan memberinya
makanan yang dibawa.
Ketika
Abu Bakar r.a. mulai menyuapinya, Si Pengemis marah sambil berteriak, “Siapa
kamu?”.
Abu Bakar
r.a menjawab, “Aku orang yang biasa”.
“Bukan! Engkau bukan orang yang biasa
mendatangiku”, jawab Si Pengemis Buta itu.
“Jika ia
datang kepadaku tidak susah tanganku ini memegang dan tidak susah mulutku ini
mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih
dahulu dihaluskannya makanan tersebut dengan mulutnya setelah itu ia
memberikannya kepadaku”. Pengemis itu melanjutkan perkataannya.
Abu Bakar
r.a. tidak dapat menahan air matanya. Ia menangis sambil berkata kepada
pengemis itu, “Aku memang bukan orang yang biasa datang kepadamu. Aku adalah
salah seorang sahabatnya saja. Orang yang mulia itu kini telah tiada. Ia adalah
Muhammad Rasulullah saw.”.
Mendengar
cerita Abu Bakar r.a., Pengemis itu pun menangis, kemudian bertanya hendak meyakinkan,
“Benarkah demikian? Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya. Ia tidak
pernah memarahiku sedikitpun. Ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap
pagi. Ia begitu mulia”.
Tak lama
berselang, Pengemis Yahudi Buta tersebut akhirnya bersyahadat dihadapan Abu Bakar
r.a..
Subhanallah...
Hati yang jauh dari hidayah Allah, hati sekeras batu, hati yang benar-benar benci
kepada Raslullah saw., akhirnya menjadi lunak dan patuh hanya karena akhlak
mulia yang Raasulullah tunjukkan. Begitu penting akhlak mulia karen ai adalah
hiasan manusia. Begitu pentingnya akhlak terpuji, karena ia adalah dakwah yang
bisa dilakukan oleh setiap orang.
Kedudukan
Akhlak
Akhlak
memiliki kedudukan yang tinggi di dalam Islam. Betapa tidak, sekeras-kerasnya
hati orang Yahudi dalam kisah di atas, menjadi lunak dan akhirnya menerima
Islam hanya karena akhlak Rasulullah yang begitu mulia. Dalam arti, akhlak
merupakan strategi dakwah yang efektif. Maka, tempat akhlak berada di tingkatan
tertinggi selain aqidah dan syariah.
1.
Manifestasi Agam Islam
Akhlak
yang mulia merupakan manifestasi (perwujudan) Islam secara utuh. Ini kita sandarkan kepada hadits berikut:
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ فَقَالَ يَا
رَسُوْلَ اللهِ مَا الدِّيْنُ قَالَ حُسْنُ الْخُلُقِ فَأَتَاهُ مِنْ قِبَلِ يَمِيْنِهِ
فَقَالَ يَا رَسُوْلَ اللهِ مَا الدِّيْنُ قَالَ حُسْنُ الْخُلُقِ ثُمَّ أَتَاهُ
مِنْ قِبَلِ شِمَالِهِ فَقَالَ مَا الدِّيْنُ فَقَالَ حُسْنُ الْخُلُقِ
Seseorang datang kepada
Rasulullah dari arah depan. Lalu ia bertanya, “Wahai Rasulullah, apa agama
itu?”. Rasulullah menjawab, “Agama itu adalah akhlak yang baik”. Lalu ia
mendatangi Rasul dari arah kanannya dan bertanya, “Wahai Rasulullah, apa agama
itu?”. Rasulullah menjawab, “Agama itu adalah akhlak yang baik”. Kemudian ia
mendatangi Rasulullah arah kirinya dan bertanya lagi, “Wahai Rasulullah, apa
agama itu?”. Rasulullah menjawab, “Agama itu adalah akhlak yang baik”. (H.R. Muslim).
Berulang kali orang
tersebut bertanya kepada Rasulullah tentang arti agama. Tetapi, jawaban
Rasulullah singkat padat berisi, “Agama itu adalah akhak yang baik”.
2. Kesempurnaan Islam
Selain sebagai
manifestasi Islam seutuhnya, akhlak yang baik merupakan wujud sempurnanya iman
seseorang. Artinya, ketika ada seorang muslim berakhlak dengan akhlak yang baik,
maka ia diindikasikan sempurna imannya.
Berdasarkan hadits yang
diterima dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. bersabda:
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ
خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ
“Orang mukmin yang
paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya. Dan, yang paling
baik diantara kalian adalah yang paling baik akhlaknya terhadap istrinya”. (H.R. Tirmidzi).
3. Tiket Menuju Surga
Selanjutnya, akhlak
merupakan tiket utama selain takwa untuk masuk surga. Rasulullah saw. bersabda:
سُئِلَ عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ الْجَنَّةَ. قَالَ تَقْوَى
اللهِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ وَسُئِلَ عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ النَّارَ.
فَقَالَ اَلْفَمُ وَ الْفَرَجُ
Rasulullah ditanya
tentang sesuatu yang akan memasukkan manusia ke dalam surga. Rasulullah
menjawab, “Takwa kepada Allah dan
akhlak yang baik”. Rasulullah pun
ditanya tentang sesuatu yang bisa memasukkan seseorng kepada neraka. Rasulullah
menjawab, “Mulut dan kemaluan”. (H.R. Tirmidzi).
4. Mendapat Kehormatan
dan Duduk Dekat Rasulullah saw. di Surga
Orang muslim
yang berakhlak mulia akan mendapat kehormatan menjadi orang yang
paling disayangi oleh
Rasulullah dan tempat duduknya di surga paling dekat
dengan Rasulullah.
Rasulullah saw.
bersabda:
إِنَّ مِنْ أَحِبَّكُمْ
إِليَّ وَأَقْرَبَكُمْ مِنِّيْ مَجْلِسًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَحَاسِنُكُمْ أَخْلَاقًا
“Sesungguhnya
orang yang paling aku sayangi dan lebih dekat padaku majlisnya pada hari kiamat
ialah orang-orang yang akhlaknya paling baik diantara kamu”. (H.R. Tirmidzi)
Sebenarnya masih banyak
keistimewaan lain dari akhlak mulia. Namun, kiranya empat point tersebut bisa
menjadi motivasi bahwa akhlak yang mulia itu adalah hiasan diri yang akan
mengindahkan seseorang ketika aqidah sudah kokoh dan ibadah sudah benar. Selain sebagai hiasan, akhlak merupakan
pundi amal yang nyata akan diganjar dengan kebaikan melimpah. Dan, sekali
lagi, akhlak mulia merupakan dakwah efektif yang bisa dilakukan oleh setiap
muslim.
Akibat
Akhlak Buruk
Sebaliknya,
ketika seseorang memiliki akhlak yang buruk, maka keuntungan sebagaimana
disebut, tidak akan diraih dan si pelaku akhlak buruk akan mendapat ganjaran
setimpal dengan keburukannya.
Ada banyak hal tentang
akibat berakhlak buruk. Diantaranya sebagaimana yang disebut dalam beberapa
hadits berikut:
1. Akhlak Buruk Merusak
Amal
Akhlak buruk ternyata
akan menghapus amal yang telah dikerjakan. Rék untung kalah buntung. Hal
ini dilansir oleh hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad sebagai berikut:
وَقِيْلَ يَا رَسُوْلَ اللهِ مَا الشُّؤْمُ قَالَ سُوْءُ الْخُلُقِ سُوْءُ
الْخُلُقِ يُفْسِدُ الْعَمَلَ كَمَا يُفْسِدُ الْخَلُّ الْعَسَلَ
Ditanyakan kepada
Rasulullah, “Wahai Rasulullah, apakah kecelakaaan itu?”. Rasulullah menjawab, “Buruk akhlak itu akan
merusak amal sebagaimana cuka merusak madu”.
2. Pahala
Shaum dan Shalat Menjadi Hangus
Akhlak yang
buruk juga akan menihilkan nilai di hadapan Allah swt.. Dalam hal ini, representasi
(perwakilan) amal sia-sia yang dijelaskan dalam hadits adalah shaum dan shalat.
قِيْلَ لِرَسُوْلِ اللهِ ص إِنَّ فُلَانَةَ تَصُوْمُ النَّهَارَ وَتَقُوْمُ
اللَّيْلَ وَ هِيَ سَيِّئَةُ الْخُلُقِ تُؤْذِى جِيْرَانَهَا بِلِسَانِهَا قَالَ لَا
خَيْرَ فِيْهَا هَيَ مِنْ أَهْلِ النَّار
Dikatakan
kepada Rasulullah saw., “Sesungguhnya si Fulanah shaum di siang hari dan tahajud
di malam hari. Namun akhlaknya buruk. Ia suka menyakiti hati tentangganya
dengan mulutnya”. Rasulullah bersabda, “Tidak ada kebaikan pada diri Fulanah
itu. Ia termasuk ahli neraka”. (H.R.
Ahmad).
Hal tersebut
sepadan dengan hadits riwayat Imam Muslim dan Imam Tirmidzi yang menjelaskan
tentang sosok muflis (bangkrut). Siapakah yang muflis itu? Ternyata,
bukan yang gulung tikar dalam bisnisnya. Bukan pula yang, boro-boro dapat laba,
modal pun tidak kembali. Tetapi, muflis itu adalah orang yang ketika
menghadap Allah untuk dihisab, ia datang membawa pahala shalat, shaum dan zakat.
Hanya saja, di samping getol beramal, ia pun senang merendahkan dan
menghina orang lain. Ia pun suka memakan harta orang tanpa hak. Pernah pula ia memukul
dan membunuh seseorang.
Apa yang
terjadi selanjutnya? Rasulullah menjelaskan bahwa pahala orang tersebut digunakan untuk melunasi kesalahan-kesalahannya
kepada orang lain. Hal itu terus berlanjut sehingga pahala shalat, shaum dan
zakatnya habis digunakan untuk menebus.
Namun,
ketika pahala sudah habis, orang-orang yang pernah dizaliminya terus
berdatangan meminta pertanggungjawaban darinya. Karena tidak ada lagi pahala
yang ia miliki, kini terbalik, kesalahan orang yang dizalimi ditanggungkan oleh
Allah kepadanya. Akhirnya, kesudahan orang tersebut bukan happy, tetapi
malah gigit jari. Ia dilemparkan ke dalam api neraka. Na’ūdzu billāhi min dzālik.
Begitulah
sosok muflis (bagkrut). Banyak amal tapi nihil pahala. Ini disebabkan akhlak
yang buruk. Maka, mari kita menjauhi akhlak buruk dan menanamkan akhlak mulia
di dalam diri kita.
Khatimah
Begitu dahsyatnya
akibat akhlak yang baik. Membuat kita menjadi terhormat di hadapan manusia, pun
di hadapan Allah swt.. Namun, begitu dahsyat pula akibat akhlak yang buruk. Membuat
seseorang menjadi bangkrut pahala. Membuat seseorang masuk neraka, padahal
amal-amalnya hebat dan luar biasa.
Oleh karena
itu, mari jauhi akhlak buruk dan terapkan akhlak baik di dalam diri kita. Akhlak
hati, akhlak pikiran, dan akhlak badan. Semoga dengan begitu, kita menjadi
orang mulia yang pada ujungnya masuk
surga, āmīn. Wallāhu a’lam n Yusuf Awaludin
0 komentar:
Posting Komentar
Mari meraih kebaikan dengan berbagi. Tinggalkan komentarmu kawan...