Jumat, 25 November 2011

Ilmu, Harta atau Jabatan?

Nabi Sulaiman a.s. merupakan nabiyullah yang tercatat dalam sejarah sebagai nabi yang cerdas, kaya raya, berkuasa dan shalih. Ada hadits yang mengisahkan tentang nabi Sulaiman. Namun, hadits tersebut sanadnya dla’if (lemah). Walaupun begitu, tidak berlebihan jika hadits tersebut kita rasionalkan. Haditsnya bebunyi seperti ini:
خُيِّرَ سُلَيْمَانُ بَيْنَ الْمَالِ وَالْمُلْكِ وَالْعِلْمِ فَاخْتَارَ الْعِلْمَ فَأُعْطِيَ الْمُلْكُ وَالْمَالُ لِاخْتِيَارِهِ الْعِلْمِ
“Sulaiman diberi pilihan antara harta, kerajaan, atau ilmu. Maka Sulaiman memilih ilmu. Lalu dengan sebab memilih ilmu (pada akhirnya) ia diberi kerajaan dan harta.” (H.R. Ibnu ‘Asakir dan ad-Dailami).

Dalam hadits tersebut, Nabi Sulaiman lebih memilih ilmu daripada harta dan kerajaan. Ini adalah pilihan yang sangat tepat. Nabi Sulaiman paham betul bahwa ilmu itu tidak seperti harta dan kerajaan. Ilmu itu ringan dibawa ke mana-mana. Ilmu itu bagaikan biji yang tumbuh menjadi pohon yang kemudian menghasilkan buah yang segar dan bermanfaat. Ilmu itu cahaya yang menyingkirkan duri dan gelapnya jalan menuju tujuan sehingga kita akan tahu mana jalan yang benar dan mana jalan yang salah. Mana arah ke surga mana arah ke neraka. Mana jalan menuju kaya dan mana jalan menuju kemelaratan. Dengan begitu, kita tinggal memilih mau melangkah di jalan mana kita? Tentunya semua pilihan memiliki konsekuensi masing-masing.

Berbekal ilmu yang luas, Nabi Sulaiman berhasil menguasai dunia bukan dikuasai dunia. Ia pun berhasil menjadi raja yang cerdas nan kaya raya. Maka, sekali lagi saya tegaskan bahwa, tidaklah berlebihan jika hadits dla’if tersebut dirasionalkan. Dan, memang begitulah fakta dan realitas bahwa orang berilmu derajatnya lebih tinggi daripada yang tidak berilmu.

Mari kita buat contoh kongkrit. Seorang dokter dibanding seorang Abang penjual bajigur yang biasa mangkal dengan membawa gerobaknya, siapakah yang penghasilannya lebih besar? Jawabannya kita ukur menurut Sunnatullah (baca: sistem kehidupan) bahwa dokterlah yang lebih besar penghasilannya. Selain modal awalnya besar, ilmunya pun intensif dan ekstensif dibanding Abang bajigur. Maaf, saya tidak bermaksud untuk mendikhotomi (membeda-bedakan) antara dokter dan Abang bajigur. Saya dan Anda juga yakin bahwa bukan status atau strata social yang dipandang Allah tetapi bagaimana ia mengoptimalkan status dan strata sosialnya untuk menjemput ridha Allah SWT.

Dokter pun dibagi dua, ada dokter spesialis ada pula dokter umum. Nah, di antara dua dokter tersebut, tentunya yang lebih mahal adalah dokter spesialis. Kenapa? Karena ilmu tentang spesialisasinya cukup mendalam ketimbang dokter umum.

Contoh tersebut sudah menjadi bukti bahwa ilmu itu selalu saja bersinggungan dengan rezeki. Dalam hal ini adalah rezeki materi. Bahkan Allah pun secara tegas menyatakan bahwa orang berilmu itu diangkat derajatnya daripada yang tidak berilmu.
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. al-Mujadilah [58]: 11).

Oleh karena itu, menjadi orang berilmulah sebagaimana yang Rasulullah sebutkan dalam hadits jika kita ingin menjadi orang yang mulia di hadapan Allah dan manusia serta dilapangkan rezeki. Ini pasti!

0 komentar:

Posting Komentar

Mari meraih kebaikan dengan berbagi. Tinggalkan komentarmu kawan...