Islam memandang, selain alat mendapat kesenangan, harta juga merupakan alat untuk beribadah. Dengan ibadah maliyah ini kebahagiaan dan ketenangan hidup pun akan diperoleh karena janji Allah secara muluk-muluk akan diberikan kepada setiap hamba yang menjadikan harta sebagai alat mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah SWT. Apa janji Allah tersebut? Banyak. Salah satunya mari kita pahami terjemahan dalil nash (teks) berikut:
“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah, mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi”. (Q.S. Fathir [35]: 29).
Salah satu kaidah ushul fiqih pun menyebutkan:
اَلأَمْرُ فِى شَيْئٍ أَمْرٌ بِوَسَائِلِهِ
“Perintah dalam suatu hal merupakan perintah terhadap perantara-perantaranya”.
Perintah zakat, infaq dan sedekah, tidak semata-mata kewajiban yang Allah bebankan kepada yang sudah mampu, tetapi yang belum mampu pun diharapkan memiliki cita-cita untuk menjadi muzakki. Allah SWT berfirman yang artinya:
“Hendaklah orang yang mampu, berinfak menurut kemampuannya; dan orang yang disempitkan rezkinya (tidak mampu) hendaklah berinfak dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (Q.S. Ath-Thalaq [65]: 7).
Jelaslah bahwa yang diperintahkan Allah untuk berinfak dalam ayat tersebut adalah orang yang mampu dan orang yang tidak mampu. Maka, tidak ada alasan lagi bagi siapapun untuk tidak berinfak, wong infak adalah instruksi Allah bagi semua pihak.
Lalu, bagaimana perantara agar hal tersebut (infak: distribusi harta) bisa tercapai? Ya… tentunya berikhtiar mencari rezeki. Tidak berpangku tangan. Tidak menunggu bola tapi menjemput bola bahkan menciptakan bola sendiri.
Kenapa infak (baca: distribusi harta) harus “dipaksakan” agar bisa diamalkan setiap hamba Allah? Jawaban lugasnya, Allah tidak ingin hamba-hamba-Nya menjadi ketergantungan kepada sesama. Allah menghendaki agar semua hamba-Nya berdikari dan mandiri sehingga bisa menjemput rezeki secara maksimal terlepas dari hasil yang dicapai. Dengan begitu, ia bisa beribadah kepada Allah dengan harta yang dimilikinya. Maka, harta pun akan menjadi alat mendekat kepada Allah. Ketika sudah dekat dengan Allah, Allah akan mudah menghendaki kebaikan yang diinginkan hamba-hamba-Nya.
0 komentar:
Posting Komentar
Mari meraih kebaikan dengan berbagi. Tinggalkan komentarmu kawan...