Ketika
sebuah lampu berbahan bakar minyak tanah habis minyaknya, maka api yang muncul
dari sumbu akan padam. Ketika bensin habis dalam tank sebuah motor, maka motor
tersebut tidak bisa melaju. Saat HP low bate, maka jangankan menelpon,
lihat-lihat foto saja tidak bisa. Demikian ilustrasi bagi hidup manusia. Jika “bensin”
sudah habis, maka habis pulalah riwayat hidup manusia di alam dunia.
Ya,
mati merupakan salah satu episode yang mau tidak mau akan dialami makhluk yang
bernyawa termasuk manusia. Allah swt. berfirman:
كُلُّ
نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ثُمَّ إِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
“Setiap
yang bernyawa itu akan mengalami kematian. Kemudian kalian akan dikembalikan
kepada Kami” (Q.S. al-‘Ankabut
[29]: 57).
Mati:
Gerbang Akhirat
Mati
bagi manusia merupakan gerbang menuju kampung akhirat. Setelah mati, urusan
belum berakhir. Manusia harus bersiap-siap untuk diperhitungkan amal-amalnya
selama di dunia. Jika amalnya baik dan benar, insya Allah akibat yang akan
didapat di akhrat akan baik, menyenangkan dan membahagiakan.
Oleh
karena itu, untuk memasuki gerbang akhirat ini (mati), kita harus benar-benar
dan serius menyiapkan bekal. Bekal itu bernama amal. dan, bekal terbaik menurut
al-Quran aalah ketkawaan. Ketakwaan itu wujudnya banyak. Menjaga shalat adalah
takwa. Zakat, infaq dan sedekah dalah takwa. Shaum adalah takwa. Beristighfar adalah
takwa. Menahan amarah dan memaafkan orang adalah takwa.
Dua
Macam Mati
Mati
itu ada dua macam, yaitu mati mustarihun dan mati mustarahun. Mustarihun
berarti mati istirahat. Maksudnya, orang yang mati akan beristirahat dari
penatnya dunia. Ia merasa nyaman di alam barzah. Orang ini adalah orang-orang
saleh yang aqidahnya kuat, ibadahnya benar dan akhlaknya mulia.
Mustarahun
berarti diistirahatkan. Maksudnya, masyarakat yang ditinggal mati
diistirahatkan dari buruk kelakuan di mayat. Ini adalah kematian yang akan
dialami oleh orang yang jahat, mengganggu masyarakat, dan akhlaknya bejad.
Mau
pilih yang mana kita?
Ada
perkataan seorang ulama yang menarik. Begini perkataannya:
“Ketika engkau
terlahir, engkau menangis. Tetapi, mereka tertawa (bahagia). Maka, beramallah untuk
suatu hari dimana engkau tertawa (bahagia) dan mereka semuanya menangis”.
Perkataan tersebut
sungguh indah. Ketika terlahir, kita menangis dan orang di sekitar tertawa
bahagia. Ketika mati kita tertawa bahagia dan orang di sekitar menangis. Inilah
gambaran mati mustarih. So, untuk menggapai mati mustarih kita perlu
berbekal dengan amal yang benar. selain itu, orientasi hdiup kita bukanlah
duniawi tapi ukhrawi, hanya karena Allah.
0 komentar:
Posting Komentar
Mari meraih kebaikan dengan berbagi. Tinggalkan komentarmu kawan...