Rabu, 15 Februari 2012

Satu per Satu Impian pun Terwujud (Refleksi Syukur atas Kehadiran Sang Generasi)

Allah swt. memiliki sejuta bahasa untuk meningkatkan kualitas diri seseorang. Salah satunya, Allah memberikan apa yang ia diinginkan. Semua rencana yang telah dibuat, terwujud sempurna. Ini bukan semata karunia Allah, melainkan sebagai cara Allah agar hamba tersebut meningkatkan kualitas dirinya terutama kualitas pengabdian (baca: syukur). Semakin banyak nikmat yang didapat, sejatinya seseorang harus semakin syukur kepada Allah dengan segala manifestasinya.

Demikianlah yang terjadi pada kami, Yusuf Awaludin dan Rahmi Fauzi Rahim. Ada beberapa impian yang Allah wujudkan untuk kami. Dulu, setelah target deadline nikah kami terwujud dengan lancar, khidmat dan full barakah; kini Allah mewujudkan kembali rencana kami tepat sasaran.
Setelah menikah, kami merencanakan untuk tidak langsung memiliki anak. Alasannya, istri saya masih harus pulang-pergi Tasik-Bandung dalam rangka penyelesaian studinya di Universitas Pendidikan (UPI) Bandung yang saat itu hanya tinggal dua semester. Sekarang  lagi PLP dan nyusun skripsi. Kami pun menerapkan KB alami. Dan, alhamdulillah Allah mengizinkan kami tidak dulu punya anak.

Berawal dari PMS (Pre Menstruation Syndrome: Sumilangen)
Empat bulan berselang dari pernikahan, akhirnya kami membuat rencana baru. Saya dan istri merencanakan punya anak dalam tempo secepatnya. Pasalnya, hampir setiap bulan istri saya diserbu PMS alias Pre Menstruation Syndrome (sumilangen). Puncaknya saat kami di Garut, tepatnya pada bulan Desember 2011, istri saya mengalami PMS berat sampai tak sadarkan diri sekitar satu menit. Padahal saya sudah siap mengepak barang untuk mengantarnya ke Bandung. Ada pengumpulan tugas latihan membuat proposal skripsi.

Bulan selanjutnya, 18 Januari 2012, sumilangen istrinya saya kembali kambuh. Padahal esoknya istri saya harus UAS. Dengan izin Allah, akhirnya beliau pun bisa ikut UAS.

Singkat cerita istri saya goes home. Di rumah, ia bercerita banyak tentang beberapa hal termasuk tentang keluhan sakitnya. Di sela-sela perbincangan, dengan penuh keyakinan ia menyatakan isi hatinya kepada saya. “Qyuei, Umi ga tahan kalau setiap datang bulan perut Umi sakit. Umi pingin sembuh. Kan Umi mau PLP dan nyusun skripsi? Pokoknya bulan depan kita targetkan punya anak. Umi ingin sembuh.” Begitu tandasnya. Subhanallah wal hamdu lillah... Akhirnya ia berubah pikiran.

Sebenarnya ide ini (punya anak) sudah lebih dulu saya azamkan di dalam hati saat menyaksikan istri saya mengeluh kesakitan Desember lalu. Namun, saya belum membicarakannya dengan istri. Azam saya ini semakin kuat begitu mendengar keluhan istri saya pada PMS bulan Januari. Maka, dengan bismillah saya akan berusaha karena Allah agar istri saya hamil.

Eh... ternyata belum pun saya menyatakan hal ini, istri saya sudah mengungkapkan duluan bahwa ia siap punya anak dalam waktu dekat, bulan depan. Ya sudah lah.... gayung bersambut kalau begitu. Akhirnya kami pun berikhtiar menjemput impian tersebut.

Dan, akhirnya Allah pun kembali mewujudkan impian kami ini. Perut istri saya ternyata isi. Alhamdulillah...

Ceritanya begini. Semingguan sebelum istri saya pulang, tanggal 9 Pebruari 2012, istri saya mengeluh insomnia. Kemungkinannya adalah faktor fisikis atau psikis. Beban pikiran karena tugas menumpuk dan lain hal, atau kondisi perut yang sedang tidak normal. Itu yang saya ungkapkan. Namun, istri saya menampik pendapat saya yang pertama. Ya... sudah. Mungkin perutnya sedang ada gangguan.

Sepulang istri dari Bandung, kami bercengkrama dan berbagi cerita. Dari mulai pengalaman sahabatnya yang aktifis banget yang saat itu tengah didera berbagai macam penyakit sekaligus, sampai masalah keluarga. Satu di antara cerita tersebut adalah saya menyarankan agar ia membeli alat tes kehamilan. Mungkin saja perut yang tidak nyaman selama semingguan itu merupakan gejala kehamilan yang menyebabkan insomnia. 

Menang Lomba Hamil
Jum’at, 10 Februari 2012, saya mengantar istri ke pengajian. Sebelum ke majlis taklim, kami mampir ke apotek dekat rumah untuk membeli alat tes kehamilan. Harganya murah. Hanya Rp 3.000 untuk yang kami beli.

Di lokasi pengajian, istri saya diajak balap punya anak oleh salah satu senior saya yang kebetulan satu kantor kerja. “Hayu lah balap urang pa heula-heula gaduh putra... (Ayo, kita balap berlomba punya anak)” begitu kata senior saya. Saya sedikit senyum. Gumam saya, “Waktu itu kan sedang rencana tes kehamilan dan di saku istri saya ada alat tes kehamilan yang sudah disiapkan. Eh... diajak balap. He...”

Siang itu, kami melakukan uji coba alat yang kami beli. Begitu dilihat hasilnya, saya sedikit kecewa. Pasalnya, tidak ada garis tes line yang muncul yang menandakan kehamilan pada alat tersebut. Tetapi, setelah kurang lebih tiga menit garis kedua muncul juga. Namun, warnanya agar sedikit pudar. Saya yakin saat itu, istri saya benar-benar hamil. Berarti istri saya menang lomba dengan senior saya itu. Tidak lama dari “garis start” perlombaan.

Kami sujud syukur agak lama. Kemudian kami berpelukan erat. Dan, air mata pun bergelayutan di pelupuk mata. Haru biru saat itu.

Tetapi, ibu mertua istri saya, belum yakin dengan hasil tes tersebut. Ia belum yakin karena garis yang menujukkan hasil terlihat pudar. Tidak jelas seperti garis jingga di atasnya. Namun, saya tetap yakin dan mencoba meyakinkan ibu. Pada akhirnya, ibu berharap agar hasil ini benar-benar nyata. Doa setulus hati pun mengalun dari hatinya melalui bibirnya. Aamiin...

Untuk lebih meyakinkan, dini hari tadi, sebelum istri saya qiyamullail, ia melakukan tes ulang dengan alat yang lebih mahal, enam kali lipat harga alat tes sebelumnya. Rp 19.000.

Eing...ing... eng... hasilnya positif. Istri saya hamil. Alhamdulillah. Terimakasih ya Allah. Engkau telah hadirkan Sang Generasi untuk kami. Kuatkan kami dalam menjalani kehidupan ini. Mudahkan urusan kami dan berkahi kami.

Spesial untuk istriku, Rahmi Fauzi Rahim,
Abi hanya ingin engkau kuat dan kokoh dalam kehidupan barumu ini. Kini, tubuhmu berdua. Maka, apapun harus dipertimbangkan untuk kepentingan berdua.

Mulai sekarang, lakukan perubahan menuju hal-hal positif dan benar. Silahkan engkau muhasabah diri, karena hanya engkaulah yang tahu tentang dirimu sendiri. Lalu, segeralah rubah yang buruk dan pertahankan serta tingkatkan yang baik-baiknya.

Jika engkau harus ngidam, ngidamlah yang baik-baik. Abi ingin engkau ngidam tilawah dan tahfizh Quran. Abi ingin engkau ngidam baca buku. Abi ingin engkau ngidam selesaikan skripsi. Abi ingin engkau ngidam tahajud, shaum sunnat, shadaqah. Abi ingin engkau ngidam sesuatu yang baik dan menambah kebaikan.

Umi, ketahuilah bahwa Abi sangat sayang Umi karena Allah dan di jalan Allah. Jadilah engkau istri yang salehah untuk Abi. Jadilah engkau ibu yang salehah dan madrasah bagi anak-anak kita. Jadilah engkau menantu yang baik buat mertuamu. Jadilah engkau anggota masyarakat yang bisa menampilkan wajah Islam yang benar dan memberi manfaat kepada sekitar. Jadilah engkau hamba Allah yang salehah yang mampu mengangkat derajatmu sendiri dan derajat suamimu ini serta orang tua kita.

Umi, di mana pun engkau berada, jadilah orang yang bertakwa. Orang yang menjaga diri dari segala bentuk kemaksiatan dan pelanggaran syariat. Lalu, ikutilah segla kesalahan yang terjadi dengan kebaikan. Maka, kesalahan pun akan segera tertutupi olehnya. Kemudian, berakhlaklah kepada sesama dengan akhlak yang baik.

Demikian harapan Abi. Semoga Allah selalu membimbing dan melindungi kita dari segala keburukan mahluk-Nya. Semoga Allah memudahkan segala urusan kita terutama memudahkan kita untuk memasuki dan mendiami surga-Nya yang mahanikmat.

Salam sayang dari suamimu, Yusuf Awaludin.

0 komentar:

Posting Komentar

Mari meraih kebaikan dengan berbagi. Tinggalkan komentarmu kawan...