Jika
Anda adalah pegiat bisnis, terutama yang bergerak di kuliner, jangan sepelekan
yang namanya service alias pelayanan terhadap konsumen. Ini sangat penting
untuk menjaga kredibilitas Anda sebagai pebisnis. Jika urusan pelayanan
terhadap konsumen tidak diperhatikan, wah.... gawat darurat nantinya.
Seperti
yang aku dan istriku alami sore tadi saat kami mencari angin. Ye... emangnya di
rumah gak ada angin? He.. Maksudnya, JJS alias jalan-jalan sore. Ada hal
menarik dan menggelikan kami tapi menjadi ibrah buat kami dalam interaksi
bisnis antara produsen dan konsumen.
Meluncur menyusuri jalan memecah kota dengan mengendarai si Biru Qyuei (sebutan untuk motor kami), kami memenuhi tiga agenda. Pertama, melunasi ongkos service Laptop. Harga jasanya lumayan, 150 ribu untuk membetulkan IC yang tidak berfungsi. Kedua, melaksanakan perintah orang tuaku untuk membuatkan kancing tutup kain. Kebetulan ayahku seorang penyedia jasa membuat clothing. Dan, ketiga, ya... tujuan pokok yakni ber-JJS ria bersama istri tercinta.
Setelah
dua agenda pertama kami selesaikan, kami mencari sesuatu yang bisa disantap. Maklum,
perut kami didemo cacing-cacing liar, he... Setelah berdiskusi sama istri,
akhirnya kami memutuskan untuk bertepi di sebuah outlet kuliner. Tepatnya outlet
Mie dan Bubur Ayam tak jauh dari rumah kami, kira-kira 100 meteran.
Kami
pesan 2 porsi Mie Ayam Ceker (kaki ayam). Nah, dari sinilah kisah itu mulai
klimaks. Begitu kami memesan, kami ditelantarkan oleh sang pemilik outlet karena
mereka sedang melayani konsumen. Kami memahami.
Kami
mulai merasa disisihkan. Ketika kami yang sudah duluan memesan lalu duduk di kursi
panjang, menunggu pesanan yang belum sama sekali dibuat, tiba-tiba datang seorang
bapak dan beberapa ibu-ibu turun dari mobil lalu memesan bubur ayam. Pemilik outlet
pun segera melayani mereka tanpa mengindahkan kami yang sudah dari tadi
menunggu. Kami pun tetap bersabar menanti sembari berdiskusi.
Sudah
sepuluh menitan, pesanan kami belum juga dibuat. Padahal hanya 2 porsi saja. Akhirnya,
pemilik outlet pun mulai menyuruh karyawannya yang kebetulan saudaranya sendiri
untuk membuatkan mie ayam yang kami pesan. Kami pun mulai sumringah karena
perut lapar kami, siap diguyur mie ayam.
Melihat
gelagat si karwayan itu, perasaan kami mulai gak karuan. Apa pasal? Hm, karyawan
itu lelet banget membuatkan pesanan kami. Bahkan, ada perilakunya yang “menjengkelkan”
kami. Ketika ia merebuskan mie dan sayur ke dalam bejana, ia malah meninggalkan
pesanan kami dan melayani dua orang anak lalu menghilang sejenak keluar outlet untuk
menukar uang dengan recehan.
Sekembali
dari menukarkan uang, ia pun segera meneruskan tugasnya. Eh... ia pergi ke
belakang untuk mengambil daging. Si daging ayam rupanya tidak
ada di tempat persembunyiannya. Kabur kali, he...
Akhirnya,
pesanan pun datang setelah kami menunggu kurang lebih selama setengah jam. Kami
pun segera melahap mie ayam tersebut. Maklum laper gitu loh Sob... he..
Tiba-tiba
daging ayam jatuh ke gamis istriku. Ia pun menanyakan, “Teu aya tisseu nya?”
(Tidak ada tissue ya?). Terpaksa ia membersihkannya dengan tangan halusnya.
Tak
lam berselang, istriku mau minum. Eh ternyata si karyawan tidak membuatkan
minuman yang biasanya suka disediakan oleh para pemilik atau karyawan sebuah
outlet kuliner. Istriku pun mencari air minum. Ternyata gelas-gelas berceceran pada
kotor belum dicuci. Hm, sabar ya umi sabar.... Beberapa saat kemudian, si
karyawan menyodorkan dua belah gelas teh hangat kepada kami. Ya, alhamdulillah
biar telat asal selamat. Benar kan? J
Lengkaplah
sudah “penderitaan” kami saat itu, ketika kami hendak membayar. Kami ditelantarkan
menunggu beberapa menit untuk mendapatkan uang kembalian. Sabar...sabar...sabar...
Itung-itung latihan bersabar. Begitu ucap kami.
Pukul
17.35an kami meninggalkan outlet itu. Dengan hati sedikit kegelian dan mendapat
pelajaran berharga, kami kembali menuju rumah. Masya Allah, ini pegalaman
berharga. Tak biasanya kami membeli makanan seperti mie ayam ini sampai
menghabiskan waktu sekitar 50 menit. Padahal biasanya dalam waktu seperempat jam
kami sudah bisa pulang dengan perut kenyang dan kesan yang wuih atas
kelezatan kuliner yang kami rasakan.
Pelajaran
Bermakna
Dari
kisah tersebut, ada beberapa hikmah dan pelajaran yang kami dapatkan. Setidaknya
ada dua hal. Pertama, hidup itu perlu latihan. Salah satu latihan dalam hidup adalah
latihan kesabaran. Dan, ini yang kami alami saat itu. Up Grading kesabaran.
Kedua,
ini menyangkut bisnis. Dalam bisnisnya itu hendaknya diperhatikan segala
sesuatunya. Salah satu yang fundamental adalah pelayanan terhadap konsumen atau
pelanggan.
Anda
akan mempertaruhkan kredibilitas Anda dalam bisnis. Kredibilitas ini diantaranya
dipengaruhi oleh bagaimana Anda bisa melayani konsumen Anda dengan baik. Soal rasa,
itu tergantung selera. Tapi soal pelayanan terhadap konsumen ini semuanya
rata. Semua orang ingin dilayani dengan baik.
So,
jadilah pebisnis yang melayani klien, konsumen, pelanggan, dll. dengan sangat
baik dan apik. Ini akan memengaruhi marketing Anda. Marketing itu bukan saja
melalui pamflet atau iklan tapi bagaimana cara Anda melayani merupakan
marketing yang cukup kuat menarik pelanggan. Sekali Anda melayani klien,
konsumen atau pelanggan dengan pelayanan yang buruk, maka harga diri Anda jadi
taruhan.
Sekali
lagi, layanilah klien, konsumen atau pelanggan dengan sangat baik. Ini merupakan
ciri pebisnis yang baik yang bisnisnya bisa maju dan berkembang. Insya Allah.
0 komentar:
Posting Komentar
Mari meraih kebaikan dengan berbagi. Tinggalkan komentarmu kawan...