Pada postingan kali ini, kita akan
mengupas sekilas tentang qurban. Tulisan yang dimuat adalah tulisan almarhum Ustadz
K.H. Drs. Shidiq Amien, MBA (mantan Ketum PP Persatuan Islam) yang bersumber
dari Tazkiyah PZU Pusat Edisi Nopember 2008. Tulisan Beliau mengalami
penggubahan seperlunya dengan tidak mengurangi esensi dan maksud tulisannya.
Sambil mengenang eksistensi Ust.
Shidiq, mari mempelajari buah karyanya yang penuh hikmah dan makna .
Definisi Qurban
Qurban berasal dari kata qarraba –
yuqarribu – qurbaanan, yang berarti mendekatkan diri kepada Allah SWT. Tetapi
dalam perkembangan selanjutnya diartikan sebagai peribadatan dalam bentuk
sembelihan binatang qurban dengan binatang yang
sudah ditentukan.
Dalam aspek hukum, ibadah qurban bisa
dibedakan menjadi ada yang bersifat wajib, dan ada yang bersifat sunnah. Yang
pertama disebut “hadyu” yang pelaksanaannya dibebankan untuk dilaksanakan bagi
mereka yang melaksanakan ibadah haji tamattu’ dan qiran. Sementara bagi yang tidak
melaksanakan ibadah haji bersifat sunnah yang disebut dengan udhhiyyah
(penyembelihan).
Sejarah Singkat Qurban
Sejarah qurban pada dasarnya
berawal dari kisah Qabil dan Habil pada masa Nabi Adam a.s. (lihat Q.S. al-Maidah
[5]: 27!). Kemudian dipertegas pada peristiwa “qurban” Ibrahim dan Ismail a.s..
ash-Shafat [37]: 102!). dan, dipatenskan menjadi sebuah syariat yang mesti
dijalakan oleh umat Islam yang mampu saat ini pada era kenabian Rasulullah,
Muhammad saw..
Namun demikian, ibadah qurban yang kita
laksanakan adalah berdasarkan millah Nabi Ibrahim. Yaitu ketika Nabi
Ibrahim diuji oleh Allah swt. Untuk menyembelih anaknya yang kemudian oleh
Allah diganti dengan sembelihan kambing. Jadi, ibadah qurban berawal dari
millah Nabi Ibrahim yang kemudian diperbaharui dan disempurnakan oleh syari’at
Nabi Muhammad saw..
Tata Cara Qurban
Ibadah qurban yang kita laksanakan,
seyogyanya berupaya untuk sesuai dengan apa yang disunnahkan oleh Rasulullah
saw. Oleh karena itu, agar ibadah qurban kita diterima oleh Allah swt, harus
diperhatikan beberapa hal sebagai tata cara qurban, yaitu:
1.
Waktu penyembelihan harus dilaksanakan
setelah kita melaksanakan shalat ‘Id, berbeda dengan zakat fitrah yang harus
dibagikan sebelum pelaksanaan shalat ‘Id. Pernah terjadi dalam sejarah, seorang
sahabat yang bernama Abu Burdah menyembelih binatang qurban sebelum shalat ‘Id,
kemudian Nabi menghukumi daging sembelihannya dengan daging biasa saja bukan
daging qurban.
2.
Binatang yang akan disembelih haruslah
tidak cacat dan yang gemuk, tapi bukan yang tebal bulunya. Karena ada sebagian
masyarakat kita yang mensyarah secara harfiyah sebuah hadits yang mengisahkan
ketika ada yang bertanya kepada Nabi tentang “untuk qurban itu?” Kemudian nabi
menjawab, “Ini adalah dari millah Ibrahim”. Kemudian sahabat bertanya lagi,
“Kami mendapatkan apa dari Qurban?”. Nabi menjawab, “Dari setiap bulu kambing
itu ada satu kebaikan”. Hadits ini dipahami bahwa binatang qurban harus banyak
bulunya, padahal tidak demikian. Ditambah lagi kalau kita perhatikan dalam
sejarah Nabi Ibrahim bahwa binatang sembelihan yang menjadi ganti Nabi Ismail disebut
dengan kata dzibhin ‘azhiim (sembelihan yang gemuk).
3.
Mustahiq qurban haruslah diprioritaskan
fakir miskin, berbeda dengan pembagian zakat yang menggunakan 8 ashnaf. Bahkan
amilin pun tidak mendapat bagian karena Rasulullah pernah melarang untuk member
upah bagi siapa yang menyembelih binatang qurban. Walaupun di daerah kita
selalu saja daging qurban dibagikan secara rata, dan ini pun pernah terjadi
pada zaman Rasulullah. Sampai Khalifah Umar pun kebagian daging qurban, tetapi
beliau marah ketika menerimanya, lalu Nabi bersabda, “Terima saja, setelah itu
terserah kamu untuk diberikan lagi kepada fakir miskin”. Dari sini setidaknya
dapat diambil sebuah pesan bahwa setiap ‘Idul Adhha semua orang dituntut untuk
berkurban. Sampai kalau kita buka kitab-kitab fikih akan kita dapati sebuah
kisah untuk menampakkan spirit pengorbanan sampai-sampai mereka (sahabat yang
miskin) menyembelih seekor ayam lalu dibagikan kepada yang lebih miskin dari
mereka, jelas ini bukan sembelihan qurban tetapi kita lihat spirit pengorbanannya.
4.
Mensedekahkan seluruh bagian dari hasil
sembelihan. Sebagaimana Nabi pernah memerintahkan kepada Sayyidina Ali untuk
membagi-bagikan daging, kulit, sampai aksesoris untuk bisa dibagikan,
disedekahkan dan dinikmati.
Jika tidak memperhatikan hal-hal di
atas, maka dikhawatirkan sembelihan tersebut akan jatuh kepada
daging/sembelihan biasa, bukan qurban.
Hikmah disyari’atkannya ibadah qurban
bisa dilihat dari tiga aspek, yaitu: Pertama, aspek ketaatan kepada syari’at
(ajaran). Kedua, aspek pengorbanan sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabi
Ibrahim ketika diperintahkan untuk menyembelih anaknya sendiri. Ketiga, aspek
sosial dilihat dari prioritas pembagian daging qurban, yaitu kepada para faqir
miskin.
Kalau melihat kondisi masyarakat
sekarang, makin banyak saudara kita yang tergolong masyarakat miskin dan masih
memerlukan bantuan kita. Ketika pendistribusian daging qurban dibagikan ke
daerah-daerah miskin atau terpencil, hal tersebut akan mempunyai nilai (pahala)
lebih dari ibadah qurban yang kita laksanakan. Setidaknya akan mengikis sifat
riya, ingin dilihat bahwa saya berkurban. Apalagi ketika dilihat dari
nilai-nilai ukhuwah, ketika dibagikan ke daerah-daerah terpencil maka prinsip
kaljasadil waahid (bagaikan satu tubuh) akan tercipta. Dengan kata lain saudara
kita di sana akan merasa diperhatikan oleh saudaranya sesame muslim yang
memiliki kelebihan harta. Jadi sudah saatnya kita mengubah tata cara
penyembelihan yang selalu terpusat di perkotaan yang notabene selalu terjadi
penumpukan daging qurban, kepada distribusi qurban ke pelosok-pelosok adaerah
yang miskin dan terpencil.
Kita juga hendaknya meneladani Nabi
Ibrahim sebagai “Insan Qurban”. Sebagaimana kita lihat dari mulai kisah
pengorbanan diri untuk dibakar, pengorbanan beliau ketika berda’wah yang
dilandasi kesabaran, punya anak harus disembelih, dan banyak hal lainnya lagi
yang setidaknya harus menjadi spirit pengorbanan bagi kepentingan agama ataupun
umat
0 komentar:
Posting Komentar
Mari meraih kebaikan dengan berbagi. Tinggalkan komentarmu kawan...