Oleh: Udo Yamin Majdi
Dua hal yang menggerakan kita berbuat atau bergerak, menurut Ibnu Taimiyah dalam kitab Al-Qa'idah fi al-Mahabbah (Dar Ibnu Hazm, 1999), adalah cinta (al-mahabbah) dan keinginan (al-iradah). Begitu juga dalam menulis, kita butuh cinta sekaligus keinginan.
Dari cinta dan keinginan itu, melahirkan kemauan alias kesungguhan. Dalam bahasa Arab, kesungguhan ini kita kenal dengan kata "jihad". Kalau saya rumuskan atau formulasikan rahasia sukses saya menulis, maka ada lima hal:
1. Jujur
Jujur adalah pintu masuk segala kebaikan. Sebaliknya, dusta pintu masuk segala kejahatan. Oleh sebab itu, Nabi Muhammad Saw. masih mentolerir seorang pemuda yang minta izin untuk mencuri, mabuk-mabukan dan berzina, asal siap menjalani satu syarat, yaitu jujur. Ternyata syarat jujur ini membuat sang pemuda tidak berani melakukan tiga dosa besar itu, sebab dia akan malu, manakala rasul bertanya, lalu dia jujur telah berbuat dosa. Dan akhirnya dia menjadi orang baik.
Dalam menulis, kejujuran ini sangat penting. Bahkan pertama dan utama. Kejujuran ini akan membuat karya seseorang bermakna dan menjadikan seorang penulis memiliki integritas. Makna dan integritas inilah yang akan menggerakan banyak orang berubah, sesuai dengan apa yang kita tulis.
2. Istiqamah
Betapa banyak orang yang begitu semangat ingin menjadi penulis, pada awalnya. Namun, akhirnya mereka gagal menjadi penulis sebab tidak istiqamah. Padahal, mereka tinggal satu langkah lagi untuk menjadi sukses dalam bidang kepenulisan. Orang yang tidak istiqamah, alias punya mood musiman, tidak pernah akan meraih apa yang dia inginkan.
Manakala kita ingin sukses, istiqamahlah! Kita istiqamah dengan prinsip dan nilai hidup kita. Kita istiqamah dengan visi, misi dan strategi hidup kita. Kita istiqamah dengan target dan jam biologis kita menulis. Kita istiqamah untuk menekuni dunia kepenulisan.
3. Hikmah
Kita menulis, salah satu tujuannya adalah karena kita ingin berbagi hikmah. Bagaimana mungkin kita akan memberikan hikmah itu, kalau kita tidak memilikinya? Kita harus memungut hikmah dari mana saja, baik dari pengalaman hidup kita sendiri, maupun orang lain. Yang jelas, bagi saya, sumber hikmah itu adalah Al-Quran. Sebab, dalam surat Yasin ayat pertama, Allah memberitahu kita bahwa Al-Quran penuh dengan hikmah.
Oleh sebab itu, sebelum kita menulis, bukalah mata, telinga dan hati kita untuk siap mendapatkan pengetahuan, informasi, dan ilmu. Dengan mata kita bisa membaca, meneliti, mencermati, dan memperhatikan apa dan siapa saja, terutama buku. Dengan telinga, kita bisa menangkap suara kebenaran, keindahan, dan keharmonisan, baik dalam diri kita, maupun di luar diri kita.
4. Aktif
Menulis itu memang dunia sunyi. Namun itu hanya berlaku saat kita menuangkan ide saja. Namun untuk mencari ide dan menentukan cara kita menuangkan ide, kita butuh keramaian. Betapa banyaknya karya yang tidak menggerakan pembaca, sebab isinya bagaikan menara gading; ada kesenjangan antara idealisme dengan realitas, hanya bicara "seharusnya", bukan "apa adanya".
Karena kita harus aktif di berbagai organisasi, terutama komunitas kepenulisan. Tujuannya, selain untuk mengasah EQ kita dalam "membaca" siapa pembaca kita, juga untuk mempertahankan semangat kita. Biasanya, kalau kita lagi down, lalu kita silaturahmi dengan teman-teman yang lagi aktif menulis, insya Allah semangat kita kembali berkobar.
5. Dinamis
Bila hidup kita tidak dinamis, alias datar-datar saja, maka kita akan bosan. Begitu juga dalam dunia kepenulisan, kalau kita menulis hanya "itu-itu" saja, yakinlah bukan hanya pembaca kita yang bete, namun diri kita sendiri. Berbeda dengan orang yang dinamis, hidup mereka seperti spiral semakin naik dan semakin besar, mereka akan terus semangat. Kesuksesan kecil yang mereka raih, membuat mereka bangkit untuk meraih kesukses lain. Akumulatif dari kesuksesan kecil itu, melahirkan kesuksesan besar. Meledaknya kesuksesan ini, kita kenal dengan momentum. Setiap orang punya momentum untuk sukses.
Salah satu cara kita agar dinamis dalam menulis adalah selalu menilai karya kita setiap saat. Dalam menilai, kita bandingkan karya kita hari ini dengan karya kita hari yang lalu. Jangan membandingkan karya kita dengan orang lain. Sebab, manakala pembandingnya lebih tinggi dari kita, maka kita akan kurang pede, bahkan putus asa. Sebaliknya, manakala pembanding kita lebih rendah, akan membuat kita terlalu pede, bahkan sombong.
Oleh sebab itu, bandingkan diri anda dengan diri Anda pada masa lalu. Kalau lebih baik beruntunglah. Kalau sama, Anda merugi. Kalau lebih jelek, Anda akan celaka. Tentu saja, kita akan memilih, hari ini lebih baik dari hari kemaren dan hari esok harus lebih baik dari hari ini.
Dan hal lebih penting lagi, yang membuat hidup kita dinamis adalah kemampuan kita mengaitkan diri kepada Allah. Sebab orang yang dekat kepada Allah, hidupnya akan terus tumbuh dan berkembang ke arah lebih baik. Ketika kita futur, misalnya malas sholat, maka kita akan malas melakukan yang lainnya, akhirnya kita bermasalah dengan orang sekitar. Karena banyak masalah, menarik diri dari pergaulan. Akhirnya, mereka tidak berkembang, bahkan jiwanya mati.
Rumusnya, kalau hubungan kita kepada Allah harmonis, insya Allah kita akan hormanis dengan diri sendiri. Kalau dengan diri sendiri kita harmonis, insya Allah kepada orang lain akan hormonis pula. Begitu juga sebaliknya. Jadi, sebelum Anda menjadi penulis, selesaikan dulu hubungan Anda dengan Allah, diri Anda dan orang lain. Dengan kata lain, sebelum Anda menulis, perbaiki dulu SQ, IQ dan EQ Anda! Bila tidak, maka tulisan Anda akan menjadi sampah!
Lima kunci tersebut, saya beri nama sesuai dengan singkatannya J-I-H-A-D. Saya menyakini, kalau saya bersungguh-sungguh melaksanakan lima prinsip dan nilai ini, maka saya akan sukses. Dan al-hamdulillah, hal itu ternyata terbukti. Silahkan siapa lagi yang ingin membuktikannya?
Atau... mungkin Anda ingin ikut berbagi, apa rahasia sukses Anda dalam menulis?
Saya tunggu kunci sukses Anda!
Wallahu a'lam bish shawab.
Dua hal yang menggerakan kita berbuat atau bergerak, menurut Ibnu Taimiyah dalam kitab Al-Qa'idah fi al-Mahabbah (Dar Ibnu Hazm, 1999), adalah cinta (al-mahabbah) dan keinginan (al-iradah). Begitu juga dalam menulis, kita butuh cinta sekaligus keinginan.
Dari cinta dan keinginan itu, melahirkan kemauan alias kesungguhan. Dalam bahasa Arab, kesungguhan ini kita kenal dengan kata "jihad". Kalau saya rumuskan atau formulasikan rahasia sukses saya menulis, maka ada lima hal:
1. Jujur
Jujur adalah pintu masuk segala kebaikan. Sebaliknya, dusta pintu masuk segala kejahatan. Oleh sebab itu, Nabi Muhammad Saw. masih mentolerir seorang pemuda yang minta izin untuk mencuri, mabuk-mabukan dan berzina, asal siap menjalani satu syarat, yaitu jujur. Ternyata syarat jujur ini membuat sang pemuda tidak berani melakukan tiga dosa besar itu, sebab dia akan malu, manakala rasul bertanya, lalu dia jujur telah berbuat dosa. Dan akhirnya dia menjadi orang baik.
Dalam menulis, kejujuran ini sangat penting. Bahkan pertama dan utama. Kejujuran ini akan membuat karya seseorang bermakna dan menjadikan seorang penulis memiliki integritas. Makna dan integritas inilah yang akan menggerakan banyak orang berubah, sesuai dengan apa yang kita tulis.
2. Istiqamah
Betapa banyak orang yang begitu semangat ingin menjadi penulis, pada awalnya. Namun, akhirnya mereka gagal menjadi penulis sebab tidak istiqamah. Padahal, mereka tinggal satu langkah lagi untuk menjadi sukses dalam bidang kepenulisan. Orang yang tidak istiqamah, alias punya mood musiman, tidak pernah akan meraih apa yang dia inginkan.
Manakala kita ingin sukses, istiqamahlah! Kita istiqamah dengan prinsip dan nilai hidup kita. Kita istiqamah dengan visi, misi dan strategi hidup kita. Kita istiqamah dengan target dan jam biologis kita menulis. Kita istiqamah untuk menekuni dunia kepenulisan.
3. Hikmah
Kita menulis, salah satu tujuannya adalah karena kita ingin berbagi hikmah. Bagaimana mungkin kita akan memberikan hikmah itu, kalau kita tidak memilikinya? Kita harus memungut hikmah dari mana saja, baik dari pengalaman hidup kita sendiri, maupun orang lain. Yang jelas, bagi saya, sumber hikmah itu adalah Al-Quran. Sebab, dalam surat Yasin ayat pertama, Allah memberitahu kita bahwa Al-Quran penuh dengan hikmah.
Oleh sebab itu, sebelum kita menulis, bukalah mata, telinga dan hati kita untuk siap mendapatkan pengetahuan, informasi, dan ilmu. Dengan mata kita bisa membaca, meneliti, mencermati, dan memperhatikan apa dan siapa saja, terutama buku. Dengan telinga, kita bisa menangkap suara kebenaran, keindahan, dan keharmonisan, baik dalam diri kita, maupun di luar diri kita.
4. Aktif
Menulis itu memang dunia sunyi. Namun itu hanya berlaku saat kita menuangkan ide saja. Namun untuk mencari ide dan menentukan cara kita menuangkan ide, kita butuh keramaian. Betapa banyaknya karya yang tidak menggerakan pembaca, sebab isinya bagaikan menara gading; ada kesenjangan antara idealisme dengan realitas, hanya bicara "seharusnya", bukan "apa adanya".
Karena kita harus aktif di berbagai organisasi, terutama komunitas kepenulisan. Tujuannya, selain untuk mengasah EQ kita dalam "membaca" siapa pembaca kita, juga untuk mempertahankan semangat kita. Biasanya, kalau kita lagi down, lalu kita silaturahmi dengan teman-teman yang lagi aktif menulis, insya Allah semangat kita kembali berkobar.
5. Dinamis
Bila hidup kita tidak dinamis, alias datar-datar saja, maka kita akan bosan. Begitu juga dalam dunia kepenulisan, kalau kita menulis hanya "itu-itu" saja, yakinlah bukan hanya pembaca kita yang bete, namun diri kita sendiri. Berbeda dengan orang yang dinamis, hidup mereka seperti spiral semakin naik dan semakin besar, mereka akan terus semangat. Kesuksesan kecil yang mereka raih, membuat mereka bangkit untuk meraih kesukses lain. Akumulatif dari kesuksesan kecil itu, melahirkan kesuksesan besar. Meledaknya kesuksesan ini, kita kenal dengan momentum. Setiap orang punya momentum untuk sukses.
Salah satu cara kita agar dinamis dalam menulis adalah selalu menilai karya kita setiap saat. Dalam menilai, kita bandingkan karya kita hari ini dengan karya kita hari yang lalu. Jangan membandingkan karya kita dengan orang lain. Sebab, manakala pembandingnya lebih tinggi dari kita, maka kita akan kurang pede, bahkan putus asa. Sebaliknya, manakala pembanding kita lebih rendah, akan membuat kita terlalu pede, bahkan sombong.
Oleh sebab itu, bandingkan diri anda dengan diri Anda pada masa lalu. Kalau lebih baik beruntunglah. Kalau sama, Anda merugi. Kalau lebih jelek, Anda akan celaka. Tentu saja, kita akan memilih, hari ini lebih baik dari hari kemaren dan hari esok harus lebih baik dari hari ini.
Dan hal lebih penting lagi, yang membuat hidup kita dinamis adalah kemampuan kita mengaitkan diri kepada Allah. Sebab orang yang dekat kepada Allah, hidupnya akan terus tumbuh dan berkembang ke arah lebih baik. Ketika kita futur, misalnya malas sholat, maka kita akan malas melakukan yang lainnya, akhirnya kita bermasalah dengan orang sekitar. Karena banyak masalah, menarik diri dari pergaulan. Akhirnya, mereka tidak berkembang, bahkan jiwanya mati.
Rumusnya, kalau hubungan kita kepada Allah harmonis, insya Allah kita akan hormanis dengan diri sendiri. Kalau dengan diri sendiri kita harmonis, insya Allah kepada orang lain akan hormonis pula. Begitu juga sebaliknya. Jadi, sebelum Anda menjadi penulis, selesaikan dulu hubungan Anda dengan Allah, diri Anda dan orang lain. Dengan kata lain, sebelum Anda menulis, perbaiki dulu SQ, IQ dan EQ Anda! Bila tidak, maka tulisan Anda akan menjadi sampah!
Lima kunci tersebut, saya beri nama sesuai dengan singkatannya J-I-H-A-D. Saya menyakini, kalau saya bersungguh-sungguh melaksanakan lima prinsip dan nilai ini, maka saya akan sukses. Dan al-hamdulillah, hal itu ternyata terbukti. Silahkan siapa lagi yang ingin membuktikannya?
Atau... mungkin Anda ingin ikut berbagi, apa rahasia sukses Anda dalam menulis?
Saya tunggu kunci sukses Anda!
Wallahu a'lam bish shawab.
0 komentar:
Posting Komentar
Mari meraih kebaikan dengan berbagi. Tinggalkan komentarmu kawan...