Minggu, 20 Maret 2011

Management Perasaan

Feeling Power
Manusia memiliki dua dimensi yang saling berkait. Jika dua demensi itu terpisah maka berakhirlah perjalanan hidup manusia. Jasmani dan ruhani. Itulah dua dimensi yang ada pada diri manusia. Ketika jasad ada tapi ruhnya tidak ada, itu namanya bangkai. Faktor fisik dan faktor psikis sangat memengaruhi keberlangsungan hidup seseorang. Jika fisiknya sakit, aktivitas terganggu. Pun jika psikisnya sakit, kegiatan terhambat pula. Kesehatan keduanya sangat berpengaruh bagi aktivitas yang dijalani. Nah, Sahabat, yang akan dikaji pada ruang ini adalah perasaan sebagai salah satu bagian dari psikis.
Perasaan itu tempatnya di dalam hati. Perasaan yang muncul ke permukaan tergatung kondisi hati seseorang. Jika hatinya steril dari berbagai macam kotoran, maka perasaan mudah terkendali dan ketika perasaan terkendali, tombol sukses tinggal ditekan saja. Begitu kata Erbe Sentanu. Alasannya, perasaan merupakan benda quantum selain pikiran yang memiliki daya tarik terhadap realitas yang akan terjadi. Layaknya magnet yang menarik benda-benda sejenis besi, perasaan pun akan menarik realitas sesuai dengan apa yang saat ini dirasakan.
Jika merasa mampu, merasa bisa, merasa bahagia, merasa kaya, merasa cukup, dan merasa-merasa lain yang muatannya positif, maka realitas yang akan terjadi adalah sesuai dengan apa yang dirasakan. Begitu kata Erbe Sentanu. Kenapa? Karena, ketika kita merasakan tentang sesuatu seketika itu kita menebarkan gelombang elektromagnetik ke semesta alam raya. Dan, alam akan merespon dan menangkap umpan tersebut dengan menyodorkan realitas yang sesifat dengan apa yang dirasa. Ada hukum resiprokal (umpan balik) dalam interaksi antara perasaan dan alam. Melepas umpan dengan perasaan baik, maka alam akan menangkap dan melepas kebaikan ke dalam diri kita.
Sebenarnya hal ini sudah jauh lebih dulu dijelaskan oleh Rasulullah dalam hadits qudsinya. Sesungguhnya Allah ta’ala berfirman, “Aku sesuai dengan sangkaan hamba-Ku. Jika sangkaannya baik, maka baiklah realitas yang terjadi. Jika sangkaannya buruk, maka buruklah realitas yang terjadi (H.R. Thabraniy).

Manage Our Feeling
Perasaan terhubung dengan pikiran. Pikiran bisa mengendalikan dan merubah perasaan yang muncul. Keduanya saling melengkapi dalam perjalanan hidup seseorang. Contoh kongkrit, ketika kita sedang naik motor, tiba-tiba ada mobil menyerempet kita. Apa yang dirasa saat itu? Marah, jengkel, geram, menghasut, dan mengutuk. Itu adalah sederet perasaan yang sontak muncul. Tetapi perasaan tersebut bisa dikendalikan hanya dengan pikiran.
Sekarang coba jika pikiran kita dirubah, mungkin orang yang di dalam mobil tadi sedang menuju rumah sakit karena istrinya akan melahirkan, mungkin orang yang di dalam mobil sedang menuju rumah orang tuanya yang sedang sakit parah, atau mungkin orang itu sedang dirundung duka karena anaknya diberitakan wafat.
Apa yang akan dirasakan? Kita akan bahagia dan bersyukur bukan? Karena berpikir “serba untung”. Untung masih selamat, untung tidak terjadi kecelakaan, dan kita tidak mengalami apa yang orang itu alami. Kita pun tenang dan tidak menyimpan perasaan jengkel. Itulah yang disebut Arvan Pradiasyah dalam The 7 Laws of Happiness sebagai kekuatan memilih. Memilih pikiran dalam situasi dan kondisi bagaimanapun.
Nah, sekarang kita sudah mengambil sebuah pelajaran bahwa perasaan bisa dikendalikan dengan memilih pikiran. Berpikir positif atau negatif? Tentu semua itu ada konsekuensi masing-masing. Pikiran yang positif akan merambatkan muatan positif pada perasaan. Begitu juga sebaliknya.
Pertanyaannya adalah, bagaimana kita bisa berpikir positif dalam segala hal sehingga perasaan pun akan positif? Tentunya kita mesti memahami bagaimana karakter pikiran dalam kehidupan dan apa efek yang timbul dari pikiran? Kesadaran inilah yang harus kuat menancap di dalam diri kita. Jika menyadari apa yang sedang dipikirkan saat ini buruk, maka pilihlah pikiran lain yang lebih baik agar ketenangan hadir memenuhi hati. Dalam bahasa hadits memilih pikiran yang baik ini dinamai dengan husnuzhan (prasangka baik).
Kualitas pikiran yang lahir akan sangat tergantung dengan konsep dan pemahaman yang dimiliki. Inventarisasi ilmu menjadi salah satu faktor penentu mutu pikiran. Oleh karena itu, perbanyaklah ilmu, ya… tentang konsep kehidupan, hakikat eksistensi manusia, relationship, tentang otak dan karakternya, hukum daya tarik pikiran (the law of mind attraction), tentang hati dan management-nya, dan lain-lain. Simpulannya, kualitas pikiran dipengaruhi oleh kualitas ilmu yang dimiliki.

0 komentar:

Posting Komentar

Mari meraih kebaikan dengan berbagi. Tinggalkan komentarmu kawan...