Kamis, 24 Mei 2012

Muhasabah Diri Ciri Mukmin Sejati

Manusia itu Tong Salah dan Lupa
No body’s perfect. Teu aya jalmi nu masagi. Tidak ada orang yang sempurna. Jargon ini saya kira disepakati oleh semua. Bahkan jauh-jauh hari, Rasulullah sudah meyebutkan realitas ini.
إِنَّ اللهَ تَجَاوَزَ عَنْ أُمَّتِيْ الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتَكْرَهُوْا عَلَيْهِ
“Sesungguhnya Allah telah menyandingkan salah dan lupa kepada umatku dan segala hal yang ia benci.” (H.R. Ibnu ‘Adiy, Ibnu Majah, Thabraniy).


Manusia itu ternyata “tong” salah dan lupa. Jadi, wajar toh kalau ada manusia bersalah atau lupa? Hm, kita tidak usah berapologis dengan hal fitrah ini. Saya yakin siapapun tidak mau berbuat salah. Bahkan preman sekalipun sebenarnya hati sanubarinya tidak menyetujui perbuatan majeg, ngerampok, atau mukulin orang, karena ia tahu bahwa perbuatan itu dosa dan merugikan.

Dengan realitas bahwa manusia itu tempat salah dan lupa, tetaplah kita buat proteksi agar salah dan lupa tidak selalu mengungjungi kita. Namun, sekali saja terjerembab ke dalam salah dan lupa, segera bangun dan kembali ke track hidup (tobat).

Dalam hadits lain, Rasulullah bersabda:
كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ اَلْخَطَّائِينَ اَلتَّوَّابُونَ
“Setiap anak Adam itu mempunyai kesalahan dan sebaik-baik orang yang mempunyai kesalahan ialah orang-orang yang bertobat.”. (H.R. Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Ada satu penekanan dalam hadits tersebut, yaitu orang salah yang terbaik. Ada juga ternyata orang yang bersalah tapi terbaik. Siapa dia? Tegasnya, orang yang kembali ke track hidup yang benar alias orang-orang tobat dari segala dosa, kesalahan dan kelupaannya.

Jadi, jangan khawatir jika kita berulang kali terjatuh pada kubangan dosa dan maksiat. Cukup dengan istighfar lalu bertobat, maka kesalahan kita diampuni Allah.

Tapi, segitu gampang kah? Oh… ternyata tidak. Meskipun tobat adalah idikator orang bersalah terbaik, rupanya kita tidak dikenankan untuk “menikmati” kesalahan. Tenang ketika melakukan maksiat merupakan ciri orang yang kurang beriman atau bahkan nihil iman. Paling tidak nihil imannya saat maksiat itu dikerjakan. Rasulullah saw. bersabda:
لاَ يَزْنِي الزَّانِي حِيْنَ يَزْنِي وَ هُوَ مُؤْمِنٌ، وَ لاَ يَشْرَبُ الْخَمْرَ حِيْنَ يَشْرَبُ وَ هُوَ مُؤْمِنٌ، وَ لاَ يَسْرِقُ حِيْنَ يَسْرِقُ وَ هُوَ مُؤْمِنٌ، وَ لاَ يَنْتَهِبُ نُهْبَةً يَرْفَعُ النَّاسُ إِلَيْهِ أَبْصَارَهُمْ وَ هُوَ مُؤْمِن
“Seorang pezina tidak akan berzina ketika ia sedang beriman. Seorang peminum khamr tidak akan meminum khamr ketika ia sedang beriman. Seorang pencuri tidak akan mencuri ketika ia sedang beriman. Dan, seorang perampok tidak akan merampok yang membuat orang mengangkat penglihatan kepadanya (terbelalak) ketika ia sedang beriman.” (H.R. Bukhari)

Macam-macam Dosa
Dilihat dari segi tanggapan atau respon Allah swt., dosa ada tiga macam, yaitu:

1. ذَنْبٌ مَغْفُوْرٌ (dosa yang diampuni)
Dosa yang diampuni adalah dosa yang ditobati oleh pelakunya. Tentunya dengan tobat yang benar (taubatan nashūha) yaitu tobat yang dimulai dengan penyesalan, kemudian istighfar meminta ampunan Allah swt., dan berazam untuk tidak mengulangi dosa yang telah dilakukannya.

Allah swt. akan mengampuni dosa orang yang beristighfar dan bertobat dengan sebenarnya tobat sebesar apapun dosa dan kesalahan yang dilakukan. Ini bisa kita yakinkan dari firman Allah berikut:
وَمَن يَعْمَلْ سُوءاً أَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ ثُمَّ يَسْتَغْفِرِ اللهَ يَجِدِ اللهَ غَفُوراً رَّحِيماً
“Dan siapa saja yang berbuat keburukan atau menzalimi dirinya (berdosa), kemudian ia meminta ampunan (istighfar) kepada Allah, maka ia akan mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Q.S. An-Nisa [4]: 110).

2. ذَنْبٌ غَيْرُ مَغْفُوْرٍ (dosa yang tidak diampuni)
Ada pula bentuk dosa yang tidak diampuni oleh Allah swt.. Dosa ini adalah segala bentuk dosa yang tidak ditobati oleh pelakunya. Dosa sekecil apapun, jika tidak ditobati tetap saja akan mendapat balasan setimpal. Namun, dosa besar semacam syirik kepada Allah, jika pelakunya bertobat, insya Allah segala dosanya akan diampuni Allah swt..

3. ذَنْبٌ مَتْرُوْكٌ (dosa yang ditunda ampunannya)
Selain dua macam dosa sebagaimana disebut, ada satu bentuk dosa yang ampuanannya di-pending oleh Allah swt.. Dosa semacam ini adalah dosa kepada sesama manusia. Sebelum kita melakukan ishlah dengan orang yang dizalimi, maka Allah belum mengampuni. Allah akan mengampuni jika yang dizalimi memberi maaf.

Lalu, bagaimana jika kita telah meminta maaf, tapi tidak gayung bersambut alias yang dizalimi tidak memberi maaf? Tugas kita hanyalah meminta maaf dengan sebenarnya bukan kamuflase (bohong belaka). Adapun urusan orang memberi maaf atau tidak itu urusannya sudah menjadi urusan dia dengan Allah. Insya Allah, dengan inisiatif diri meminta maaf dengan segala bentuk konsekuensinya, maka Allah sudah memberikan maaf-Nya untuk kita. Maaf Allah lebih utama daripada maaf manusia.

Jatuh pada Lubang yang Sama
Ketika kita berjalan di sebuah jalan, lalu kita terjatuh pada suatu lubang, maka saat itu kita kurang berhati-hati. Keesokan hari, kita berjalan lagi di jalan itu, lalu kita jatuh lagi pada lubang yang sama, maka kita adalah orang yang tidak berhati-hati. Keesokan harinya lagi, kita berjalan di jalan itu, lalu kita jatuh lagi, maka kita adalah orang yang tidak mau berhati-hati. Sudah tahu di jalan itu ada lubang, ternyata masih jatuh pada lubang yang itu-itu juga.

Ini ilustrasi tentang orang bersalah pada kesalahan yang itu-itu juga. Salah, tobat. Salah, tobat lagi. Salah, tobat lagi. Demikian gambarannya. Yang disesalkan adalah kesalahannya adalah kesalahan yang kemarin dilakukan. Apakah disebut orang salah yang terbaik orang yang seperti ini sebagaimana yang Rasulullah jelaskan? Hm, mudah-mudahan Allah menerima tobat orang seperti ini. Asal, di hatinya tidak ada kesengajaan berbuat kesalahan yang sama.

Nah, sekarang tidak usah kita repot-repot membahas orang seperti ini. Yang paling penting adalah mari kita pelajari apa itu tobat dan bagaimana tobat yang benar? Lalu, mari kita aplikasikan.

Tobat yang Benar
Tobat merupakan kata serapan dari Bahasa Arab yang berasal dari kata tāba – yatūbu – tauban wa taubatan, artinya kembali. Menurut Imam Ali ibnu Muhammad al-Jurjaniy, dalam kitabnya At-Ta’rifat, menyebutkan bahwa tobat adalah:
اَلرُّجُوْعُ إِلَى اللهِ بِحَلِّ عُقْدَةِ الإِصْرَارِ عَنِ الْقَلْبِ ثُمَّ الْقِيَامُ بِكُلِّ حُقُوْقِ الرَّبِّ
“Kembali kepada Allah dengan melepaskan ikatan dosa-dosa dari hati kemudian memenuhi segala hak Allah.”

Sedangkan menurut Ibnu Abbas, tobat yang benar (taubatan nashūha) adalah:
اَلنَّدَمُ بِالْقَلْبِ، وَالْإِسْتِغْفَارُ بِاللِّسَانِ، وَالْإِقْلاَعُ بِالْبَدَنِ، وَالْإِضْمَارُ عَلَى أَنْ لاَ يَعُوْدُ
“Menyesal dengan hati, meminta ampun dengan lisan, membuktikan dengan badan (amal), dan mengazamkan untuk tidak mengulanginya lagi.” (al-Jurjani, al-Aqsha: 68).

Dari definisi tersebut, jelas bahwa tobat yang benar itu adalah yang tidak jatuh pada kesalahan terus menerus secara sengaja apalagi pada kesalahan yang sama. Sekali terjatuh, segera tobat dan berazam tidak mengulanginya. Demikian seterusnya.

Yang tidak kalah penting, Rasulullah menasehatkan kepada umatnya yang direpresentasikan kepada Mu'adz bin Jabal dengan sabdanya:
اِتَّقِ اللَّهِ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعْ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ الناس بِخُلُقٍ حَسَنٍ
“Bertakwalah kamu kepada Allah, ikuti kesalahan dengan kebaikan niscaya (kebaikan itu) akan menghapusnya, dan berakhlaklah kepada manusia dengan akhlak yangbaik!” (H.R. Tirmidzi).

Perhatikan kalimat yang digaris bawah dan ditebalkan! Itu dia kunci dari tobat selain tidak mengulangi kesalahan untuk yang kedua kali. Menebus kesalahan dengan giat berbuat baik. Dengan begitu, kesalahan pun akan segera Allah hapuskan. Layaknya coretan pulpen di kertas, lalu jika ada yang salah tulis, kita gunakan tipe-x untuk menghapusnya kemudian menulis huruf, kata atau kalimat yang benar di atas tipe-x tersebut. Maka, hasilnya kertas tetap bersih dan tulisan pun sesuai keinginan.

Muhasabah Diri
Setelah kita membahas tentang fitrah manusia yang tidak pernah luput dari salah dan lupa, macam-macam dosa dan tobat yang benar, mari kita bermuhasabah terhadap diri kita masing-masing.
S Apakah kita sudah bersih dari dosa?
S Jika kita pernah atau masih banyak dosa, dosa manakah yang kita lakukan?
S Apakah dosa kita sudah ditobati?
S Apakah kita sudah menebus dosa kita dengan giat melakukan kebaikan?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut layak ditanyakan kepada diri kita masing-masing. Kita tidak usah dan memang tidak pantas mempertanyakan hal tersebut kepada orang lain. Baiknya dijawab oleh diri sendiri saja. Sibuk dengan dosa dan kesalahan orang lain bukan membuat kita menjadi mawas diri. Justru kita akan semakin lupa dengan diri kita.

Jika jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut positif, alhamdulillah semoga kita termasuk orang yang bersih dari dosa. Jika jawabannya negatif, mari kita bersihkan dosa-dosa dalam diri kemudian melakukan “reboisasi” agar hati bersih kembali.

Penutup
Akhirnya, hanya kepada Allah lah kita memohon bimbingan agar tidak terjerumus pada kesalahan berulang kali. Dan, ketika kesalahan itu dilakukan, mari segera bertobat, istighfar, dan menebusnya dengan giat melakukan kebaikan-kebaikan. Selain itu, mari lakukan perubahan sikap. Tidak usah sibuk dengan aib orang lain, tapi sibuklah mengurus aib diri kita sendiri.

Rasulullah saw. bersabda:
طُوبى لمنْ شَغَلَهُ عَيبُهُ عَنْ عُيُوبِ النّاسِ
“Berbahagialah orang yang sibuk dengan aib diri sendiri daripada mengurusi aib orang-orang” (H.R. Ahmad, Ibnu Hibban, Thabrani, Hakim).


0 komentar:

Posting Komentar

Mari meraih kebaikan dengan berbagi. Tinggalkan komentarmu kawan...