Dakwah
merupakan upaya penyelamatan terhadap umat agar tidak terjerembab ke dalam
kemaksiatan, lebih jauh agar manusia tidak tergusur ke dalam neraka. Sungguh mulia
jika kita termasuk “orang pilihan” Allah yang berperan menyampaikan dua warisan
Rasulullah saw., yakni al-Quran dan Sunnah.
Ketika
kita menjadi pelaku dakwah, katakanah
sebagai da’i, muballigh, Islamic speaker, atau apa saja
sebutannya; maka ada tanggungjawab yang besar di balik “profesi” tersebut. Tanggungjawab
ini sekaligus sebagai tantangan dakwah yang, menurut saya, paling berat. Tanggungjawab
sekaligus tantangan terbesar dakwah itu adalah pengamalan. Yupz, pengamalan
menjadi hal yang mengungkit atau bahkan merendahkan posisi kita di hadapan
Allah.
Ketika
kita menjelaskan sebuah hadits tentang tiga amal yang utama, yaitu (1) shalat
di awal waktu, (2) birrul walidain, dan (3) jihad di jalan Allah; maka
tanggungjawab dan tantangan kita adalah pengamalannya. Sudahkah kita mengamalkan
ketiga amal yang utama tersebut? Nah, inilah yang cukup berat. Tidak usah kita
jawab dengan ucapan, tetapi pertanyaan tersebut hanyalah sebuah repetisi. Kita upayakan
agar tiga amal tersebut menjadi sebuah “tsaqafah” dalam hidup kita.
Ketika
kita menyampaikan materi dakwah tentang membaca al-Quran, maka tanggungjawab
sekaligus tatangan buat kita adalah sudahkah kita membaca al-Quran secara intensif
dalam intesitas yang terpelihara? Ini pula menjadi hal yang perlu diupayakan,
bukan untuk dijawab dengan verbal. Waktu minimal, kita membaca al-Quran selepas
Maghrib dan Shubuh. Dua waktu ini harus menjadi waktu wajib membaca al-Quran
bagi kita. Demikian seterusnya tentang materi-materi dakwah lainnya. Kita mesti
bertanggungjawab dan mengalahkan tantangan syahwat.
Lalu,
bagaimana jadinya jika ada juru dakwah yang perbuatannya tidak selaras dengan
apa yang ia sampaikan dalam dakwahnya? Untuk menjawabnya, mari pahami ayat
berikut:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ. كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا
مَا لَا تَفْعَلُونَ
“Wahai orang-orang
yang beriman, kenapa kalian mengatakan sesuatu yang tidak kalian kerjakan? Amat
besar kebencian Allah jika kalian mengatakan sesuatu yang tidak kalian kerjakan”. (Q.S.
ash-Shaf [61] : 2-3).
Jelas, bahwa Allah sangat benci kepada
siapapun, termasuk juru dakwah, yang bisanya hanya berdalil dan berdalih,
tetapi amalnya tidaklah sesuai dengan apa yang dikatakannya. Na’ūdzdu billāhi
min dzālik. Semoga kita terhindar dari hal demikian.
Kesimpulannya, sebagai juru dakwah mari
kita bertanggungjawab dan melawan tantangan dengan mengamalkan apa yang kita
sampaikan kepada umat. Jangan sampai kita pandai berbicara tetapi tidak pandai
dalam beramal. Dalam sebuah ungkapan, orang yang seperti itu bagaikan lilin. Dia
menerangi sekitar tetapi dirinya hangus terbakar dan pada akhirnya binasa.
Wallāhu a’lam
0 komentar:
Posting Komentar
Mari meraih kebaikan dengan berbagi. Tinggalkan komentarmu kawan...