Senin, 06 Desember 2010

Perusak Kepribadian Seorang Muslim


“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (Ali Imran [3]: 102).

Ayat tersebut mengisyaratkan kepada kita bahwa selama hidup kita mesti menjadi seorang muslim yang berkepribadian sesuai dengan sebutan “muslim” yang disandangnya sampai ajal menjemput. Agar konsep tersebut tetap terjaga, mari kita jaga diri kita agar kepribadian kita sebagai muslim tidak terganggu…!

1. ضِعْفُ الإِيْمَانِ  (lemahnya iman)
Iman yang lemah akan menyuruh seseorang -yang mengaku sebagai muslim- untuk melakukan hal-hal yang bertolak belakang dengan peta hidup menuju akhirat (baca: Quran-Sunnah). Ketika ia melakukan sesuatu yang tidak disyariatkan oleh agama, seketika itu imannya tengah melemah. Oleh karena itu, perlu diikhtiarkan agar iman tetap bersemi di dalam hati, tidak layu dan jangan sampai mati. Jika iman melemah lalu amal menjurus kepada maksiat, maka hal tersebut menjadi sebuah indikator bahwa kepribadian seorang muslim tengah mengalami dekadensi.
الإِيْمَانُ هُوَ إِكْرَارٌ بِاللِّسَانِ وَتَصْدِيْقٌ بِالْقَلْبِ وَعَمَلٌ بِالأَرْكَانِ (تعريف الإيمان على قول العلماء)
“Iman adalah mengucapkan dengan lisan, membenarkan dengan hati dan mengamalkan dengan anggota badan.” (definisi iman berdasarkan qaul ulama).

2. أَلْخُلُقُ الْمَذْمُوْمَةُ  (akhlak tercela)
Akhlak tercela yang ada pada diri seorang muslim meupakan indikator kedua perusak kepribadian. akhlak tercela dibagi ke dalam dua bagian, yaitu:
a. الخلق القلب  (akhlak hati), seperti: hasud, takabur, prasangka buruk, dusta, negatifve thinking dll.
b. الخلق الجسم  (akhlak raga), seperti: iseng yang keterlaluan, tidak shalat, panjang tangan, judi, zina, banyak tertawa, dll.

3. Lingkungan yang tidak kondusif
Lingkungan yang tidak kondusif di sini adalah lingkungan yang tidak menekankan kelengkapan nilai (value) dalam penanaman kepribadian berdasarkan islam (baca: kepribadian muslim), baik dari segi keyakianan (aqidah), ibadah, atau akhlak. Lingkungan yang tidak kondusif cenderung bersikap permisif atau hilangnya the great values of religion (nilai-nilai luhur agama).

Adapun lingkungan tersebut adalah:
a. Rumah
Jika di rumah sudah hilang pengajaran dan pendidikan akan moralitas dan agama, maka kemungkinan besar kepribadian seseorang terutama anak, akan rusak. Keluarga adalah “sekolah” pertama bagi anak. Jika di keluarga sudah tidak kondusif lagi untuk menyelenggarakan program pendidikan, khususnya pendidikan agama, maka hal ini akan menjadi sebuah bencana bagi eksistensi individu penghuni keluarga. RUMAHKU SURGAKU, itulah tujuan dibentuknya keluarga.

b. Tetangga
Sebelum membuat rumah, Rasulullah memberikan arahan agar kita memerhatikan calon tetangga yang ada di sekitar kita nanti. Hal ini disinyalir agar selama menjalankan roda kehidupan, kita merasa tenang, tentram, dan damaian berdampingan dengan tetangga yang baik, yang menjunjung tinggi nilai moral dan agama. Rasulpun memberi wejangan mengenai masalah ketetanggaan:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ، وَ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ (متفق عليه عن ابى هريرة)
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik atau diam; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hormatilah tetangganya; dan Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hormatilah tamunya.” (H.R. Muttafaq ‘Alaih).
إِذَا طَبَحْتَ مَرَقَةً فَأَكْثِرْ مَائَهَا وَتَعَاهَدْ جِيْرَانَكَ (مسلم عن ابى ذر)
“Jika engkau memasak sayur, perbanyaklah airnya dan berilah tetanggamu.” (H.R. Muslim).

c. Teman pergaulan
Konsep teman dalam Islam adalah:
أَلْمُؤْمِنُ مِرْؤَةُ أَخِيْهِ
“Seorang mu’min itu adalah cermin bagi saudaranya.”

d. Tempat aktivitas
Tempat di mana kita beraktivitas seperti kantor, pasar, sekolah, pabrik, dll., akan berpengaruh terhadap kepribadian kita. Jika di tempat aktivitas penuh dengan moral kerja yang baik, maka kita akan terbentuk menjadi baik. Jika di tempat aktivitas terbiasa dengan ketidakjujuran, korupsi, konsep kerja yang buruk, cara belajar yang bermalas-malasan, sedikitnya hal tersebut akan berimbas pada diri kita. Oleh karena itu, kita mesti memiliki falsafah ikan laut. Ikan laut, meskipun lingkungan tempat ia hidup (air) rasanya asin, tetapi dagingnya tetap tawar dan segar tidak terkontaminasi dengan rasa air yang asin. Intinya kita mesti hidup isitiqamah dalam haq.
Allah swt. berfirman:
“Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang Telah Taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan.” (Hud [11]: 112).

e. Media informasi
Ada tiga gelombang masyarakat, yaitu
·         gelombang masyarakat agraris (menonjolkan kemampuan mengelola sumber daya alam)
·         gelombang masyarakat industri (mengandalkan produktivitas sumber daya manusia)
·         gelombang masyarakat informasi (menekankan produktivitas daya piker manusia)

Pada gelombang masyarakat yang ketiga akan ditanamkan ide-ide yang bebas berkeliaran di pasar informasi yang abnormative secara Islam. Ide-ide yang bermuculan sepeti ide pluralisme, kapitalisme, sekulerisme, hedonisme, gaya hidup kunsomtif, gaya hidup mewah, freesex, gaya hidup pacaran, dll.. Perlu adanya counterbalance (pengimbangan) dengan menyediakan media-media Islami dengan suguhan-suguhan yang membentuk pribadi yang Islami, atau kalaupun mau mengonsumsi media-media tersebut seyogyanya kita melakukan filterisasi terhadap ide yang digagas di media tersebut.
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (Al-Hujurat [49]: 6).
 
4. Kesadaran yang minim terhadap konsep diri
Konsep diri lahir dari rumus pertanyaan SKBK; Siapa, Kenapa, Bagaimana, Ke mana. Siapakah aku ini? Kenapa aku ada di dunia? Bagaimana menjalankan eksistensi diriku di dunia ini? Ke mana selanjutnya setelah aku berada di dunia?
“Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin. Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?” (Al-Hijr [15]: 20-21).

0 komentar:

Posting Komentar

Mari meraih kebaikan dengan berbagi. Tinggalkan komentarmu kawan...