Sobat, di sela-sela ngobrol at Penulis Antologi - Griya Kinoysan, kudapati sebuah makalah yang ditulis oleh Aveus Har. Makalah ini memotivasi kita agar menjadi penulis yang huebat pokoke.
Nulis itu susah-susah gampang loh. Susah bagi yang tidak memulai dan gampang bagi kamu yang benar-benar berani meluncur deras. Rumusannya adalah BISA karena TERBIASA. TERBIASA karena DIBIASAKAN. DIBIASAKAN awalnya adalah PAKSAAN DIRI. Lebih tepatnya sih PANGGILAN DIRI.
Langsung saja kita susuri, yuk...!!!
Sebagian penulis tampaknya begitu mudah menghasilkan karya dan dimuat/diterbitkan hanya sekali (atau beberapa kali) menulis. Sebagian mencoba dengan semangat empat lima—menulis sekali atau beberapa kali—dan ditolak, lalu menyerah—dengan berbagai dalih. Sebagian tahu dia tidak sehebat penulis smart-smart itu, namun teguh meniti jalannya: jalan seorang penulis yang tidak smart-smart amat.
Sebagian (semoga semua) dari peserta pelat pulpen ini, semoga menjadi golongan pertama. Jika ada sebagian kecil yang tidak sehebat itu, semoga tidak memilih jalan ke dua—menyerah. Jalan yang sangat mudah—katakan saja, kau tidak berbakat jadi percuma saja menulis—dan kau akan segera melupakan keinginanmu.
Bagaimana dengan jalan ke tiga? Salah satu guru terbaikku—Donatus Donatus A. Nugroho—dalam sebuah suratnya menulis: “Barangkali kau tidak berbakat. Tapi jika kau punya semangat seperti gunung hendak meletus, go ahead. Tak ada yang sia-sia.”
Dia benar. Tapi percayalah, ini adalah jalan terjal berliku. Jalan yang bisa membuatmu gila beneran.
***
Ada tiga hal yang aku cetak tebal dan akan bahas di sini. Meskipun kau yakin dirimu adalah golongan pertama, kurasa ini bisa menjadi ‘sekoci penyelamat’ jika ternyata kapalmu karam menabrak batu karang.
GUNUNG HENDAK MELETUS
Menjaga semangat seperti gunung hendak meletus membutuhkan kemauan keras dan dukungan. Bagiku, adalah:
Belajar dari Mak Lampir
Teguh dengan OBSESInya. Dia berobsesi mengalahkan Sembadra dan menguasai segalanya.
Punya RENCANA dan MELAKUKANNYA. Menyusun strategi dan menghadapi rintangan untuk menaklukkan impiannya.
TERTAWA ketika gagal. Tidak menyerah. Tidak menangis. Dan mengevaluasi kesalahannya.
Mencari lingkungan kreatif.
“Setiap calon cerpenis (menurutku berlaku juga pada penulisan non-cerpen—ave) pada dasarnya membutuhkan lingkungan kreatif yang baik karena lingkungan kreatif tsb benar-benar berpengaruh secara signifikan pada karya mereka dan terutama pada masa depan kepenulisan mereka.” (Agus R. Sarjono, dlm pengantar buku ‘Kupu-Kupu dan Tambuli’, DKJ & Forum Lingkar Depok dan sekitarnya, Februari 06).
Ngobrollah dengan penulis. Masuklah pada komunitas penulis. Tapi, jangan terperangkap kotak!
GO AHEAD
Berjuanglah dengan segala keterbatasan kita. Bagiku adalah:
Jadi perantara, bukan hakim gagasan.
Hakim Gagasan
Aku seorang hakim gagasan.
Ketika ia datang dan mengetuk pintu,
Kumengira apa yang kan ia beri
Layakkan ia melintasi ruang dan waktu imaji?
Padahal tahu apa aku
Akan seperti apa ia menjadi
Sebelum gagasan itu mengalir
Dan terus mengalir
Hingga usai menjadi bentuk utuh?
Tidak memusingkan teori
Terlalu banyak teori bisa membunuhmu! Kau akan takut salah atau kau akan kecanduan teori—selalu mencari teori tanpa pernah mempraktekkannya. Jika kau ingin menjadi ksatria, bertempurlah dengan senjata yang kau punya. Carilah senjata pelengkap lain sembari bertempur. Jika kau selalu menunggu hingga kau mempunyai semua senjata, barangkali kau tidak akan pernah bertempur.
Jujur
Mulailah menulis dengan apa yang kau tahu: dirimu, lingkunganmu, pikiranmu. Jika kau merasa semua itu tidak menarik, ingatlah untuk tidak menjadi hakim gagasan!
TAK ADA YANG SIA-SIA
Percayalah, jika yang kita lakukan adalah untuk kebaikan, kenapa harus ragu? Bagiku adalah:
Menjadi pemberondong, bukan snipper.
Tembakan peluru sebanyak mungkin pada satu target.
Makan kritik seperti keripik.
Makan keripik bikin ketagihan. Biarkan karyamu dikritik. Jangan takut terlihat bodoh. Tapi pilihlah keripik yang renyah—yang tidak hanya mengkritikmu, tapi juga memberikan masukan yang membangun.
Tak harus sempurna. Semua berproses.
Jangan berpikir bahwa kau harus melakukannya dengan sangat baik. Tidak ada yang sempurna. Yang penting kita melakukan itu dengan maksimal. Hargai proses dan bukan hasil.
Tentang Penulis
Aveus Har adalah penulis yang tidak lebih hebat dari Anda. Tidak smart-smart amat namun tidak mau menyerah dan ingin belajar dari siapa pun—termasuk dari Anda. Banyak tulisannya yang telah dipublikasikan—namun lebih banyak yang harus puas mengisi tempat sampah redaktur. Bekerja sebagai pedagang mie ayam di trotoar depan puskesmas wiradesa sembari bermimpi menjadi pengusaha.
0 komentar:
Posting Komentar
Mari meraih kebaikan dengan berbagi. Tinggalkan komentarmu kawan...