Adalah
sebuah kewajaran ketika seseorang mengemban amanah kepemimpinan, dalam hal ini
kepemimpinan dalam urusan Negara, kemudian ia memiliki harta yang cukup banyak.
Karena, memang ada timbale balik dari rakyat untuk para pengemban amanah
(jabatan) tersebut berupa uang gaji pokok dan dana-dana lainnya sesuai prosedur
atau regulasi.
Namun,
percayakah Anda ketika ada seorang pengemban amanah rakyat, katanlah seorang
gubernur, yang fakir? Saya kira, untuk menjawab, “Ya, percaya!”, Anda harus
berpikir dan mengolah informasi terlebih dahulu. Sulit untuk percaya jika ada
seorang gubernur yang fakir. Iya kan? Awalnya saya juga begitu. Setelah
menyimak dan membaca, ternyata benar ada seorang gubernur yang benar-benar
fakir.
Siapakah
gubernur yang fakir tersebut? Jika Anda penasaran, silahkan lanjutkan membaca!
Sa’id
bin Amir al-Jumahi. Itulah nama gubernur yang sedang kita bahas. Gubernur yang
fakir, gubernur yang menyia-nyiakan kenikmatan dan kesenangan dunia. Padahal,
kesempatan itu ada di depan mata dan itu halal baginya.
Alkisah,
Sa’id bin Amir masuk Islam setelah berhari-hari ia dihantui baying-bayang
“pesta” pembunuhan sahabat nabi yang bernama Khubaib. Disaksikan kafir-kafir
Quraisy dari anak-anak sampai para pembesar Quraisy, termasuk Sa’id bin Amir
yang mendapat penghormatan sebagai VIP alias Very Important Person
(orang yang sangat penting), Khubaib diarak ke hadapan kaum kafir Quraisy yang
meneriakinya, memakinya, dan menghinanya. Sebelum dieksekusi, Khubaib meminta
izin untuk mendirikan shalat dua rakaat. Sa’id menyaksikan Khubaib dengan
seksama. Selepas shalat, Khubaib pun disalib oleh algojo pilihan kafir-kafir
Quraiys.
Tubuh
Khubaib dimutilasi hidup-hidup. Darah segar mengalir deras. Salah satu algojo
menawarkan, “Apakah kamu ingin Muhammad menjadi penggantimu dan kamu selamat?”
“Demi
Allah, saya tidak sudi bersenang-senang berkumpul bersama istri dan anak,
sedangkan Muhammad tertusuk duri”. Demikian tandasnya tegas.
“Ya Allah, ya Tuhan kami! Hitunglah mereka dan
bunuhlah mereka satu per satu. Janganlah Engkau tinggalkan satu pun dari
mereka!” lanjut Khubaib. Doa ini terdengar jelas oleh Sa’id bin Amir al-Jumahi.
Berselang
lama, selepas “pesta” pembunuhan Khubaib, berhari-hari Sa’id dihantui
baying-bayang Khubaib. Ia teringat ketika Khubaib shalat, dimutilasi
hidup-hidup dan ia masih ingat ucapan dan doa Khubaib. Ia resah dan gelisah.
Dalam
keadaan itu, Allah melapangkan dada Sa’id. Sa’id pun hanyut dalam kontemplasi
tingkat tinggi. Dan, akhirnya Allah memberinya hidayah Islam. Sa’id masuk
Islam.
Sa’id
memproklamirkan keislamanya di depan khalayak banyak. Ia tidak takut akan
ancaman yang mungkin akan ia dapatkan dari kafirin Quraisy seperti halnya
Khubaib.
Waktu
pun berlalu. Singkat cerita, Rasulullah saw. wafat. Kemudian Beliau digantikan
oleh Abu Bakar. Abu Bakar wafat, dan ia digantikan oleh Umar bin Khathab.
Umar
sebagai Amirul Mu`minin (pemimpin orang-orang beriman) mengajak Sa’id untuk
membantunya mengurus negara-negara hasil ekspansi (perluasan) wilayah Islam.
Umar menunjuk Sa’id sebagai gubernur di Himsh yang terkenal dengan Kuwaifah
bentuk kecil dari Kuffah.
“Hai
Umar! Aku ingatkan dirimu terhadap Allah. Janganlah engkau menjerumuskanku ke
dalam fitnah!” tegas Sa’id.
Umar
pun marah dan menimpal, “Celakalah kalian! Kalian menaruh urusan negara ini di
atas pundakku. Lalu, kalian berlepas diri dariku. Demi Allah, aku tidak akan
melepaskanmu”.
Akhirnya,
Sa’id resmi menjadi Gubernur Himsh. Sebelum berangkat ke Himsh, Umar memberinya
gaji pertama. Namun, ia menolaknya dengan alas an pemberian dari baitul Mal
saja sudah melebihi kebutuhannya.
***
Lama
berselang, suatu hari rakyat Hims mengutus beberapa orang kepada Amirul
Mu`minin. Salah satu isi pertemuan, Umar meminta data nama-nama fakir di Himsh
untuk diberi kompensasi penutup kebutuhan.
Mereka
pun menyodorkan data kaum fakir Himsh. Umar membacanya teliti. Umar terperangah
ketika pandangannya sampai pada sebuah nama yang sepertinya ia kenal baik.
Sa’id bin Amir. Ya, dalam data orang fakir Himsh terdapat naman Sa’id bin Amir.
“Siapa
gerangan Sa’id bin Amir ini?”, Umar mengklarifikasi.
“Gubernur
kami”, tegas para utusan.
“Gubernur
kalian fakir?” Umar kaget luar biasa.
“Benar
wahai AMirul Mu`minin. Dan, demi Allah, sudah beberapa hari ini di rumahynya
tidak ada api”, tandas para utusan.
Umar
pun menangis mendengar jawaban bahwa Sang Gubernur Himsh, Sa’id bin Amir,
adalah seorang yang fakir. Kemudian Umar mengambil 1.000 dinar dan
memasukkanyya ke dalam sebuah kantong. Perlu diingat, 1 dinar sama dengan 4,25
gram emas. Jadi, 1.000 dinar sama dengan 4.250 gram. Mau tahu berapa jika
dikonversi ke rupiah? Jika 1 gram emas dihargai Rp 512.000, maka 1.000 dinar
(4.250 gram) berarti Rp 2,176 Milyar. Wow… Subhanallah. Besar sekali ya?
***
“Inna
lillahi wa inna iaihi raji’un…!” Sa;id terperanjat dan segera menjauh begitu
kantong yang diberikan para utusan Himsh berisi 1.000 dinar.
“Ada
apa wahai Sa’id? Apakah Amirul Mu`minin wafat” Tanya istrinya yang juga kaget.
Sa`id
menjawab “ Bahkan lebih besar dari itu”
“Apakah
orang? Muslim dalam bahaya?” Tanya istrinya lagi.
“Bahkan
lebih besar dari itu”, jawab Sa`id.
“Apa
yang lebih besar dari itu?”Tanya istrinya penasaran.
Sa`id
menjawab,” Dunia telah memasuki diriku untuk merusak akhiratku. Dan fitnah
telah datang ke rumahku”.
“Bebaskanlah
dirimu darinya!” Istrinya menandas.
Apa
yang terjadi? Ternyata uang 1000 dinar tersebut Sa’id dan Istrinya bagikan ke
orang? Muslim yang fakir di Hims sedangkan Ia tidak mengambil sepeserpun.
Subhanallah…!
Dalam keadaan fakir seperti itu, Sa’id bin Amir merasa cukup dan bahagia.
Padahal sebagai Gubernur Ia berhak mendapatkan uang yang cukup banyak sebagai
timbale balik (gaji) dari pekerjaannya mengurus urusan kenegaraan. Ia punya
kesempatan untuk kaya dan kesempatan itu halal baginya. Tapi Ia lebih memilih
fakir dan tetap khidmat mengabdi pada Allah.
Pelajaran
Pemirsa
yang dirahmati Allah, apa yang dapat kita petik dari kisah ini? Setidaknya ada
beberapa hal yang harus kita pelajari dan diaplikasikan. Pelajaran tersebut
antara lain:
1.
Tidak ada yang mau menjadi pemimpin dalam skala kecil (jam’iyyah, dll.) maupun
skala besar (negara). Tetapi, jika amanah itu diberikan, maka kita harus
berupaya untuk mengembannya sekemampuan.
2.
Latihan meninggalkan “dunia” sebelum meninggal dunia.
3.
Berbagi harta selagi ada adalah perbuatan yang hebat. Namun, berbagi di kala
benar-benar membutuhkan adalah perbuatan yang sangat hebat.
4.
Kita harus merasa cukup atas rezeki yang diberikan Allah melalui pekerjaan atau
profesi kita. Sering-seringlah memerhatikan orang yang ada di bawah kita dalam
hal materi (harta, uang). Ini membuat kita lebih bersyukur, jika sadar tentunya.
5.
Bangunlah keluarga sakinah sepanjang masa yang salah satunya dengan menyamakan
pemahaman dalam agama dan dunia.
0 komentar:
Posting Komentar
Mari meraih kebaikan dengan berbagi. Tinggalkan komentarmu kawan...