Seperempat
jam, pukul 08.00 – 08.15, anak-anak dibimbing Tahfizh al-Quran olehku. Kegiatan
ini memang program yang diselenggarakan MI Persis Cempakawarna Kota
Tasikmalaya.
Waktu
itu, saya mendidik anak-anak untuk menghafal Surat asy-Syams ayat satu sampai
lima. Alhamdulillah 75 % anak-anak sudah hafal sesuai intruksi saya.
Di
sela-sela muraja’ah, ada pemandangan yang mengesankan. Dua orang anak sedang
konflik. Konflik yang wajar menurut saya. Akibatnya, ada salah seorang yang
menangis tersedu.
Dalam
konflik yang kian memanas itu, sang Kepala Kelas yang bernama Norman Binar Parky,
melerai dengan gayanya yang unyu. Kepalanya menatap ke wajah yang satu sambil
ucap kata-kata. Entah apa yang ia ucapkan. Kemudian ia pun menatap siswa yang
satu lagi. Pun ia berucap sesuatu.
Setelah
itu, dengan gayanya yang unyu, ia memegang tangan kanan masing-masing. Kemudian
ia buat mereka bersalaman. Ia belum mau melepaskan kedua tangan mereka.
Sepertinya ia memberi nasehat agar mereka berdamai.
Dan,
ternyata mereka pun benar berdamai. Meski salah satu di antara mereka masih
terisak dan menyeka air matanya dengan lengan kirinya.
Ini
adalah kecerdasan menurut saya. Kecerdasan emosional, kecerdasan leadership,
kecerdasan interpersonal, dan kecerdasan spiritual yang melebur menjadi satu.
Sebagai
guru, saya harus mampu mengangkat dan mengungkit anak agar mengembangkan
kecerdasannya masing-masing. Semua anak saya pandang unik dan hebat. Tidak ada
anak yang bodoh. Karena, bodoh itu sebenarnya label yangh diarahkan untuk ranah
IQ. Jika berbicara IQ, ya… tentunya setiap anak berbeda-beda. Maka, standarkan
penilaian pada apa yang disebut Howard Gardener sebagai Multiple Intelligence
atau kecerdasan multi.
0 komentar:
Posting Komentar
Mari meraih kebaikan dengan berbagi. Tinggalkan komentarmu kawan...