Dengan
mengendarai Kijang Merah Ati, saya dan dua rekan di Tim Sosial Ekonomi (Sosek) PD
Persatuan Islam Kota Tasikmalaya, meralisasikan salah satu program Sosek yaitu ta’ziyah
dalam hal ini menjenguk ikhwah yang sakit.
Rencana
pukul 14.00 kami berangkat. Namun karena ada sesuatu hal, sekitar pukul 14.30
kami baru start.
Tujuan
kali itu adalah menjenguk tiga orang yaitu Bapak Enceng sebagai Ketua PC
Persatuan Islam Tamansari, Istri Ustadz Abu Farhan, dan Bapak Ukar Tokoh
Persatuan Islam di daerah Sukamaju.
Bapak
Enceng, kondisinya masih sakit di kaki. Katanya, hampir dua minggu sakitnya
terasa. Awalnya ia memaksakan diri untuk berkebun dan memanen singkong di
kebunnya. Maklum, beliau adalah petani singkong sekaligus berkreasi membuat kripik
singkong yang kemudian ia sendiri yang menajajakannya di pasar.
Seluruh
hasil panen singkong, kira-kira satu karung besar, dipikulnya sendiri. Salah
satu sahabatnya menyarankan agar dibawa pake roda saja biar lebih ringan dan
cepat. Namun beliau keukeuh memikulnya sampai rumah.
Akhirnya,
sesampai di rumah ia mulai merasakan ngilu di kaki bagian kanannya. Dari situlah
sakitnya dimulai. Dan, sampai saat kemarin kami menjenguk ia masih merasakan
sakit di kakinya. Pada akhirnya sudah hamir satu minggu ia tidak masuk kerja. Maksudnya,
tidak memproduksi kripik singkong untuk dijajakan di pasar. Namun, ketika kami
berkunjung ke rumahnya, istrinya sedang memproduksi kripik singkong pesanan.
Taziyah
selanjutnya adalah menjenguk Ibu Nining, istrinya ustadz Abu Farhan. Ustadz Abu
Farhan yang nama aslinya Suherman Hidayat, merupakan staf pengajar di Pesantren
Persatuan Islam 7 Cempakawarna Kota Tasikmalaya.
Ibu
Nining sudah tiga bulanan rebah. Kakinya patah. Menurut cerita dari Ustadz Abu
Farhan, kejadian awalnya sewaktu di Semarang. Waktu itu, Ibu Nining hendak
turun adri sebuah bis. Namun, belum pun kakinya berpijak di tanah, bis itu
sudah melaju kencang. Akhirnya ia terjatuh dan kakinya didiagnosa patah oleh
dokter. Hm, sekarang lagi musim-musimnya human error. Kita harus tetap
waspada.
Untuk
taziyah terakhir, kami menuju kediaman Bapak Ukar. Beliau terkena sakit orang
tua. Lemah berbaring di kasur sederhana di belakang ruang tamu. Usianya sudah
mencapai angka 90. Subhanallah, sudah cukup lansia.
Begitu
kami datang, beliau menatap dengan tatapan seolah hampa. Mungkin bertanya-tanya,
siapa ketiga orang ini. Maka, Ustadz H. Asep nasrudin,SE mengenalkan bahwa kami
adalah Tim dari Sosek PD Persatuan islam Kota Tasikmalaya yang sedang menjalankan
tugas.
Aku
mencoba membuka memorinya. “Emut keneh ka abdi, Bapak? Abdi Yusuf. Anu sok
ngisi pangaosan”, demikian tanyaku. Ia masih tidak bergeming. Mulutnya seolah
dihimpit batu besar.
Namun,
di tengah-tengah kami berbincang dengan keluarganya. Bapak Ukar seskali
bersuara. Ternyata ia masih sadar. Kami pun menyambut ucapan lemahnya itu
sembari melemparkan senyuman.
Ketika
kami berpamitan, segruk beliau menagis. Kamin menerka apa yang saat ini
sedang dirasakan hatinya. Batinnya bergejolak saat itu. Masya Allah, saya tidak
tega menyaksikannya. Langkah pun gontai menuju pintu keluar, beriring batin berempati.
Ternyata, sekuat-kuatnya manusia, jika sudah tua ya seperti itulah keadaannya. Subhanallah...
Pelajaran
Berharga
Ada
beberapa pelajaran yang kami dapatkan selama perjalan dinas tersebut.
1.
Laba Besar
Memberi
manfaat untuk umat itu sangat membahagiakan hati. Meskipun materi, fisik dan
waktu kami habis seolah begitu saja tanpa ada keuntungan buat kami. Namun, pada
hakikatnya justru di sini kami mendapatkan laba besar, yaitu kebahagiaan dan
pahala di sisi Allah, āmīn.
2.
Menjadi Entrepreneur
Selama
di perjalanan, kami berbincang banyak. Perbincangan lebih banyak seputar
bisnis. Maklum, kedua rekan kami di Tim Sosek tersebut adalah pebisnis. H. Asep
seorang penjual alat-alat kesehatan yang laba bersih per bulannya skitar Rp 10
juta. Dan, yang satunya lagi, Halim, adalah pegiat bordier yang cukup banyak
ordernya. Sedangkan saya, masih pemula bergelut dalam bisnis.
Satu
kesimpulan yang saya dapatkan dari perbincangan kami yaitu lebih enak
menjadi entrepreneur daripada jadi pegawai. Hidup bebas, tidak berada di
bawah telunjuk orang lain. Selain itu, semangat silaturahmi dengan relasi bisa
terjadi dan itu kunci rezeki yang Rasulullah ajarkan.
Fluktuasi
cashflow pun menjadi wasilah
pengamalan ajaran sabar dan syukur. Jika sedang untung, apalagi melimpah, maka
kita bisa bersyukur yang salah satu manfestasinya adalah zakat, infaq dan shadaqah.
Jika sedang rugi, maka ajaran sabar bisa menjadi solusi.
Pada
intinya, menjadi entrepreneur adalah ajaran Nabi yang 14 abad silam diteladakan
dan diperintahkan langusng oleh Beliau. Kata Rasulullah, sembilan dari sepuluh pintu
rezeki adalah perdagangan (bisnis, entrepreneurship). Maka, menjadi
entrepreneur adalah bukti cinta kepada Nabi saw..
3.
Komparasi Musibah
Kebetulan,
saya dan Kang Halim, ketika ikut dalam realisasi program Sosek tersebut sedang
mersa tidak enak badan. Saya sedang sakit kepala dan Kang Halim sedang flu disertai
batuk.
Ternyata,
setelah menyaksikan ketiga orang yang kami jenguk, terutama Bapak Ukar, kami
akhirnya mash bisa bersyukur dengan kondisi yang saat itu kami alami. Oleh karena
itu, ada satu pelajaran berharga mengenai hal ini. Jika sedang sakit, ingatah
bahwa yang sakit itu bukan hanya kita. Masih banyak orang lain yang juga sedang
sakit bahkan sakitnya lebih parah dari kita.
Dengan
menanamkan sikap sepeti ini, insya Allah kita akan menghindari keluhan
berlebihan. Kita harus bersyukur, masih seperti sakitnya. Orang lain mah,
masya Allah ada yang lebih hebat rasa sakitnya. Dan, ingat bahwa syukur itu
akan menambah nikmat. Orang yang sakit kemudian bersyukur, maka nikmat sehatnya
akan bertambah. Ini pasti!
Tasikmalaya, Sabtu, 26 Mei
2012
0 komentar:
Posting Komentar
Mari meraih kebaikan dengan berbagi. Tinggalkan komentarmu kawan...