Kultus Otak Kanan
Banyak orang lebih menjagokan otak
kanan sebagai wasilah sukses dan "mengkebiri" otak kiri sebagai biang
kegagalan. Sehingga yang serba kanan adalah yang menang dan serba kiri adalah
yang kalah.
Jika Anda melaju dengan kendaraan dan
ingin menyalip dengan kecepatan tinggi, maka yang Anda gunakan adalah lajur
kanan. Iya kan? Untuk urusan ini, benar. Tapi kalau di Eropa justru lajur kiri
untuk menyalip. Hm….
Dalam bahasa Inggris, kanan itu
berarti right, dan right itu artinya benar. Maka, yang serba
kanan itu pasti benar. Benarkah demikian? Untuk yang ini, jawabannya 50:50. Bisa
ya, bisa tidak. Kenapa? Ya, di Eropa itu kalau nyetir mobil, setirnya ada
dimana hayo??? Di kiri kan? He…
Kemudian ada lagi ungkapan, golongan
kiri itu banyak alasan, pemikir, terlalu timbang-rasa, sedangkan golongan kanan
tidak banyak pikir, tidak mau banyak alasan. Ini pula masih “ambigu”. Loh kok
ambigu? Ya, kalau Anda mau bisnis, terus Anda mau buat outlet, misalnya,
bagaimana Anda harus membangunnya? Genting dulu baru ke bawah terus buat
pondasi? Atau pintu dulu aja, lalu jendela, atap? Tidak kan? Yang benar adalah
buat dulu pondasi sesuai rancangan, terus menyusun batu-bata, kusen, dst.
hingga memasang genting. Artinya, pembangunan outlet Anda sifatnya linear tidak
lateral. Loh kok yang ngaku golongan kanan, buat outletnya pake kebiasaan
golongan kiri (linear)?
Kanan-Kiri Sama Saja
Menurut persepsi saya sebagai orang
awam, otak baik itu yang kanan ataupun yang kiri, dua-duanya punya andil besar dalam
kehidupan manusia. Tidak ada perbandingan 80:20 sebagaimana yang digembar-gemborkan
di buku, pelatihan dan dunia maya.
Kalau memang harus ada perbandingan
80:20 antara otak kanan dan otak kiri, berarti Allah tidak sempurna menciptakan
otak kiri? Iya kan? Lalu, mungkinkah Allah menciptakan sesuatu yang tidak ada
atau kurang ada gunanya? Tidak lah, kawan. Tidak mungkin. Semua yang Allah
ciptakan iu full hikmah.
Dalam sepakbola saja, sayap kanan
dan sayap kiri harus seimbang kualitasnya. Menatang-mentang sayap kiri,
dipasang pemain lapis tiga aja. Ga bisa begitu? Pincang dong permainan. Kalah dong
nantinya?
Nah, begitu juga otak kanan dan otak
kiri. Dua-duanya harus seimbang kualitasnya. Tidak boleh dianaktirikan salah
satunya.
Ketika Anda mau menulis dengan gaya
kanan, tidak linear, silahkan! Tapi Anda harus sadar bahwa, susunan kata itu
mutlak harus linear. Misalnya, Anda menulis “bakso saya memakan”. Bahasa ini
tidak benar karena ngacak, tidak nyusun, tidak linear. Yang benar adalah, “saya
memakan bakso”. Menulis seperti ini (berurutan antara SPO), tentunya
menggunakan otak kiri yang linear.
Dalam menulis paragraf pun ada yang dengan
gaya induksi-deduksi atau deduksi-induksi. Benar kan? Inilah otak kiri. Golongan kiri.
Jadi, jika Anda ngaku dan bangga sebagai
golongan kanan, tetapi kerja Anda kerjanya golongan kiri, kenapa ini?
Banggalah dengan Otak Kanan dan Kiri
Dalam “majlis” ini, saya bukan
bermaksud menyalahkan pengagum otak kanan, golongan kanan, tetapi hanya ingin sharing
saja. Jangan menyepelekan otak kiri, golongan kiri! Karena tidak ada otak kanan
jika tidak ada otak kiri. Begitupun sebaliknya.
Kedua otak, kanan dan kiri, bekerja
sesuai fungsi masing-masing dalam kehidupan kita. Dalam satu detik otak kanan
dan kiri bisa bekerjasama memunculkan ide dan gagasan. Otak kanan
bervisualisasi, otak kiri menyusun konsep. Otak kanan berfantasi, otak kiri
menyusun kisi-kisi.
Dalam ibadah pun, misalnya shalat,
kedua golongan ini (baca: otak kanan-kiri) digunakan bersamaan. Tertibnya shalat
dari mulai takbiratul ihram sampai salam, dikerjakan oleh otak kiri. Khusyu-nya
shalat dari mulai membaca “Allahu Akbar” sampai mengucapkan “Assalamu’alaikum”
dikerjakan oleh otak kanan.
Maka, muliakanlah keberadaan otak
kita, yang kanan dan yang kiri. Caranya, gunakan kedua bilah otak tersebut
secara adil dan beradab. Sekali lagi, Allah menciptakan keduanya adalah agar
dioptimalkan dengan baik.
Wallahu a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar
Mari meraih kebaikan dengan berbagi. Tinggalkan komentarmu kawan...