Kamis, 07 Juli 2011

Jalan Perjuangan itu Terjal dan Berliku

Dia Bernama Mahabbah
Tidak ada yang bisa menghalangi air mengalir. Dibendung sekuat apapun, air akan selalu mencari jalan agar ia sampai di tujuan hidupnya, muara. Begitupun dengan mahabbah sebagai salah satu fitrah yang Allah hembuskan beriring dengan “kun fayakun”-nya Allah ketika menciptakan Adam. Mahabbah yang dilambangkan dalam bahasa Indonesia sebagai ”cinta” layakknya air yang selalu mengalir menuju muara kebahagiaan meskipun badai sedahsyat apapun bertubi-tubi menghadang. Mahabbah merupakan bensin penggerak kehidupan. Tanpanya kita tidak ada, tanpanya eksistensi sebagai manusia akan memudar.
Mari berilustrasi sejenak...
Kenapa sih kita makan?
Kan kita cinta tubuh kita?
Lalu, kenapa juga kita cinta tubuh?
Lah, kan tubuh ini kalau nggak dirawat termasuk tidak di-suply konsumsi, akan rusak sistem “alam badan”-nya. Pada akhirnya, lapar lah perut ini. Jika lapar terus dibiarkan, ya ujung-ujungnya akan ada kerusakan sistem imunitas, energi menjadi tersuruti. Jika begitu sakit akan mudah menjangkiti tubuh. Kalau sudah sakit, aktivitas akan terganggu. Padahal banyak agenda yang mesti direalisasi. Hufh, cape deh...!
Jadi, makan itu salah satu upaya agar eksistensi sebagai manusia tetap terjaga.
Loh, kenapa sih kita ingin eksist?
Ingat sobat, ada dua fungsi diciptakannya manusia, “Abdullah” dan “Khalifatullah”. Nah loh, kalau kita nggak eksist, apa mungkin dapat kita memenuhi dualisme amanah tersebut? Nggak, kan?
Maka, pelihara tubuh kita dengan sebaiknya, dan salah satunya adalah tawazunisasi kehidupan termasuk dalam konsumsi hidup.
Hufh, sudah terlalu jauh kita berbelok ya...? kembali ke laptop! He...
Ada ungkapan yang mengajarkan gombalisme ber-mahabbah, namun saya kira itu tidak berlebihan. Melihat, menyaksikan, meninjau, memerhatikan, dan memutuskan bahwa, mahabbah itu sesuatu yang perlu diperjuangkan. Sementara itu, perjuangan merupakan sebuah kebohongan jika tidak diringi pengorbanan. Dan, saya lebih senang jika hal ini diistilahkan dengan “mujahadah mahabbah”. Setuju atau tidak, itu urusanku! He, alay.com.
Ungkapan itu seperti ini bunyinya, “Demi cinta. Gunug kan kudaki. Lautan kan kuseberangi. Badai kan kulalui. Topan kan kulawan. Hujan kan kukalahkan. Panas kan kulumpuhkan”, dan “kan ku”-“kan ku” lainnya.
Gombal banget kan? Yupz, gombalnya kelihatan jelas dalam fisik atau materi perjuangannya. Emang bener mau nyeberangi laut? Kalau ternyata punya astma bagaimana? Hayo... Apa iya mau mendaki gunung? Lalu, yang punya sakit encok bagaimana? Hayo... materi emang terkesan gombal dan memang tidak terkesan gombal alias nyata. Setujukah Anda?
Nah sekarang kiat arahkan sudut pandang pada esensi ungkapan familiar tadi. Kita perhatikan, Baginda Rasulullah saw. saja, harus berlumuran darah ketika hendak hijrah ke negeri subur, Thaif. Mesti dicaci-maki, disebut sebagai si “majnun” oleh masyarakat yang saat itu “buta” arah pada saat berdakwah. Baginda Rasulullah saw. pun harus diboikot dan diembargo ekonominya selama kurang lebih tiga tahun. Baginda Rasulullah harus kehilangan umatnya karena disiksa dan digerayangi amarah Kubara (pembesar-pembesar) Quraisy. Tetapi apa yang kita tahu dari sejarah, Rasulullah sabar, tegar, kokoh menghadapi guncangan fisik dan mental tersebut. Apa motifnya? Tiada lain, demi cinta. Cinta kepada Allah dan cinta kepada umatnya. Maka, ending pun bersahabat dengan harapan dan cita-cita beliau.
Oleh karena itu, mari kita internalisasi mahabbah ke dalam diri kita. Kemudian kuncupkan dengan perbuatan yang nyata agar mahabbah yang dimiliki tidak terkesan gombal. Cinta kepada siapa? Ya secara global ada dua, cinta kepada agama (Allah dan Rasul-Nya) dan cinta kepada sesama makhluk (manusia dan penduduk alam raya). Yang paling pokok adalah proporsional alias ‘adil alias tawazun dalam porsinya.

Jalan Perjuangan itu Terjal dan Berliku
Sesuatu yang berharga selalu saja dijaga ketat oleh syarat, tantangan dan hambatan. Contoh kecil saja, ketika antum hendak membeli sepotong kue di toserba atau plaza, antum nggak bisa mencicipi terlebih dulu. Kan ada segel dan kemasan yang melindunginya dari “serangan” tangan-tangan jahil para pembeli. Mesti ada syarat jika antum ingin memlikinya. Apa? Ya, beli dong. Keluarkan duit sesuai bandrol yang ditawarkan. Nah, kalau sudah begitu, halal kan mau diapain juga?
Sebentar, apa kaitannya dengan bab mahabbah? Aneh ya yang nulis ini? He..
Begini kawan, seorang akhwat yang disegel dengan jilbab rapi, memenuhi standar syariat, lalu dipoles oleh aqidah yang kuat mengakar, dimanifestasikan dengan ibadah yang benar, dan dihiasi oleh akhlak yang mahmudah (terpuji), maka harga yang harus dibayar olehmu wahai para ikhwan, sangat-sangat mahal. Wani piro? He...
Eits, akhwat jangan dulu terbang ya...! Jika ada ikhwan yang shaleh yang  ilmunya intensif-ekstensif, aqidahnya salimah, ibadahnya terjaga, dan akhlaknya indah. Wah, berapapun materi yang disandingkan, tidak akan mampu mengimbangi takaran kualitas ikhwan tersebut. Wani piro? He..
Nah, sobat-sobat yang merindukan keluarga SAMARA alias keluarga Sakinah yang dibangun di atas Mawaddah dan Rahmah, perjuangan mendapatkan pendamping jihad itu sangat terjal dan berliku. Buat para mujahid-mujahidah mahabah yang nyalinya selayak kerupuk yang menjadi peot jika disapa angin sepoi sekalipun, nampaknya antum akan tereliminasi oleh hukum alam (baca: sunnatullah). Kenapa? Lah, masih banyak pejuang cinta, mudah-mudahan karena Allah dan di jalan Allah alias lillah wa fillah, yang bermental climber.
Sekali lagi, mujahadah mahabbah itu selalu dipenuhi oleh tantangan dan hambatan yang tiada henti. So, kokohkan langkahmu, kuatkan azammu, dan hebatkan dirimu untuk menempuh jalan perjuangan. Jalan perjuangan itu terjal dan berliku.
Secara global tantangan dan hambatan itu ada dua, internal dan eksternal. Internal berarti tantangan yang muncul dari dalam diri masing-masing dan eksternal berarti tantangan yang hadir dari luar diri kita.
Baiklah, ana uraikan tantangan dan hambatan perjuangan ini.

1. Tantangan Internal
Hal ini biasanya berupa rasa khawatir, takut, cemas, dan sebarek hal-hal negatif lainnya yang muncul dari dalam diri. Dan ini biasanya berobjek pada sesuatu yang belum real, belum nyata dan beum terjadi. Dalam bahasa hadits mah disitilahkan dengan “al-hamm” kecemasan terhadap sesuatu yang belum pasti terjadi. Misalnya cemas menghadapi calon mertua yang super killer atau khawatir kalau sudah nikah nanti mau makan apa, wong penghasilan tidak menentu. Misalnya juga, nanti kalau sudah nikah mau tinggal di mana? Padahal aku hanyalah seorang khadim saja, dan masih banyak contoh-contoh lain yang melukiskan sikap “al-hamm” tersebut.

2. Tantangan Eksternal
Adapula tantangan yang datang dari luar diri kita. Biar lebih nyaman kita namakan saja tantangan eksternal. Seperti apakah tantangan eksternal ini? Ana kira antum sudah lebih tahu deh daripada Ana. Jadi, selesai deh pembahasan mengenai hal ini. He...
Ada yang yang protes tuh, sembari bilang, “Ah... Akhi, lanjutkan! Jangan membuat mubham dong nanti mubayyin-nya macem-macem!”
“Lanjutin apa, Sob?”
“Aeh... Aeh... Lanjutin kawin aja lah...! Ya lanjutin pembahasannya dong...!”
“Ups, oke sobat! Ana lanjutkan...”
Sampai di mana kita? Jadi lupa. Oh ya, sampai di contoh tantangan eksternal.
Nah sobat, di antara contoh tantangan yang muncul dari luar diri kita adalah tidak sekufu dalam hal pemahaman, pihak keluarga yang tidak memberi restu, faktor ekonomi yang sering dijadikan black goat. Hah? Maksudku kambing hitam. Contoh lainnya, jarak tempur yang panjang membentang, bahkan orangnya sendiri yang terlalu over dapat berpotensi menjadi tantangan mujahadah. Bisa over-protective, bisa over-confiedence, bisa over-missing, bisa pula over-idealism. Jangan tersinggung ya kalau antum seperti itu, he.. Sesama pejuang jangan saling menyinggung, ya!

Kiat dan Nasehat Untuk Diri
Lalu, bagaimana menyikapi hal tersebut? Dari hati yang paling dalam dan tidak bermaksud untuk menggurui, ada beberapa hal yang mesti kita ikhtiarkan dalam menempuh mujahadah mahabbah ini.

1. Menikah dengan niat yang benar
Sudah dipahami oleh antum juga bahwa, niat itu menentukan kualitas dan nilai di hadapan Allah swt.. So, niatkan dengan benar bahwa perjuangan mencapai muara kebahagiaan dalam bingkai “baiti jannati” adalah lillah wa fillah, karena Allah dan di jalan Allah.
Jangan sampai seperti tiga orang ahli ibadah yang semua amalnya oleh Allah dinilai nihil. Orang pertama adalah pejuang yang mati syahid di medan perang, tapi Allah melemparnya ke apai neraka. Setelah diinvestigasi, ternyata motif perjuangannya adalah agar ia disebut “jariy” alias pahlawan. Orang kedua adalah seorang kaya raya yang menghabiskan hartanya untuk berjuang di jalan Allah. Sayang seribu sayang, Allah pun melemparnya ke dalam api neraka. Pasalnya, tujuan dari perjuangannya tersebut adalah agar ia dikenal sebagai seorang “jawwad” alias dermawan. Orang ketiga adalah pejuang ilmu. Waktunya ia habiskan untuk mencari ilmu dan belajar al-Quran. Namun, Allah pula lah yang menyuruh malaikat untuk menyeretnya ke dalam api neraka. Alasannya adalah amal yang ia lakukan semata-mata karena ingin mendapat sanjungan. Ia ingin disebut sebagai “al-‘alim”, orang berilmu dan “al-qari”, orang yang pandai baca Quran. Na’udzubillah min dzalik...

2. Menikah dengan orang yang benar
Salah satu langkah membangun “baiti jannati” adalah memilih dan memilah siapa yang akan dijadikan pendamping hidup. Kenapa? Logis lah sob, “baiti jannati” itu adalah tempat istirahat terindah dari kelelahan beraktivitas. Di sana akan banyak bunga bermekaran sehingga kesegaran menyeruak menembus jiwa. Di dalamnya akan tampak bidadari yang selalu menyambut salam keikhlasan, menyapa dan mengecup tangan pekerja seharian. Maka penduduk “baiti jannati” adalah profil-profil yang menjadi qurratu ‘ain.
Pertanyaan Ana adalah, siapa sosok yang mampu seperti yang dijelaskan barusan? Tentunya adalah orang yang benar. Benar apanya? Benar segalanya! Aqidahnya, ibadahnya, dan akhlaknya.
Maka izinkan Ana pada ruang ini untuk mengajak, mari mencari pendamping jihad yang benar yang akan memberikan “service” terhebat sepanjang masa. Untuk yang sudah mendapat, Ana ucapkan selamat, barakallahu fiikum.

3. Menikah dengan cara yang benar
Sebelum sampai di gerbang pernikahan, tentunya ada proses-proses yang perlu ditempuh. Mulai dari keberanian untuk mengungkapkan rasa, saling bertukar CV alias cuiriculum vitae, membuat komitment perjalanan ta’aruf, dan akhirnya prosesi penambatan ikatan agar bidadari tidak lepas kemana-mana alias khitbah.
Strong point-nya adalah dari mulai proses awal sampai porses akhir (menikah), aplikasikan cara-cara yang baik. Cara yang benar SOP-nya adalah aplikasi dan aktivasi nilai-nilai syari’ah. Dlam arti, dalam menempuh proses tidak syariat yang dilanggar.

4. Memperbaiki diri
Memperbaiki diri agar lebih baik lagi menjadi mutlak harus diupayakan oleh pejuang mahabbah lillah wa fillah. Penegeasan Allah sudah sangat-sangat lugas bahwa perempuan yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, laki-laki yang baik hanyalah untuk peremuan yang baik. Begitu pun sebaliknya. (Lihat Q.S. An-Nur [24]: 26!).
Mari kita belajar dari seorang pemuda yang bernama Zaid. Ia adalah seorang pemuda saleh, taat syariat dan selalu menjaga hak-hak Allah dengan baik. Suatu hari, ketika ia menyusuri sungai panjang, ia temukan sebutir apel yang mengapung di tepi sungai. Lantas ia pun memungutnya dan, karena lapar, tanpa pikir panjang ia langsung melahapnya.
Selepas apel tersebut habis, ia terkejut dan memaki diri yang tidak berhati-hati dalam mengonsumsi sesuatu. Ia menyesal karena tidak meyakinkan dulu kehalalan apel tersebut. Lantas ia menyusuri sungai mencari sumber jatuhnya pohon apel tersebut. Alhasil ia mendapai pohon apel tepat di atas bibir sungai.
Setelah mengonfirmasi seseorang yang ia yakini sebagai pemilik pohon tersebut. Ternyata ia hanya menghalalkan setengah apel karena pohon tersebut bukan kepunyaannya melainkan milik seorang saudagar dari kota. Ia hanya sebagai pengurus yang diamanahi tugas dan hasinya dibagi dua bagian. Setengah untuknya dan setengah untuk pemiliknya.
Setelah sekian lama ia mencari alamat yang diberikan oleh pengurus pohon apel tadi, akhirnya Zaid bertemu dengan si pemilik pohon apel. Ternyata untuk mendapatkan kehalalan setengah apel lagi, ia harus menikah dengan puteri pemilik pohon apel yang buta, tuli, bisu, dan lumpuh. Zaid ternganga dan terkejut luar biasa. Tapi demi kehalalan apel yang ia makan, ia siap menanggung akibat dari ulahnya tersebut.
Tasbih pun menggema dan menggelegar di relung hatinya, ternyata perempuan buta, tuli, bisu dan lumpuh tersebut adalah sosok bidadari yang cantik jelita, matanya bersih bersinar, telinganya mendengar hanya pada yang pantas didengar, mulutnya berucap hanya yang baik-baik saja, dan  kakinya melangkah hati-hati hanya pada tujuan yang baik.
Sobat, itu adalah bagian dari kesalehan. Orang saleh tidak pernah tidak tersentuh kebaikan sejati, kebaikan yang datang dari Allah swt..
Untuk deskripsi selanjutnya Ana resume saja ya, Sob? He..

NB: Isilah titik di bawah ini dengan deskripsi perspektifmu ya..!

5. Berikhtiarlah mencari rezeki yang halal dan thayyib
.....................................................................................................................................
.....................................................................................................................................
.....................................................................................................................................

6. Semakin dekatlah kepada Allah swt.
.....................................................................................................................................
.....................................................................................................................................
.....................................................................................................................................

7. Berdoalah  Allah sesering mungkin
.....................................................................................................................................
.....................................................................................................................................
.....................................................................................................................................

8. Tawakkal sepenuhnya kepada Allah
.....................................................................................................................................
.....................................................................................................................................
.....................................................................................................................................

Silahkan yang mau nambah kiat dan nasehat, ayo beri komentarnya ya...!
Salam jihad untuk semua...!

0 komentar:

Posting Komentar

Mari meraih kebaikan dengan berbagi. Tinggalkan komentarmu kawan...