Minggu, 27 Mei 2012

Tiga Pelajaran dari Taziyah kepada Orang Sakit

Dengan mengendarai Kijang Merah Ati, saya dan dua rekan di Tim Sosial Ekonomi (Sosek) PD Persatuan Islam Kota Tasikmalaya, meralisasikan salah satu program Sosek yaitu ta’ziyah dalam hal ini menjenguk ikhwah yang sakit.

Rencana pukul 14.00 kami berangkat. Namun karena ada sesuatu hal, sekitar pukul 14.30 kami baru start.

Tujuan kali itu adalah menjenguk tiga orang yaitu Bapak Enceng sebagai Ketua PC Persatuan Islam Tamansari, Istri Ustadz Abu Farhan, dan Bapak Ukar Tokoh Persatuan Islam di daerah Sukamaju.


Bapak Enceng, kondisinya masih sakit di kaki. Katanya, hampir dua minggu sakitnya terasa. Awalnya ia memaksakan diri untuk berkebun dan memanen singkong di kebunnya. Maklum, beliau adalah petani singkong sekaligus berkreasi membuat kripik singkong yang kemudian ia sendiri yang menajajakannya di pasar.

Seluruh hasil panen singkong, kira-kira satu karung besar, dipikulnya sendiri. Salah satu sahabatnya menyarankan agar dibawa pake roda saja biar lebih ringan dan cepat. Namun beliau keukeuh memikulnya sampai rumah.

Akhirnya, sesampai di rumah ia mulai merasakan ngilu di kaki bagian kanannya. Dari situlah sakitnya dimulai. Dan, sampai saat kemarin kami menjenguk ia masih merasakan sakit di kakinya. Pada akhirnya sudah hamir satu minggu ia tidak masuk kerja. Maksudnya, tidak memproduksi kripik singkong untuk dijajakan di pasar. Namun, ketika kami berkunjung ke rumahnya, istrinya sedang memproduksi kripik singkong pesanan.

Taziyah selanjutnya adalah menjenguk Ibu Nining, istrinya ustadz Abu Farhan. Ustadz Abu Farhan yang nama aslinya Suherman Hidayat, merupakan staf pengajar di Pesantren Persatuan Islam 7 Cempakawarna Kota Tasikmalaya.

Ibu Nining sudah tiga bulanan rebah. Kakinya patah. Menurut cerita dari Ustadz Abu Farhan, kejadian awalnya sewaktu di Semarang. Waktu itu, Ibu Nining hendak turun adri sebuah bis. Namun, belum pun kakinya berpijak di tanah, bis itu sudah melaju kencang. Akhirnya ia terjatuh dan kakinya didiagnosa patah oleh dokter. Hm, sekarang lagi musim-musimnya human error. Kita harus tetap waspada.

Untuk taziyah terakhir, kami menuju kediaman Bapak Ukar. Beliau terkena sakit orang tua. Lemah berbaring di kasur sederhana di belakang ruang tamu. Usianya sudah mencapai angka 90. Subhanallah, sudah cukup lansia.

Begitu kami datang, beliau menatap dengan tatapan seolah hampa. Mungkin bertanya-tanya, siapa ketiga orang ini. Maka, Ustadz H. Asep nasrudin,SE mengenalkan bahwa kami adalah Tim dari Sosek PD Persatuan islam Kota Tasikmalaya yang sedang menjalankan tugas.

Aku mencoba membuka memorinya. “Emut keneh ka abdi, Bapak? Abdi Yusuf. Anu sok ngisi pangaosan”, demikian tanyaku. Ia masih tidak bergeming. Mulutnya seolah dihimpit batu besar.

Namun, di tengah-tengah kami berbincang dengan keluarganya. Bapak Ukar seskali bersuara. Ternyata ia masih sadar. Kami pun menyambut ucapan lemahnya itu sembari melemparkan senyuman.

Ketika kami berpamitan, segruk beliau menagis. Kamin menerka apa yang saat ini sedang dirasakan hatinya. Batinnya bergejolak saat itu. Masya Allah, saya tidak tega menyaksikannya. Langkah pun gontai menuju pintu keluar, beriring batin berempati. Ternyata, sekuat-kuatnya manusia, jika sudah tua ya seperti itulah keadaannya. Subhanallah...

Pelajaran Berharga
Ada beberapa pelajaran yang kami dapatkan selama perjalan dinas tersebut.

1. Laba Besar
Memberi manfaat untuk umat itu sangat membahagiakan hati. Meskipun materi, fisik dan waktu kami habis seolah begitu saja tanpa ada keuntungan buat kami. Namun, pada hakikatnya justru di sini kami mendapatkan laba besar, yaitu kebahagiaan dan pahala di sisi Allah, āmīn.

2. Menjadi Entrepreneur
Selama di perjalanan, kami berbincang banyak. Perbincangan lebih banyak seputar bisnis. Maklum, kedua rekan kami di Tim Sosek tersebut adalah pebisnis. H. Asep seorang penjual alat-alat kesehatan yang laba bersih per bulannya skitar Rp 10 juta. Dan, yang satunya lagi, Halim, adalah pegiat bordier yang cukup banyak ordernya. Sedangkan saya, masih pemula bergelut dalam bisnis.

Satu kesimpulan yang saya dapatkan dari perbincangan kami yaitu lebih enak menjadi entrepreneur daripada jadi pegawai. Hidup bebas, tidak berada di bawah telunjuk orang lain. Selain itu, semangat silaturahmi dengan relasi bisa terjadi dan itu kunci rezeki yang Rasulullah ajarkan.

Fluktuasi cashflow pun menjadi wasilah pengamalan ajaran sabar dan syukur. Jika sedang untung, apalagi melimpah, maka kita bisa bersyukur yang salah satu manfestasinya adalah zakat, infaq dan shadaqah. Jika sedang rugi, maka ajaran sabar bisa menjadi solusi.

Pada intinya, menjadi entrepreneur adalah ajaran Nabi yang 14 abad silam diteladakan dan diperintahkan langusng oleh Beliau. Kata Rasulullah, sembilan dari sepuluh pintu rezeki adalah perdagangan (bisnis, entrepreneurship). Maka, menjadi entrepreneur adalah bukti cinta kepada Nabi saw..

3. Komparasi Musibah
Kebetulan, saya dan Kang Halim, ketika ikut dalam realisasi program Sosek tersebut sedang mersa tidak enak badan. Saya sedang sakit kepala dan Kang Halim sedang flu disertai batuk.

Ternyata, setelah menyaksikan ketiga orang yang kami jenguk, terutama Bapak Ukar, kami akhirnya mash bisa bersyukur dengan kondisi yang saat itu kami alami. Oleh karena itu, ada satu pelajaran berharga mengenai hal ini. Jika sedang sakit, ingatah bahwa yang sakit itu bukan hanya kita. Masih banyak orang lain yang juga sedang sakit bahkan sakitnya lebih parah dari kita.

Dengan menanamkan sikap sepeti ini, insya Allah kita akan menghindari keluhan berlebihan. Kita harus bersyukur, masih seperti sakitnya. Orang lain mah, masya Allah ada yang lebih hebat rasa sakitnya. Dan, ingat bahwa syukur itu akan menambah nikmat. Orang yang sakit kemudian bersyukur, maka nikmat sehatnya akan bertambah. Ini pasti!

Tasikmalaya, Sabtu, 26 Mei 2012

0 komentar:

Posting Komentar

Mari meraih kebaikan dengan berbagi. Tinggalkan komentarmu kawan...