Beda karakter bisa membuat dualisme situasi dan kondisi. Positif atau negatif. Baik atau buruk. Bahagia atau sedih. Tergantung bagaimana menyamakan “sungai” dalam melangkah menuju “muara”. Sungai Citanduy dan Sungai Ciwulan, meskipun berbeda “karakter” tetapi muaranya sama yaitu Pantai Pangandaran. Begitu pun Allah menciptakan manusia dengan berbagai karakter. Tiada lain ini adalah agar manusia bersatu menuju tujuan yang sama, yaitu kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dan, ini dapat diraih dengan menjalankan syariat yang dikehendaki-Nya.
Dalam ruang lingkup keluarga, perbedaan karakter merupakan salah satu pilar indahnya rumah tangga. Diperlukan sikap bajik dan bijak dalam menyikapi perbedaan ini. Misalnya saja suami berkarakter perfeksionist sedangkan istri sensitif. Maka, akan ada saja gap yang terjadi di antara mereka. Salah paham seringkali kunjung. Salah pengertian juga kerap hadir. Missed communication bahkan sering terjadi.
Namun, ketika hal tersebut terjadi, berbaik-baiklah dalam menyikapinya. Pertama, yang harus diperhatikan adalah ingat kembali dan sadari komitment pernikahan yang dibuat saat ijab-qabul. Melanggar komitment berarti meretakkan bangunan rumah tangga yang sedang dibina.
Selanjutnya, hindari menyimpulkan atau merespon sesuatu ketika amarah sedang memuncah. Lebih baik diam dan merenung sejenak. Kata Rasulullah saw., “ash-shumtu hikmatun wa qalilun fa’ilihi”, diam itu perbuatan bijak, tapi sedikit yang bisa melakukannya. Sering-seringlah bermuhasabah dan istigfar. Keputusan, kesimpulan atau respon yang diambil ketika nafsu dikomando setan kerap menghadirkan keburukan dalam rumah tangga.
Kemudian, jangan egios...! Egois itu menyesakkan dada. Mengalahlah untuk suatu kebaikan bersama. Akuilah kesalahan yang dilakukan. Mengakui kesalahn merupakan suatu perbuatan yang hebat. Pahlawan keluarga adalah dia yang mengalah untuk kemenangan bersama, suami-istri.
Ketika sudah mengakui kesalahan, meminta maaf merupakan perbuat yang lebih hebat lagi. Minta maaflah dengan serius dan setulus hati. Jika pasangan kita bersikukuh dengan sikapnya (tidak mau memaafkan), ajaklah ia berdiskusi atau minimal berikan pengertian dan pemahaman. Meminta maaf bukanlah perbuat hina. Justru meminta maaf merupakan sikap seorang pemenang kehidupan.
Selanjutnya, berbuatlah yang terbaik untuk pasangan kita. Berikan prestasi terbaik yang bisa kita persembahkan. Prestasi dalam hal apapun. Berikan pula ia reward atau hadiah atas kesediaannya mendampingin kita selama ini. Katakan kepada pasangan kita, “Suamiku/Istriku, kuperesembahkan ini untukmu. Uhibbuki lillah wa fillah. Uhibbuka lillah wa fillah.” Lalu, peluklah dengan penuh keikhlasan dan kecuplah keningnya. Insya Allah, kesesakkan dada akan terasa lapang kembali.
Untuk menguatkan hal ini, mari kita pahami hadits berikut:
تَهَادُوْا تَزْدَادُوْا حُبًّا
“Saling memberi hadiahlah kalian, pasti kalian akan menambah rasa cinta” (H.R. al-‘Askariy dan Ibnu ‘Asakir).
Terakhir, mendoakan menjadi sangat penting dalam setiap helai nafas kehidupan. Mohonkan kebaikan kepada Allah untuk rumah tangga yang dijalani. Mohonkan keberkahan dalam mengarungi hidup. Mohonkan agar diri dan keluarga bisa kokoh bertahan dalam setiap badai sedahsyat apapun. Berdoalah kepada Allah karena hanya Allah lah yang membuat keputusan dalam hidup kita. “an-nasu bit-tafkir walahu bit-tatbir”, manusia hanya lah berencana tetapi Allah lah yang memutuskan.
Untuk istriku, maafkan aku yang banyak kelemahan, kekurangan dan kesalahan. Maafkan atas pikiran yang buruk. Maafkan atas sikap yang tidak bijak. Maafkan atas segala hal yang membuatmu sesak di dada. Semoga Allah menyatukan hatika kita senantiasa dalam kebaikan dan kebarakahan hidup di dunia maupun di akhirat.
Tasikmalaya, 17 Nopember 2011
Sangat menarik untuk di pahami,,,,trims
BalasHapus