Markaz - Yusuf |
Catatan ini ditulis oleh MarkazMiftahul Islami, rekan kerja saya di madrasah.
Sejak
saya menjadi manusia sebenarnya manusia satu tahun yang lalu menimbulkan banyak
pembelajaran secara holistik baik secara mental, sosial dan kultural dalam
hidup. Hal ini benar-benar saya rasakan karena saya lagi berkutat di bangku
perkuliahan namun belum selesai belajar banyak hal.
Karena
mengajar itu bagi saya adalah pekerjaan utama, walaupun tidak terpaku mesti di
kelas. minat meningkatkan diri supaya strategi, cara dan apa yang akan saya
sampaikan kepada murid lebih meningkat intesitas semangatnya. Hal inilah yang
mendorong saya membeli buku-buku berbau pendidikan. Sadar diri saya kuliah di
Fakultas Tarbiyah jurusan Pendidikan Agama Islam, STAI Tasikmalaya. Namun ada pemicu
semangat yang menggairahkan untuk menjadi nikmatnya sebagai seorang guru (dalam
benak saya)
Kawan,
selanjutnya setelah anda membaca coretan ini, tolong beri catatan kecil. Kita
diskusi via tulisan di Media Facebook ini. Sebagai tantangan keilmuan untuk
memajukan dunia keilmuan bagi kita, tujuan utamanya adalah MEMANUSIAKAN
MANUSIA.
Hayoo
terus menulis. Semangat. Kamu ini penulis kok baru menulis sedikit sudah
ngantuk, sudah lelah, mentok, gimana sih lo hahaha. Sekedar bercanda dengan
diri sendiri supaya memudahkan menuangkan ide biar lancar menulis gitu…
Baiklah
saya pengen banget bercerita pengalaman membaca dan merasakan manfaat dari buku
keren Sekolahnya Manusia dan Gurunya Manusia karya Munif Chatib. Beliau adalah
seorang ustaz, guru, penulis, konsultan pendidikan, dan saya jadi kepincut
jatuh cinta dengan tulisan dibuku itu yang menguraikan paradigma baru dalam
pendidikan yang saya tekuni ini. Betapa sangat mengobarkan semangat mengajar
yang baik, mencerahkan pikiran yang selama ini hanya berkutat pada sesuatu yang
ingin diajarkan hanyalah berdasarkan semaunya sendiri, kurang memperhatikan
aspek peserta didik yang memiliki beragam kecerdasan.
Pertama.
Buku ini mencerahkan saya secara seorang pengajar.
Saya
berani berkata saya ini guru, wajib paham dan menguasai ilmu keguruan dan
kependidikan mutlak, wajib. Menjadikan sebuah kepercayaan diri semakin bangkit
ketika awal-awal saya membaca cover depan belakang agar memosisikan siswa
sebagai manusia yang senantiasa tumbuh dan berkembang sesuai dengan bawaannya
sehingga membutuhkan sekali lagi perbedaan pendekatan dalam mengajarnya. Siswa
bukan robot yang diremot oleh gurunya. Sehingga menumbuhkan kreatifitas saling
ingin terus belajar. Ingat gaya belajar siswa harus sama dengan gaya belajar
guru atau gaya belajar guru sama dengan gaya belajar siswa?
Saya
menjadi terpana akan hakikat pembelajaran dikelas yang sangat memanusiakan
manusia. Karena peserta didik itu harus diketahui gaya belajarnya sehingga kita
sebagai guru wajib memahami gaya belajarnya sehingga saat kita mengajar sesuai
dengan gaya belajar mereka, kita akan bisa merebut hak kita sebagai guru.
Pada
dasarnya anak-anak memiliki kecerdasan dan potensi bawaan masing-masing. Karena
semua anak cerdas, tidak ada anak yang bodoh, cara penyampaian materi harus
sesuai dengan pola belajar mereka berdasarkan ragam kecerdasannya. Apabila kita
telah mengetahui gaya belajarnya sangatlah terbuka mereka semua akan menjadi
anak juara. Kita sebagai guru seharusnya memahami dengan baik keadaan siswa,
sehingga kita selalu dirindukan oleh mereka. Jadilah guru yang selalu
dinantikan kejutan-kejutannya dimenit-menit pertama, karena hak kita mengajar
ada ditangan mereka.
Kedua.
Buku ini membuka paradigma pendidikan sesungguhnya
Dalam
Undang-Undang Dasar Negara 1945 telah tersurat bahwa tujuan pendidikan adalah
untuk mencerdaskan bangsa, supaya tidak bodoh, tertinggal dengan bangsa-bangsa
lain. Saya cukup terpukul melihat apa yang dipaparkan Ustaz Munif kalau
Indonesia masih menduduki peringkat dari bawah tingkat kompetensi kualitas
pendidikannya dari beberapa ratus neagar di dunia. Miris rasanya dengan keadaan
Indonesia yang begini kaya raya tapi pendidikan sebagai pilar utama bangsa
untuk generasi selanjutnya yang masih perlu ditingkatkan sehingga peningkatan
mutu kualitas kompetensi guru harus diupayakan. Ditangan guru-lah tanggung
jawab berbakti dan mengabdi kepada bangsanya dipertaruhkan.
Semua
siswa memiliki potensi yang kalau dikembangkan berdasarkan kecerdasan yang
dimiliki karena kecerdasan bisa dilihat dari bagaimana ia bisa memecahkan
masalah dan kebiasaan kesehariannya. Sangatlah manusiawi sekali konsep
pendidikan yang memanusiakan manusia berdasarkan gaya belajar siswa.
Sebagai
guru saya semakin tertantang untuk membuat lesson plan yang kreatif, sehingga
suasana kelas pun produktif. Saya sudah uji coba ketika seorang guru tidak
membuat lesson plan dengan baik, suasana kelas bisa diprediksikan, pasti kurang
berhasil. Apabila lesson plan yang kita buat menggunakan berbagai ragam
kecerdasan pendekatan, antusias siswa jelas bisa terlihat.
Disinilah
paradigma guru yang selalu sebagai sumber pengetahuan tergeser (Teacher center)
menjadikan siswa dan guru selalu aktif belajar bersama (Student Center)
menjadikan nuansa kekeluargaan semakin terjalin.
Posisi guru
Sebagai sumber belajar => pesona
keilmuan
Pengajar. Manakala akan berkahir,
slalu memberikan salam perpisahan dan memberi kan sub judul yang akan dibahas
pada pertemuan yang akan datang.
Pendidik
Pembimbing
Pelatih => tentunya tidak hanya
mempunyai satu kecakapan, seperti calistung. Reading, writing, aritmathic.
Melatih
itu adalah disiplin, sifatnya memaksa, memikat, apapun alasannya.
Model/teladan => harus
memancarkan keteladanan dalam bersikap, emosional. Maka dia harus lekat dengan
pendidikan.
Siswa
Peserta
didik => sikap:
• Ekstroper => factor luar.
Keluarga
membawa karakter
Sekolah
membawa ilmu
Lingkungan
membawa wawasan
• Instrover => factor dalam.
Aktif
Pasif
Malas
“Yang
biasa dengan kemudahan biasanya selalu sukar menghadapi sebuah masalah”
(tapi
tidak bersifat mutlak)
Harus
ada unsur pemaksaan, bila tak ada, tak kan berhasil.
0 komentar:
Posting Komentar
Mari meraih kebaikan dengan berbagi. Tinggalkan komentarmu kawan...