Kamis, 30 Mei 2013

Evaluasi, Perencanaan dan Aplikasi dalam Kehidupan



Adalah sunnatullah bahwa hidup itu dinamis, bagaikan roda yang berptar pada porosnya. Terkadang bahagia, terkadang sedih melanda; terkadang bersuka, terkadang berduka; suatu saat dalam kejayaan, di saat lain “titik nol” teralami. Jika tidak demikian nampaknya hidup tidak lah indah.

Dalam sunnatullah tersebut tentunya kita hanya menginginkan kesenangan, keberlimpahan, dan kejayaan. Namun, karena sifatnya dinamis, dalam kehidupan kita harus siap ketika Allah menghendaki sesuatu yang tidak diinginkan, sesuatu yang bisa saja membawa kita ke “titik nol” bahkan ke “titik minus”. Anggap saja ini merupakan ujian kenaikan kelas dalam kehidupan.

Ketika hal tersebut terjadi, ada tiga hal penting yang harus diupayakan. Tiga hal tersebut antara lain evaluasi, perencanaan, dan aplikasi. Mari kita bahas satu per satu.

1. Evaluasi
Evaluasi berarti kita flash back tentang diri kita: ucapan, perbuatan, sikap, bisik hati, gestur, dll.. Pertanyaan umum yang harus dijawab diri kita adalah, “Sejauh mana ketaatan dan perhatian kita kepada Allah? Seberapa besar manfaat yang kita tebarkan kepada sesama?”

Jawaban dari pertanyaan ini akan menentukan status musibah yang dihadapi. Jika hasil evaluasi menyatakan bahwa kita ini sudah baik dan benar, terlepas dari subjektivitasnya, maka musibah tersebut merupakan ujian secara murni yang tujuannya adalah kenaikan derajat diri.

Sebaliknya, jika diri kita merasa banyak pelanggaran syariat, ibadah semakin malas, ini bisa menjadi indikasi bahwa musibah yang terjadi adalah tahdzir atau peringatan dari Allah agar kita segera kembali ke jalan yang benar. Tobat.

Umar r.a. mengungkapkan:
حَاسِبُوْا اَنْفُسَكُمْ قَبْلَ اَنْ تُحَاسَبُوْا
“Hisablah diri kalian, sebelum kalian dihisab”.

Demikianlah evaluasi, sangat penting untuk diupayakan setiap hari. Dengannya kita akan mengetahui sejauh mana amal kita dana bagaimana hasil yang akan didapat dengan amal terebut. Jika amalnya baik dan benar, tentunya kita akan yakin hasilnya pasti baik dan besar. Jika amalnya tidak baik, tentunya kita pun tahu bagaimana hasilnya nanti.

2. Perencanaan
Setelah semua dievaluasi dan mendapatkan jawaban, langkah lanjutan yang mesti ditempuh adalah perencanaan. Perencanaan sangat penting untuk keberhasilan.

Ada sebuah uangkapan, “Gagal merencanakan, sama saja dengan merencanakan gagal”. Jadi, untuk menghindari kegagalan, baik dalam amal ibadah maupun dalam urusan dunia, maka perencanaan yang baik dan benar mutlak diperlukan.

Lalu, apa saja yang harus kita rencanakan? Banyak! Jika dibahas satu per satu, mungkin butuh lembaran yang cukup banyak. Kita sudutkan saja pada perencanaan amal ibadah.

Misalnya dalam amal ibadah yaumiyah (harian) kita merencanakan:
1. Shalat wajib tepat waktu plus berjamaah
2. Shalat sunat rawatib qabla dan ba’da akan selalu terjaga
3. Baca Quran setiap hari minimal ba’da Shubuh dan ba’da Maghrib
4. Shalat Dhuha 4 rakaat
5. Shalat malam 11 rakaat
6. Shadaqah lebih banyak dan lebih ikhlas
7. Silaturahmi lebih sering

Perencanaan seperti pada contoh tersebut akan membuat kita teruntuntun dan tertuntut agar setiap langkah terarah sesuai dengan apa yang direncanakan. Hari-hari kita tidak akan polos dan lempeng-lempeng saja. Demi tercapainya perencanaan tersebut, kita akan siap mengorbankan waktu, tenaga dan harta. Itupun jika kita komitmen dengan apa yang kita rencanakan. Maka, hal penting dalam perencanaan adalah komitment untuk melakukan aplikasi perencanaan.

3. Aplikasi
Nah, setelah kita merencanakan segalanya, kita lakukan aplikasi. Dalam contoh perencanaan point pertama misalnya, kita aplikasikan shalat tepat waktu sembari berjamaah. Bagaimana perjuangan dan pengorbanannya? Ya, kita korbankan waktu dan kesibukan kita untuk Allah. Kita simpan kesibukan dunia sesaat saja. Selepas shalat terdirikan, baru kita bertebaran kembali di muka bumi untuk menjemput fadilah Allah SWT. Demikian yang tertera dalam Q.S. al-Jumu’ah ayat 10. Demikian seterusnya sehingga perencanaan nomor 2 sampai perencanaan akhir kita aplikasikan.

Dalam aplikasi ini terdapat rintangan yang menghadang. Siapa yang membuat hadangan tersebut? Anda pasti sudah tahu, setan adalah yang menggeletakkan “pohon besar” di jalan perjuangan kita. “Pohon besar” itu bisa bernama malas, enggan, menunda-nunda waktu, menyepelekan amal sunat, membisikkan riya dan sum’ah, dan hal lain yang sifatnya ambivalen dengan syariat.

Oleh karena itu, kita mesti memiliki strategi agar perencanaan berbuah menjadi amal kongkrit. Strategi itu bernama ikhlas, isti’adzah, mendawamkan amal baik meskipun kecil, duduk semajlis dengan orang saleh, menjadi orang berlimu, dan lain-lain. Setan akan merasa berat untuk menghalangi orang-orang sedemikian.

Demikian tiga hal global yang harus diupayakan ketika musibah terjadi. Mengevaluasi kalau-kalau ada kesalahan diri, merencanakan amal baik untuk menutupi kesalahan, dan segera mengaplikasikan rencana amal baik tersebut.

Ketiga hal ini tiada lain agar setiap musibah yang datang, baik itu sebagai ujian maupun sebagai tahdzir, membekaskan kebaikan. Sehingga, meskipun secara duniawi kita mendapatkan kepahitan, tetapi secara ukhrawi kita berlimpah barakah. Inilah esensi dari musibah itu sendiri.

0 komentar:

Posting Komentar

Mari meraih kebaikan dengan berbagi. Tinggalkan komentarmu kawan...