Kamis, 15 Maret 2012

Membaca untuk Kemajuan Diri dan Bangsa


إِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَ
“Bacalah dengan menyebut nama Rabb-mu yang telah menciptakan!”

Membaca itu Sangat Penting
Membaca merupakan konten wahyu pertama yang Allah sampaikan kepada Nabi Muhammad  melalui Jibril a.s.. Iqra` bismi rabbikal-ladzī khalaqa! Bacalah dengan menyebut nama Rabb-mu yang telah menciptakan! Demikian Jibril menyampaikan perintah Allah secara tegas.

Apa maksud Allah memulai risalah kenabian dengan perintah membaca? Seberapa pentingkah membaca bagi umat manusia? Lalu, bagaimana jadinya jika manusia, terutama yang beridentitas muslim, malas membaca?

Pembaca yang dimuliakan Allah, jaman nirleka (prasejarah) berakhir setelah ditemukan dan berkembangnya tulisan di masyarakat saat itu. Nir itu sendiri berarti tidak ada dan leka berarti tulisan. Jadi, nirleka berarti jaman tidak adanya tulisan.

Setelah tulisan ditemukan dan berkembang, maka manusia mengalami fase sejarah. Ini menandakan bahwa kemajuan umat manusia saat itu berawal dari tulisan. Mafhūm muwāfaqah (pemahaman sesuai konteks) dari hal ini adalah, jika ada tulisan berarti ada bacaan. Jika ada bacaan, maka sikap selayaknya dan semestinya adalah membaca tulisan atau bacaan itu. Kesimpulan lugasnya, kegiatan membaca mengantarkan umat manusia pada kemajuan peradaban. Oleh karena itu, logis jika Allah menyampaikan wahyu pertama kontennya berkenaan dengan membaca. Allah menghendaki umat manusia agar maju dan berkembang.

Ukuran kepentingan kegiatan membaca bagi kita adalah seperti kita makan dan minum. Saat lapar, yang terlintas di pikiran adalah segera makan. Saat haus, ya segera minum. Dan, ini spontan terjadi. Kita tidak berpikir berat dan lama untuk segera makan dan minum jika lapar dan haus dirasakan, kecuali ketika sedang shaum.

Kenapa kita makan dan minum? Ya, agar bisa bertahan hidup. Manusia kan perlu pangan untuk hidup? Sengaja tidak makan dan minum, hidup pun akan terganggu bahkan bisa saja berujung pada kematian.  Nah, membaca identik dengan makan dan minum. Jika tidak membaca maka hidup pun terganggu bahkan bisa saja bertepi pada “kamatian” pikiran, perasaan dan amal.

Apa yang Harus Dibaca?
Membaca dalam bahasa Arab disebut dengan dua kata, yaitu qara`a dan talā. Keduanya mutaradif (sinonim). Namun, jika kita menelaah kata-kata yang seakar dengannya, ada sedikit perbedaan yang kita dapatkan. Sebagaimana kita ketahui bahwa qara`a itu arti asalnya adalah menghimpun. Ini menjadi alasan ahli bahasa bahwa qara`a ini bukan saja diartikan membaca secara teks, konteks tetapi membaca segala hal yang tujuannya untuk menghimpun ilmu dan pelajaran. Sedangkan talā, diartikan membaca yang dibatasi pada teks saja.

Pembaca yang dirahmati Allah swt., kalimat pada wahyu pertama berbunyi “Iqra`!”, dengan menggunakan kata qara`a. Ini menyiratkan bahwa bukan hanya teks yang mesti dibaca atau mengikuti suatu bacaan yang dibaca, tetapi lebih dari itu segala hal yang ada di alam semesta ini patut kita baca. Membaca suatu situasi atau keadaan merupakan bagian dari pengamalan “Iqra!”. Menafakuri keberadaan matahari, bulan dan bintang juga bagian dari membaca. Memahasucikan Allah ketika menyadari betapa hebatnya Allah menciptakan seluruh organ di tubuh kita. Ini juga merupakan proses membaca. Membaca diri sendiri, sudah sampai manakah ketaatan kepada Allah? Sudah berapa besarkah andil kita dalam perjuangan? Ini termasuk kegiatan membaca yang tak kalah pentingnya daripada membaca bacaan tertentu.

Jika begitu, yang harus dibaca itu ada dua macam, yaitu teks atau bacaan, seperti al-Quran, kitab-kitab para ulama, buku, majalah, koran, buletin, dll.; dan non teks yaitu segala hal yang terjadi di alam raya ini.

Para Pembaca Ulung
Khusus untuk membaca teks, mari kita belajar kepada para pembaca ulung. Sebelum menulis buku Membumikan Al-Quran, M. Quraish Shihab harus membaca kurang lebih 124 referensi yang relevan. Mantan ketua PD Persis Kota Tasikmalaya, Drs. H. Uu Suhendar, M.Ag., untuk menghasilkan karya yang luar biasa, Tafsir Al-Razi, beliau menelaah 70 referensi buku dan kitab. Sedangkan untuk bukunya Tafsir Tematik Lansia dalam Al-Quran, sebanyak 48 buku dan kitab dipelajarinya terlebih dahulu. Sementara itu, 84 referensi buku dan kitab harus dikaji terlebih dahulu oleh Dewan Hisbah Persatuan Islam sebelum melahirkan buku kecil 80 halaman yang berjudul Thuruq al-Istinbath Dewan Hisbah Persatuan Islam. Maka, kecakapan menulis para penulis berawal dari keranjingan dan kedisiplinan membaca.

Beralih ke kebudayaan suatu negara. Berbicara kegiatan membaca sebagai budaya bangsa, ingatan kita tertuju pada sebuah negara yang dua kota pentingnya, Nagasaki dan Hiroshima, pernah dibom nuklir oleh Amerika.  Nagasaki dijatuhi nuklir “Little Boy” tanggal 6 Agustus 1945 dan Hiroshima dilahap nuklir “Fat Man” tanggal 9 Agustus 1945. Enam bulan sebelumnya, 67 kota di Jepang habis dilabrak bom-bom Amerika.

Anda pasti sudah tahu bahwa negara tersebut adalah Jepang. Jepang merupakan negara yang tumbuh dan berkembang yang salah satu penyebabnya adalah budaya baca melekat di penduduknya.

Di kereta listrik, di bis-bis, di tempat umum lainnya, jika sedang tidak ada kerjaan, orang Jepang lebih banyak melakukan kegiatan membaca. Bagi mereka waktu adalah uang. Jadi, harus dimanfaatkan seefektif mungkin. Indonesia perlu belajar dari rakyat Jepang dalam budaya membaca. Empat sampai enam jam sehari, membaca adalah wajib bagi orang Jepang. Rakyat Indonesia?

Teringat presentasi Prof. Dr. K.H. M. Abdurrahman, MA pada sebuah acara. Beliau menjelaskan bahwa generasi penerus perjuangan harus banyak membaca. Membaca merupakan awal kemajuan diri dan sebuah bangsa. Logisnya, tidak membaca berarti stagnasi bahkan kemunduran kualitas diri. Kemudian, Prof. Maman menjelaskan bahwa dirinya memiliki waktu wajib baca sekitar empat jam setiap harinya. Hebat.

Jadi, jika kita ingin menjadi orang hebat, perspektif khalayak atau minimal perspektif diri sendiri, membaca adalah salah satu hal wajib. Sejarah sudah gamblang membuktikan bahwa orang-orang hebat, orang-orang sukses, para ulama merupakan orang yang rajin membaca. Eksistensi mereka menjadi orang hebat salah satunya dibangun oleh kehebatan dalam membaca.

Membaca itu Ibadah
Bagi seorang muslim, dengan jargon hayātuna kulluhā ‘ibādah (hidup kita, seluruhnya adalah ibadah), membaca merupakan ibadah yang berbuah berkah, terutama membaca al-Quran. Setiap huruf, ganjarannya dilipat sampai 10 kali kebaikan. Oleh karena itu, mari tetapkan waktu wajib baca al-Quran. Minmal ba’da Maghrib dan ba’da Shubuh, karena di dua waktu tersebut ada hikmah yang luar biasa untuk diri kita jika digunakan membaca al-Quran. Berdasarkan penelitian ilmiah, ada implikasi positif terhadap kesehatan fisik ketika dua waktu tersebut menjadi waktu wajib baca al-Quran.

Jika membaca al-Quran menjadi ibadah, bagaimana status membaca selain al-Quran? Apakah juga menjadi ibadah?

Pembaca yang dirahmati Allah, membaca itu salah satu teknis mencari ilmu. Sedangkan, mencari ilmu itu hukumnya wajib. Wajib itu, dilakasanakan mendapat pahala, ditinggalkan mendapat murka. Maka, membaca sebagai wasilah mencari ilmu merupakan kegiatan yang akan membuahkan pahala. Membaca adalah ibadah.

Mari budayakan membaca karena rumah kita adalah taman bacaan yang sangat indah. Tanamkan minat baca pada anak-anak kita, sehingga anak-anak kita kelak adalah anak berpengetahuan dan berpehamanan yang benar secara intensif dan ekstensif.

0 komentar:

Posting Komentar

Mari meraih kebaikan dengan berbagi. Tinggalkan komentarmu kawan...