Dalam hadits riwayat Imam Muslim,
dikisahkan ada tiga orang yang dihisab oleh Allah. Pertama, laki-laki yang mati
syahid di medan perang. Ia pun mengetahui bagian pahalanya setelah
diperlihatkan oleh Allah. Tetapi Allah justru memvonisnya berdusta. Apa pasal?
Ternyata ikut sertanya ia di medan perang karena ingin disebut “jariy”
(pahlawan). Maka, surga pun tidak jadi ia raih. Bahkan Allah memerintah
malaikat untuk menyeretnya ke dalam api neraka. Na’udzu billahi min dzalik.
Kedua, seseorang yang belajar dan mengajar
al-Quran. Waktunya ia habiskan untuk mencari ilmu, berdakwah dan membaca
al-Quran. Begitu nikmat diperlihatkan kepadanya, Allah justru menjustifikasi
bahwa ia berbohong. Seluruh amalnya tersebut ternyata dilandasi karena ingin
dipandang sebagai orang alim dan pandai membaca al-Quran. Allah pun melemparkan
orang tersebut ke dalam api neraka. Na’udzdu billah min dzalik.
Ketiga, orang yang punya harta melimpah
dan hartanya ia habiskan di jalan Allah untuk membiayai asnaf-asnaf zakat,
infaq, dan shadaqah. Tetapi apa yang dikatakan Allah? Lagi-lagi Allah memvonis,
“Kadz-dzabta” (engkau bebohong). Ternyata, ia beramal dengan hartanya tersebut
karena ingin disebut “jawwād” alias dermawan. Apa yang terjadi? Allah
melemparkan orang itu ke dalam api neraka. Na’udzdu billah min dzalik.
Anda bisa membayangkan betapa hebatnya
amal ketiga orang sebagaimana hadits Muslim tersebut. Mati di medan perang,
mencari ilmu, berdakwah dan qira`ah al-Quran; dan menghabiskan harta di
jalan Allah. Tapi ending-nya buruk. Ketiga orang tersebut malah
dijadikan “kayu bakar” neraka.
Selidik
punya selidik, hanya satu sebab ending buruk yang mereka alami, yaitu
landasan beramalnya (baca: niat) bukan karena Allah. Orang pertama ingin
disebut jariy alias pahlawan, orang kedua ingin disebut ‘alim
(orang pintar) dan qariy (pandai membaca Quran), dan orang ketiga ingin
dipandang jawwād alias dermawan.
Dari kisah di atas, keberadaan niat dalam melakukan suatu kebaikan
jelas menentukan nilai amal di hadapan Allah swt.. Amal baik yang besar tapi niatnya riya atau sum’ah,
maka hasilnya kerdil. Amal baik yang kecil tapi niatnya hanya mengharap perhatian Allah,
maka hasilnya besar. Hal ini disinggung oleh Abdullah bin Mubarak sebagai
berikut:
رُبَّ
عَمَلٍ صَغِيْرٍ تُعَظِّمُهُ النِّيَةُ، وَرُبَّ عَمَلٍ كَبِيْرٍ تُصَغِّرُهُ النِّيَةُ
“Banyak amal yang kecil tapi dibesarkan (nilainya) oleh niat dan
banyak amal yang besar tapi dikecilkan (nilainya) oleh niat”.
Oleh karena
itu, hindarilah beramal dengan niat ingin dipandang orang. Seberapa hebat amal
Anda jika titik tolaknya untuk kepentingan dunia (riya, sum’ah), maka amal Anda
tidak lebih baik dari membuang sampah pada tempatnya sebagai manifestasi dari
iman. Biarlah amal Anda kecil tapi dorongannya ketaatan kepada Allah. Yang demikian
ini hebat di “mata” Allah swt.. Namun, yang paling hebat adalah amal Anda amal
yang besar dan niat Anda niat yang ikhlas. Ini dia yang seharusnya.
0 komentar:
Posting Komentar
Mari meraih kebaikan dengan berbagi. Tinggalkan komentarmu kawan...