Sabar, menurut Tafsir
al-Jalalain, adalah menahan nafsu dalam menghadapi sesuatu yang dibenci. Di
antara nilai substansinya adalah menahanan diri agar tidak berkeluh kesah,
meredam amarah, menguasai diri untuk tidak menyesal, melatih diri untuk selalu
taat dan membentengi diri agar tidak melakukan maksiat.
Al-Hafizh al-Faqih
Zainuddin Abul Faraj Abdurrahman bin Syihabuddin dalam kitabnya, Jami’ul Ulum
wal Hikam, membagi sabar menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Sabar
dalam menaati Allah
Sabar
dalam ketaatan dibuktikan dengan kesungguhan untuk menjalankan perintah Allah
baik perintah secara tegas maupun yang sifatnya anjuran berdasar pada petunjuk
Rasulullah saw. di dalam haditsnya. Misalnya, ketika adzan berkumandang padahal kita
sedang sibuk dengan pekerjaan, maka bersabarlah untuk menyambut panggilan suci
tersebut dengan segera mengambil wudlu dan mendirikan shalat.
Contoh
yang lain, sedang nyenyak-nyenyaknya tidur, bersabarlah untuk bangun di
sepertiga malam terakhir untuk melaksanakan shalat tahajud karna shalat tahajud
sangat dianjurkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Orang yang melazimkan tahajud, akan mendapat reward
luar biasa dari Allah. Masuk surga dengan penuh sejahtera dan diangkat ke tempat
yang terpuji. “Dan pada sebahagian malam shalat tahajudlah kamu sebagai
suatu ibadah tambahan bagimu. Mudah-mudahan Rabb-mu mengangkat kamu ke tempat
yang terpuji.” (Q.S. Al-Isra [17]: 79).
Dalam ketaatan,
Rasulullah memebrikan instruksi untuk menjalankannya sekemampuan kita. “Jika
aku memerintahmu untuk melakukan sesuatu, kerjakanlah sesuai kemampuanmu.”.
Begitulah sabda Rasulullah saw.
2. Sabar dalam menjauhi
maksiat
Sabar dalam hal ini terwujud dengan upaya meninggalkan
maksiat secara total tidak sekemampuan. Rasulullah memberi penekanan, “…dan
jika aku melarang kamu untuk melakukan sesuatu, maka tinggalkan.”. Tidak
ada toleransi dalam kemaksiatan, sepenuhnya mesti ditinggalkan. Misalnya,
menjauhi hal-hal yang mendekatkan kepada zina, menolak ajakan standing party,
menguatkan diri agar tidak terjebak ke dalam pergaulan tanpa batas, atau
membentengi diri supaya tidak terbawa arus informasi yang sekuler.
3. Sabar dalam menghadapi
takdir-takdir Allah
Menurut bentuknya, takdir ada dua macam, takdir
yang baik dan takdir yang buruk –di mata manusia–. Menurut subjeknya takdir pun
terbagi kepada dua, takdir mubram dan takdir mu’allaq. Takdir
mubram adalah takdir karena otoritas Allah, tidak ada kaitan dengan kausalitas
antara hasil dan ikhtiar, seperti kematian, masa tua, dll.. Takdir mu’allaq
adalah takdir yang berkaitan dengan upaya manusia, misalnya takdir pintar
adalah melalui wasilah belajar, takdir kaya melalui perantara usaha, dll..
0 komentar:
Posting Komentar
Mari meraih kebaikan dengan berbagi. Tinggalkan komentarmu kawan...