Selasa, 09 Oktober 2012

Sekolahnya Manusia: Memanusiakan Guru dan Manusia


 Markaz - Yusuf
Catatan ini ditulis oleh MarkazMiftahul Islami, rekan kerja saya di madrasah.

Sejak saya menjadi manusia sebenarnya manusia satu tahun yang lalu menimbulkan banyak pembelajaran secara holistik baik secara mental, sosial dan kultural dalam hidup. Hal ini benar-benar saya rasakan karena saya lagi berkutat di bangku perkuliahan namun belum selesai belajar banyak hal.

Karena mengajar itu bagi saya adalah pekerjaan utama, walaupun tidak terpaku mesti di kelas. minat meningkatkan diri supaya strategi, cara dan apa yang akan saya sampaikan kepada murid lebih meningkat intesitas semangatnya. Hal inilah yang mendorong saya membeli buku-buku berbau pendidikan. Sadar diri saya kuliah di Fakultas Tarbiyah jurusan Pendidikan Agama Islam, STAI Tasikmalaya. Namun ada pemicu semangat yang menggairahkan untuk menjadi nikmatnya sebagai seorang guru (dalam benak saya)

Kawan, selanjutnya setelah anda membaca coretan ini, tolong beri catatan kecil. Kita diskusi via tulisan di Media Facebook ini. Sebagai tantangan keilmuan untuk memajukan dunia keilmuan bagi kita, tujuan utamanya adalah MEMANUSIAKAN MANUSIA.

Hayoo terus menulis. Semangat. Kamu ini penulis kok baru menulis sedikit sudah ngantuk, sudah lelah, mentok, gimana sih lo hahaha. Sekedar bercanda dengan diri sendiri supaya memudahkan menuangkan ide biar lancar menulis gitu…

Baiklah saya pengen banget bercerita pengalaman membaca dan merasakan manfaat dari buku keren Sekolahnya Manusia dan Gurunya Manusia karya Munif Chatib. Beliau adalah seorang ustaz, guru, penulis, konsultan pendidikan, dan saya jadi kepincut jatuh cinta dengan tulisan dibuku itu yang menguraikan paradigma baru dalam pendidikan yang saya tekuni ini. Betapa sangat mengobarkan semangat mengajar yang baik, mencerahkan pikiran yang selama ini hanya berkutat pada sesuatu yang ingin diajarkan hanyalah berdasarkan semaunya sendiri, kurang memperhatikan aspek peserta didik yang memiliki beragam kecerdasan.

Pertama. Buku ini mencerahkan saya secara seorang pengajar.

Saya berani berkata saya ini guru, wajib paham dan menguasai ilmu keguruan dan kependidikan mutlak, wajib. Menjadikan sebuah kepercayaan diri semakin bangkit ketika awal-awal saya membaca cover depan belakang agar memosisikan siswa sebagai manusia yang senantiasa tumbuh dan berkembang sesuai dengan bawaannya sehingga membutuhkan sekali lagi perbedaan pendekatan dalam mengajarnya. Siswa bukan robot yang diremot oleh gurunya. Sehingga menumbuhkan kreatifitas saling ingin terus belajar. Ingat gaya belajar siswa harus sama dengan gaya belajar guru atau gaya belajar guru sama dengan gaya belajar siswa?

Saya menjadi terpana akan hakikat pembelajaran dikelas yang sangat memanusiakan manusia. Karena peserta didik itu harus diketahui gaya belajarnya sehingga kita sebagai guru wajib memahami gaya belajarnya sehingga saat kita mengajar sesuai dengan gaya belajar mereka, kita akan bisa merebut hak kita sebagai guru.

Pada dasarnya anak-anak memiliki kecerdasan dan potensi bawaan masing-masing. Karena semua anak cerdas, tidak ada anak yang bodoh, cara penyampaian materi harus sesuai dengan pola belajar mereka berdasarkan ragam kecerdasannya. Apabila kita telah mengetahui gaya belajarnya sangatlah terbuka mereka semua akan menjadi anak juara. Kita sebagai guru seharusnya memahami dengan baik keadaan siswa, sehingga kita selalu dirindukan oleh mereka. Jadilah guru yang selalu dinantikan kejutan-kejutannya dimenit-menit pertama, karena hak kita mengajar ada ditangan mereka.

Kedua. Buku ini membuka paradigma pendidikan sesungguhnya
Dalam Undang-Undang Dasar Negara 1945 telah tersurat bahwa tujuan pendidikan adalah untuk mencerdaskan bangsa, supaya tidak bodoh, tertinggal dengan bangsa-bangsa lain. Saya cukup terpukul melihat apa yang dipaparkan Ustaz Munif kalau Indonesia masih menduduki peringkat dari bawah tingkat kompetensi kualitas pendidikannya dari beberapa ratus neagar di dunia. Miris rasanya dengan keadaan Indonesia yang begini kaya raya tapi pendidikan sebagai pilar utama bangsa untuk generasi selanjutnya yang masih perlu ditingkatkan sehingga peningkatan mutu kualitas kompetensi guru harus diupayakan. Ditangan guru-lah tanggung jawab berbakti dan mengabdi kepada bangsanya dipertaruhkan.

Semua siswa memiliki potensi yang kalau dikembangkan berdasarkan kecerdasan yang dimiliki karena kecerdasan bisa dilihat dari bagaimana ia bisa memecahkan masalah dan kebiasaan kesehariannya. Sangatlah manusiawi sekali konsep pendidikan yang memanusiakan manusia berdasarkan gaya belajar siswa.

Sebagai guru saya semakin tertantang untuk membuat lesson plan yang kreatif, sehingga suasana kelas pun produktif. Saya sudah uji coba ketika seorang guru tidak membuat lesson plan dengan baik, suasana kelas bisa diprediksikan, pasti kurang berhasil. Apabila lesson plan yang kita buat menggunakan berbagai ragam kecerdasan pendekatan, antusias siswa jelas bisa terlihat.

Disinilah paradigma guru yang selalu sebagai sumber pengetahuan tergeser (Teacher center) menjadikan siswa dan guru selalu aktif belajar bersama (Student Center) menjadikan nuansa kekeluargaan semakin terjalin.
            Posisi guru
            Sebagai sumber belajar => pesona keilmuan
            Pengajar. Manakala akan berkahir, slalu memberikan salam perpisahan dan memberi kan sub judul yang akan dibahas pada pertemuan yang akan datang.
            Pendidik
            Pembimbing
            Pelatih => tentunya tidak hanya mempunyai satu kecakapan, seperti calistung. Reading, writing, aritmathic.

Melatih itu adalah disiplin, sifatnya memaksa, memikat, apapun alasannya.
            Model/teladan => harus memancarkan keteladanan dalam bersikap, emosional. Maka dia harus lekat dengan pendidikan.
            Siswa
Peserta didik => sikap:

           Ekstroper => factor luar.
Keluarga membawa karakter
Sekolah membawa ilmu
Lingkungan membawa wawasan

           Instrover => factor dalam.
            Aktif
            Pasif
            Malas

“Yang biasa dengan kemudahan biasanya selalu sukar menghadapi sebuah masalah”
(tapi tidak bersifat mutlak)

Harus ada unsur pemaksaan, bila tak ada, tak kan berhasil.

0 komentar:

Posting Komentar

Mari meraih kebaikan dengan berbagi. Tinggalkan komentarmu kawan...