Sabtu, 25 Mei 2013

Tanggungjawab dan Tantangan Juru Dakwah

Dakwah merupakan upaya penyelamatan terhadap umat agar tidak terjerembab ke dalam kemaksiatan, lebih jauh agar manusia tidak tergusur ke dalam neraka. Sungguh mulia jika kita termasuk “orang pilihan” Allah yang berperan menyampaikan dua warisan Rasulullah saw., yakni al-Quran dan Sunnah.

Ketika  kita menjadi pelaku dakwah, katakanah sebagai da’i, muballigh, Islamic speaker, atau apa saja sebutannya; maka ada tanggungjawab yang besar di balik “profesi” tersebut. Tanggungjawab ini sekaligus sebagai tantangan dakwah yang, menurut saya, paling berat. Tanggungjawab sekaligus tantangan terbesar dakwah itu adalah pengamalan. Yupz, pengamalan menjadi hal yang mengungkit atau bahkan merendahkan posisi kita di hadapan Allah.

Ketika kita menjelaskan sebuah hadits tentang tiga amal yang utama, yaitu (1) shalat di awal waktu, (2) birrul walidain, dan (3) jihad di jalan Allah; maka tanggungjawab dan tantangan kita adalah pengamalannya. Sudahkah kita mengamalkan ketiga amal yang utama tersebut? Nah, inilah yang cukup berat. Tidak usah kita jawab dengan ucapan, tetapi pertanyaan tersebut hanyalah sebuah repetisi. Kita upayakan agar tiga amal tersebut menjadi sebuah “tsaqafah” dalam hidup kita.

Ketika kita menyampaikan materi dakwah tentang membaca al-Quran, maka tanggungjawab sekaligus tatangan buat kita adalah sudahkah kita membaca al-Quran secara intensif dalam intesitas yang terpelihara? Ini pula menjadi hal yang perlu diupayakan, bukan untuk dijawab dengan verbal. Waktu minimal, kita membaca al-Quran selepas Maghrib dan Shubuh. Dua waktu ini harus menjadi waktu wajib membaca al-Quran bagi kita. Demikian seterusnya tentang materi-materi dakwah lainnya. Kita mesti bertanggungjawab dan mengalahkan tantangan syahwat.

Lalu, bagaimana jadinya jika ada juru dakwah yang perbuatannya tidak selaras dengan apa yang ia sampaikan dalam dakwahnya? Untuk menjawabnya, mari pahami ayat berikut:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ. كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, kenapa kalian mengatakan sesuatu yang tidak kalian kerjakan? Amat besar kebencian Allah jika kalian mengatakan sesuatu yang tidak kalian kerjakan”. (Q.S. ash-Shaf [61] : 2-3).

Jelas, bahwa Allah sangat benci kepada siapapun, termasuk juru dakwah, yang bisanya hanya berdalil dan berdalih, tetapi amalnya tidaklah sesuai dengan apa yang dikatakannya. Na’ūdzdu billāhi min dzālik. Semoga kita terhindar dari hal demikian.

Kesimpulannya, sebagai juru dakwah mari kita bertanggungjawab dan melawan tantangan dengan mengamalkan apa yang kita sampaikan kepada umat. Jangan sampai kita pandai berbicara tetapi tidak pandai dalam beramal. Dalam sebuah ungkapan, orang yang seperti itu bagaikan lilin. Dia menerangi sekitar tetapi dirinya hangus terbakar dan pada akhirnya binasa.

Wallāhu a’lam

0 komentar:

Posting Komentar

Mari meraih kebaikan dengan berbagi. Tinggalkan komentarmu kawan...