Sabtu, 28 April 2012

Bisnis itu Melayani dengan Baik


Jika Anda adalah pegiat bisnis, terutama yang bergerak di kuliner, jangan sepelekan yang namanya service alias pelayanan terhadap konsumen. Ini sangat penting untuk menjaga kredibilitas Anda sebagai pebisnis. Jika urusan pelayanan terhadap konsumen tidak diperhatikan, wah.... gawat darurat nantinya.

Seperti yang aku dan istriku alami sore tadi saat kami mencari angin. Ye... emangnya di rumah gak ada angin? He.. Maksudnya, JJS alias jalan-jalan sore. Ada hal menarik dan menggelikan kami tapi menjadi ibrah buat kami dalam interaksi bisnis antara produsen dan konsumen.

Meluncur menyusuri jalan memecah kota dengan mengendarai si Biru Qyuei (sebutan untuk motor kami), kami memenuhi tiga agenda. Pertama, melunasi ongkos service Laptop. Harga jasanya lumayan, 150 ribu untuk membetulkan IC yang tidak berfungsi. Kedua, melaksanakan perintah orang tuaku untuk membuatkan kancing tutup kain. Kebetulan ayahku seorang penyedia jasa membuat clothing. Dan, ketiga, ya... tujuan pokok yakni ber-JJS ria bersama istri tercinta.

Setelah dua agenda pertama kami selesaikan, kami mencari sesuatu yang bisa disantap. Maklum, perut kami didemo cacing-cacing liar, he... Setelah berdiskusi sama istri, akhirnya kami memutuskan untuk bertepi di sebuah outlet kuliner. Tepatnya outlet Mie dan Bubur Ayam tak jauh dari rumah kami, kira-kira 100 meteran.

Kami pesan 2 porsi Mie Ayam Ceker (kaki ayam). Nah, dari sinilah kisah itu mulai klimaks. Begitu kami memesan, kami ditelantarkan oleh sang pemilik outlet karena mereka sedang melayani konsumen. Kami memahami.

Kami mulai merasa disisihkan. Ketika kami yang sudah duluan memesan lalu duduk di kursi panjang, menunggu pesanan yang belum sama sekali dibuat, tiba-tiba datang seorang bapak dan beberapa ibu-ibu turun dari mobil lalu memesan bubur ayam. Pemilik outlet pun segera melayani mereka tanpa mengindahkan kami yang sudah dari tadi menunggu. Kami pun tetap bersabar menanti sembari berdiskusi.

Sudah sepuluh menitan, pesanan kami belum juga dibuat. Padahal hanya 2 porsi saja. Akhirnya, pemilik outlet pun mulai menyuruh karyawannya yang kebetulan saudaranya sendiri untuk membuatkan mie ayam yang kami pesan. Kami pun mulai sumringah karena perut lapar kami, siap diguyur mie ayam.

Melihat gelagat si karwayan itu, perasaan kami mulai gak karuan. Apa pasal? Hm, karyawan itu lelet banget membuatkan pesanan kami. Bahkan, ada perilakunya yang “menjengkelkan” kami. Ketika ia merebuskan mie dan sayur ke dalam bejana, ia malah meninggalkan pesanan kami dan melayani dua orang anak lalu menghilang sejenak keluar outlet untuk menukar uang dengan recehan.

Sekembali dari menukarkan uang, ia pun segera meneruskan tugasnya. Eh... ia pergi ke belakang untuk mengambil daging. Si daging ayam rupanya tidak ada di tempat persembunyiannya. Kabur kali, he...

Akhirnya, pesanan pun datang setelah kami menunggu kurang lebih selama setengah jam. Kami pun segera melahap mie ayam tersebut. Maklum laper gitu loh Sob... he..

Tiba-tiba daging ayam jatuh ke gamis istriku. Ia pun menanyakan, “Teu aya tisseu nya?” (Tidak ada tissue ya?). Terpaksa ia membersihkannya dengan tangan halusnya.

Tak lam berselang, istriku mau minum. Eh ternyata si karyawan tidak membuatkan minuman yang biasanya suka disediakan oleh para pemilik atau karyawan sebuah outlet kuliner. Istriku pun mencari air minum. Ternyata gelas-gelas berceceran pada kotor belum dicuci. Hm, sabar ya umi sabar.... Beberapa saat kemudian, si karyawan menyodorkan dua belah gelas teh hangat kepada kami. Ya, alhamdulillah biar telat asal selamat. Benar kan? J

Lengkaplah sudah “penderitaan” kami saat itu, ketika kami hendak membayar. Kami ditelantarkan menunggu beberapa menit untuk mendapatkan uang kembalian. Sabar...sabar...sabar... Itung-itung latihan bersabar. Begitu ucap kami.

Pukul 17.35an kami meninggalkan outlet itu. Dengan hati sedikit kegelian dan mendapat pelajaran berharga, kami kembali menuju rumah. Masya Allah, ini pegalaman berharga. Tak biasanya kami membeli makanan seperti mie ayam ini sampai menghabiskan waktu sekitar 50 menit. Padahal biasanya dalam waktu seperempat jam kami sudah bisa pulang dengan perut kenyang dan kesan yang wuih atas kelezatan kuliner yang kami rasakan.

Pelajaran Bermakna
Dari kisah tersebut, ada beberapa hikmah dan pelajaran yang kami dapatkan. Setidaknya ada dua hal. Pertama, hidup itu perlu latihan. Salah satu latihan dalam hidup adalah latihan kesabaran. Dan, ini yang kami alami saat itu. Up Grading kesabaran.

Kedua, ini menyangkut bisnis. Dalam bisnisnya itu hendaknya diperhatikan segala sesuatunya. Salah satu yang fundamental adalah pelayanan terhadap konsumen atau pelanggan.

Anda akan mempertaruhkan kredibilitas Anda dalam bisnis. Kredibilitas ini diantaranya dipengaruhi oleh bagaimana Anda bisa melayani konsumen Anda dengan baik. Soal rasa, itu tergantung selera. Tapi soal pelayanan terhadap konsumen ini semuanya rata. Semua orang ingin dilayani dengan baik.

So, jadilah pebisnis yang melayani klien, konsumen, pelanggan, dll. dengan sangat baik dan apik. Ini akan memengaruhi marketing Anda. Marketing itu bukan saja melalui pamflet atau iklan tapi bagaimana cara Anda melayani merupakan marketing yang cukup kuat menarik pelanggan. Sekali Anda melayani klien, konsumen atau pelanggan dengan pelayanan yang buruk, maka harga diri Anda jadi taruhan.

Sekali lagi, layanilah klien, konsumen atau pelanggan dengan sangat baik. Ini merupakan ciri pebisnis yang baik yang bisnisnya bisa maju dan berkembang. Insya Allah.

0 komentar:

Posting Komentar

Mari meraih kebaikan dengan berbagi. Tinggalkan komentarmu kawan...