Rabu, 18 Mei 2011

Islam dan Adversity Quotient

Islam mengajarkan ketangguhan kepada para pemeluknya. Wajar, karena perspektif Islam, hidup itu adalah ujian. Tak peduli apakah kesengsaraan maupun kesenangan, apakah banyak harta ataupun kurang, jabatan tinggi maupun tak punya jabatan, semua adalah ujian. Nah, di sinilah ketangguhan dalam menghadapi ujian dituntut agar terpelihara secara konsisten terutama ujian kesengsaraan menurut naluri manusia.

Banyak ayat dan hadits yang memotivasi agar kita menjadi pribadi tangguh yang mampu bertahan dalam badai sedahsyat apapun. Dan, banyak pula profil pribadi tangguh yang Allah dan Rasulullah kisahkan seperti halnya profil para Rasul Ulul ‘Azmi atau kisah para sahabat seperti Bilal bin Rabbah dan Amar bin Yasir. Mereka, Allah skenario kisah hidupnya tiada lain agar menjadi “provokator” sehingga kita bisa belajar dari kisah hidup mereka.

Ketangguhan diri dimulai dari mindset yang tangguh dan berpikir positif adalah bagian dari hal ini. So, menata pikiran dengan baik akan menjadi salah satu jalan menjadi pribadi yang tangguh.

Berpikir yang baik ini sebenarnya diinspirasi dari ayat al-Quran yang menegaskan bahwa setiap beban hidup realitasnya pasti akan sepadan dengan kemampuan diri dalam memikulnya (lihat Q.S. al-Baqarah ayat 286!). Yakinilah, karena ini adalah informasi otentik yang datang dari Allah Rabb Pemelihara diri kita. Jangan sampai kita termasuk ke dalam golongan manusia yang selalu merasa lemah sehingga jiwa dan raga langsung merespon dan akhirnya lemah lah diri ketika badai menerjang.

Dalam hadits yang shahih Rasulullah saw. bersabda:
إِحْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَ اسْتَعِنْ بِاللهِ وَ لاَ تَعْجَزْ
“Bersemangatlah terhadap sesuatu yang memberi manfaat kepadamu, berlindunglah kepada Allah dan janganlah kamu merasa lemah” (H.R. Muslim).

Hadits tersebut pada hakikatnya mengajarkan tentang ketangguhan diri, tidak lemah apalagi putus asa, dan yang pasti adalah ajaran agar kita mampu bertahan dalam segala bentuk tantangan.

Paul G. Stolzt dalam bukunya Adversity Quotient: Mengubah Hambatan Menjadi Peluang, ada tiga kelompok orang dalam menghadapi masalah kehidupan yang ia ibaratkan layaknya para penjelajah alam, yaitu quitter, campers, dan climbers.

1. Quitters
Dalam bahasa Inggris quitters berarti yang berhenti dari sesuatu hal. Mereka yang tergolong quitters adalah yang loose before fighting alias kalah sebelum bertanding. Mereka selalu berpikir negatif dan memiliki konsep diri yang negatif. Ciri lainnya adalah selalu berkata “Tidak bisa” padahal belum mencoba. Ia pun sering frustasi dengan seabrek masalah yang menimpanya. Ketika peluang datang ia hanya menyilahkannya lewat tanpa menangkapnya apalagi menyulapnya menjadi jalan keberhasilan. Tipe ini tidak akan mengalami manisnya berada di puncak harapan. Logis jika disimpulkan begitu karena mana mungkin sampai di titik akhir, titik awal pun tidak ia langkahi.

2. Campers
Campers berarti yang membuat tenda. Istilah ini dimaksudkan untuk orang-orang yang memliki semangat hebat, kerja keras luar biasa, memiliki visi-misi yang bagus, dan mengaktualkan dirinya dengan berbagai kemampuan dan potensi yang dimiliki. Tetapi, ketika sudah jauh melangkah, ia berhenti sejenak dan pada akhirnya urung melanjutkan perjalanan karena merasa nyaman dengan kondisi yang saat itu ia rasakan. Simpelnya, campers adalah mereka yang merasa cukup dengan kondisi yang mereka ciptakan padahal ia mampu untuk menjadi lebih baik. Ia tidak memberdayakan kemampuan dirinya secara maksimal. Setengah dari kekuatannya ia pendam di dasar jiwanya dan membiarkannya menjadi “mayat” yang digerayangi belatung.

3. Climbers
Climbers artinya para pendaki. Karakter utama para pendaki adalah ia hanya ingin beristirahat ketika kakinya sudah berada di puncak. Pikiran dan perasaannya positif. Mereka tidak perenah menyerah, tidak pernah pasrah, dan tidak pernah berkeluh kesah dengan tantangan dan hambatan perjuangan. Mereka bagaikan air sungai yang jika dibendung akan berkumpul menunggu kawan-kawannya untuk menggabungkan kekuatan. Setelah itu, mereka akan mendobrak bendungan yang menghalang. Jika tidak jua bisa didobrak, mereka akan mencari jalan lain untuk sampai di sebuah titik akhir yaitu muara.

Climbers selalu yakin bahwa selalu saja ada jalan dalam setiap masalah. Tidak ada masalah yang tidak ada jalan keluarnya. Nothing problem hasn’t solution. Dan, keyakinan mereka ini tidak hanya sebatas keyakinan tetapi mereka wujudkan dalam kerja nyata tanpa ada kata menyerah. Hanya satu kata yang selalu terucap. Bisa!

Sekali lagi, Islam mengajarkan kepada para pemeluknya agar menjadi orang yang kuat, tegar dan sabar dalam meghadapi masalah hidup alias menjadi climbers. Reward yang diberikannya pun tidak tanggung-tanggung, surga yang mahanikmat nan kekal unlimitted. Siapa yang tidak ingin surga? Jika ada orang yang tidak ingin surga, oh tidak bisa…!

Salam perjuangan kawan…!

0 komentar:

Posting Komentar

Mari meraih kebaikan dengan berbagi. Tinggalkan komentarmu kawan...