Anda adalah Pemimpin
Suatu hari, Frederick Yang Agung, Raja
Prusia berjalan-jalan dipinggiran Berlin. Ia berjumpa dengan seorang kakek tua.
Kemudian mereka berbincang-bincang.
“Siapa Anda?” tanya Frederick.
“Saya seorang raja” jawab kakek tua itu.
“Raja?” tandas Frederick tertawa kecil
kegelian.
“Di kerajaan mana Anda memimpin?”
Optimis dan tegas kakek tua menjawab,
“Saya memimpin diri sendiri”.
Dialog mengenai esensi kepemimpinan
tersebut cukup menjadi pelajaran bahwa setiap kita sebenarnya pemimpin.
Pemimpin yang memimpin diri sendiri. Memimpin diri agar menjadi orang baik yang
bisa menebarkan kebaikan sehingga masyarakat terhimpun dalam kebaikan.
Sebernanya esensi kepemimpinan sudah
jauh-jauh hari dijelaskan Rasulullah melalui sabdanya.
“Setiap kalian adalah pemimpin. Dan,
setiap kalian akan diminta pertanggungjawaban” demikian sabda Rasulullah dalam
hadits Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi dan Ahmad.
“Seorang imam adalah pemimpin dan akan
diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang laki-laki adalah
pemimpin penduduk rumahnya dan akan diminta pertanggungjawaban atas
kepemimpinannya. Seorang perempuan merupakan pemimpin di rumah suaminya dan
akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang khadim
(pembantu) merupakan pemimpin harta tuannya dan akan diminta pertanggungjawaban
atas kepemimpinannya.”, lanjut Rasulullah saw..
Kemudian Beliau menegaskan kembali,
“Setiap kalian adalah pemimpin. Dan, setiap kalian akan diminta
pertanggungjawaban”.
Penjelasan Rasulullah tersebut
menyiratkan ada dua jenis kemimpinan berdasarkan obejknya, yaitu memimpin diri
sendiri dan memimpin orang lain. Pada tulisan ini kita uraikan kemimpinan
terhadap orang lain atau lebih dikenal dengan kepemimpinan dalam organisasi.
Kepemimpinan adalah
Amanah?
Kepimipinan adalah amanah. Amanah adalah
kepercayaan yang diberikan karena ada unsur kemampuan pada yang dipercayai.
Maka, kepemimpinan merupakan kepercayaan yang diberikan kepada orang-orang yang
dipandang memiliki kemampuan dalam menjalankan urusan organisasi.
Kenapa amanah ini diberikan?
Jika kita pahami dari akar katanya,
amanah berasal darikata amina (dalam bahasa Arab) yang berati aman.
Filosofisnya, amanah diberikan karena ada keinginan akan rasa aman agar terjadi
di wilayah individu, organisasi masyarakat, atau negara.
Oleh karena itu, tugas utama para
pemegang amanah kepemimpinan adalah memberikan rasa aman terhadap yang dipimpin
(baca: umat). Aman dalam ibadah, berarti pemimpin mesti membimbing umat,
bagaimana beribadah yang benar sehingga aman dari ancaman adzab Allah. Aman
dalam kehidupan dunia, berarti para pemimpin harus mengarahkan umat agar aman
dari ancaman dan tipuan dunia, sehingga dunia berada di bawah penguasaan umat
bukan umat berada di bawah penguasaan dunia. Aman dari segala hal sehingga umat
benar-benar sejahtera lahir dan batin.
Intinya, pemimpin amanah itu pemimpin
yang membuat umat merasa aman, tenang, tentram dan nyaman menjalani kehidupan.
Ini merupakan tugas berat nan mulia bagi
para pemimpin. Oleh karena itu, kepimpinan tidak diembankan pada seorang atau
dua orang tapi kepada tim atau staf yang memiliki ghirah memperjuangkan
keamanan bagi umat dalam segala aspek kehidupan.
Tidak ada orang yang sempurna. Ini
ungkapan yang disepakati oleh khalayak banyak. Jika diterjemahkan lebih lanjut,
tidak ada pemimpin dan tim kepimpinan yang sempurna. Ketika seorang pemimpin
mempunyai keunggulan, maka di saat itu pula ia memiliki kekurangan. Ini
realitas.
Umat mesti menjadi relasi bagi para
pemangku amanah kepemimpinan. Urusan hak dan kewajiban itu akan beriring
bersamaan ketika pemimpin dan yang dipimpin bekerjasama dengan baik dan solid.
Ketika pemimpin mengeluarkan kebijakan, tentunya kebijakan yang tidak keluar
dari nilai-nilai syariat; maka, yang dipimpin mesti menaati.
Pemimpin itu dipilih untuk ditaati bukan
diangkat lalu dimaksiati. Sekali lagi, ketaatannya mesti pada hal yang tidak
melanggar syariat. Jika melanggar, tugas umat sebagai pemegang kepemimpinan
sebenarnya adalah meluruskan. Dengan begitu, harapan terwujudnya masyarakat
yang sakinah, aman dan nyaman, insya Allah akan dicapai. Dan, ini terlihat dari
indikasi seimbangnya arus hak dan kewajiban.
Quranic Leadership?
Nah, untuk menciptakan kepemimpinan yang
diharapkan sebagaimana disebut, jalan terbaik adalah Quranic Leadership (QL),
kemepimpinan yang dilandasi al-Quran dan petunjuk Rasulullah saw..
Gambaran umunya, QL itu menjunjung tinggi
nilai syariat sehingga kebijakan yang dibuat sarat dengan kebajikan dan bukan
atas dasar kepentingan pribadi tetapi kepentingan jam’iyah terhadap
kesejahteraan umat dunia dan akhirat. Menghidupkan jam’iyah dan umat, bukan
ikut hidup di dalam jam’iyah. Demikian esensinya.
Di antara indikasi QL ini bisa dilihat
dari beberapa faktor. Diantaranya:
Pertama, kesalehan para pemegang amanah. Saleh (shalih)
berarti benar, sesuai. Pemimpin yang saleh itu pemimpin yang membuat dirinya
senantiasa benar dan meneladani perilaku hidup Rasulullah dan para sahabat.
Pemimpin dalam kepemimpinan ala
Rasulullah adalah berilmu (idealis) juga beramal(praktis). Selain itu, pemimpin
ala Rasulullah memiliki integritas yang tinggi. Akhlaknya terpuji tapi tidak pupujieun
(ingin dipuji). Amalnya getol tapi tidak gatel. Lisannya
senantiasa terjaga dari qauluz-zūr (perkataan keji). Jika harus
menyikapi masalah, ia menyikapinya dengan adil, bijaksana, dan dengan kepala
dingin. Maka, pemimpin dalam Quranic Leadership itu selain aqidahnya kokoh,
amalnya benar, akhlaknya pun mulia.
Kedua, kesalehan umat. Tidak bisa
dipungkiri bahwa pemimpin itu gambaran umum umat. Dalam arti, umat yang baik
akan melahirkan pemimpin yang baik. Umat yang saleh akan memilih pemimpin yang
saleh. Oleh karena itu, melahirkan pemimpin yang saleh duniawi-ukhwari dimulai
dari kesalehan umat itu sendiri. Dan, kesalehan umat itu merupakan integrasi
(kesatuan) dari kesalehan individu dalam umat tersebut. Ibda` bi nafsika,
mulailah dengan dirimu sendiri!
Ketiga, tegaknya prinsip-prinsip
al-Quran dan Sunnah Rasulullah. Hal ini tercermin dalam beberapa hal,
misalnya keadilan bagi seluruh umat. Tidak seperti saat ini, fenomena
ketidakadilan dalam hukum sudah menjadi hal yang biasa. Contoh kecil, AAL,
remaja berusia 15 tahun, siswa SMK Negeri 3 Kota Palu, Sulawesi Tengah, yang
terancam hukuman lima tahun penjara karena mencuri sandal jepit butut milik
Briptu ARH, anggota Brimob Polda Sulteng. Misalnya juga Rasminah yang dihukum
130 hari penjara hanya karena dituduh mencuri 6 buah piring. Hal jelas ini
menjadi indikasi bahwa hukum di negera kita masih semerawut.
Ada seoran miskin mencuri. Masyarakat
melaporkannya kepada Umar binKhatab. “Untuk kali ini ia tidak layak dihukum
sebab hidupnya yang sangat miskin dan serba kekurangan. Hukuman itu hanya akan
menambah penderitaan hidupnya. Aku akan membebaskan ia. Dengan begitu akan ada
kesempatan untuknya memperbaiki dirinya sendiri” tandas Umar.
Untuk yang kedua kalinya si miskin
mencuri lagi. Kolega-kolega Umar menyarankan agar ia dikenai hukuman. Potongan
tangan adalah hukuman yang tepat baginya berdasarkan petunjuk Rasulullah.
Mendengar saran tersebut Umar menjawab
bijak, “Kalau si miskin mencuri, apalagi sampai dua kali, itu artinya yang
harus dipotong bukan tangannya, melainkan tangan orang kaya. Mereka lah yang
harus dihukum, lantaran membuat si miskin mengambil jalan pintas dengan
mencuri, karena hak-haknya tak dipenuhi.”
Keempat, model kepemimpinan ala
Rasulullah saw.. Rasulullah menerapkan model kepemimpinan yang baik. Kita
mengenal ada lima model kepemimpinan yaitu otokratis yaitu
kepemimpinan dengan kekuasaan mutlak pada diri seseorang, militeristis
yaitu kepemimpinan yang bersifat kemiliteran, paternalistis yaitu
kepemimpinan seperti orang tua terhadap anak kecil yang tidak tahu apa-apa, kharismatik
yaitu kepemimpinan yang dinahkodai oleh pemimpina berwibawa dan berpengaruh
besar, dan demokratis yaitu kepemimpinan yang menujnjung tinggi
nilai-nilai demokrasi.
Nah, Rasulullah adalah tipe pemimpin
yang mampu menggabungkan kelima model tersebut. Beliau itu memiliki kekuasaan
dan kekuatan, tegas, penyayang layaknya orang tua terhadap anak, berwibawa dan
berakhlak mulia, dan selalu bermusyawarah untuk menetukan sesuatu yang perlu
dimusyawarahkan.
Kesimpulan?
Memimpin adalah aligning (menyelaraskan seluruh kekuatan), empowering
(meberdayakan potensi yang ada), dan modeling (meneladankan kebaikan).
Oleh karena itu, siapa pun Anda, jika posisinya sebagai pemimpin maka Anda
wajib memiliki jiwa kepemimpinan yang bisa mensinergiskan ketiga tugas
tersebut. Kepemimpinan bisa mejadi bumerang bagi Anda tetapi bisa juga menjadi
wasilah kebaikan dunia dan akhirat.
Jika
Anda mejalankan tugas sebagai pemimpin dengan benar, maka kepemimpinan Anda
akan membuat Anda mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat. Jika tidak, maka
kebaikan tidak akan menghampiri Anda dunia dan akhirat.
Wallāhu a’lam
Assalamu'alaikum wr.wb. Salam ukhuwah, salam kenal dari kami www.QuranicLeadership.com, kami nantikan kunjungan anda, semoga manfaat dan bisa silaturahim.
BalasHapushttp://quranicleadership.com
http://mas-prio.blogspot.com
Wa'alaikumussalam...
BalasHapusSalam ukhuwah Mas..
insya Allah saya akan berkunjung ke QL milik mas..
Insya Allah bermanfaat buat umat..
kenapa artikelnya selalu tak ada referensinya?
BalasHapustak ada referensi = hoax (doubtful)