Minggu, 20 Maret 2011

Muslim Tapi Bukan "Muslim"


Makna Muslim
Predikat “muslim” diberikan kepada seseorang yang menyerahkan dirinya kepada Allah dengan segala konsekuansinya. Menyerahkan diri merupakan simbol kepayahan dan ketidakberdayaan melawan sebuah kekuatan. Para teroris penyandera misalnya, jika mereka sudah tidak kuasa atau takut menghadapi ancaman bahkan serangan polisi dengan pesenjataan lengkap, kemungkinan besar mereka akan menyerahkan diri. Mereka menyerahkan diri bukan untuk satu tujuan yang cukup konyol. Mereka menyerahkan diri adalah dengan pertimbangan yang sangat matang yakni agar mereka masih bisa menghirup udara segar serta masih bisa menyaksikan indahnya alam raya. Karena kalau mereka bersikukuh melawan, mereka sadar akan dilahap oleh timah panas para polisi.

Pun dengan kita, kita tidak akan sanggup melawan kemahakuasaan Allah yang begitu dahsyat. Kita tidak akan mampu menghadapi adzab Allah yang begitu luar biasa. Kita tidak akan bisa menangani siksa neraka yang sangat mengerikan. Oleh karena itu lah, kita menyerahkan diri kepada Allah, tentunya dengan pertimbangan yang cukup matang, dengan maksud agar kita tidak menjadi objek sasaran yang akan dilahap “timah panas” milik Allah swt.. Peyerahan diri kepada Allah ini lah yang kemudian dinamakan dengan “islam”, dan orang yang melakukan penyerahan diri dinamakan “muslim”. Jadi muslim adalah orang yang menyerahkan diri kepada Allah setelah menyadari bahwa Allah adalah yang kuasa menciptakan, memelihara dan mengatur sistem eksistensi alam (tauhid rububiyah); meyakini bahwa Allah adalah Dzat yang hak untuk diibadahi (tauhid uluhiyah) dan mengimani bahwa Allah memiliki sifat dan nama-nama mulia yang yogya kita teladani (tauhid asma wash-shifat).

Karena telah menyerahkan diri kepada Allah, maka hak mutlak Allah atas kita mesti dipelihara. Artinya, kita tidak boleh tidak untuk menuruti aturan Yang Maha Memiliki kekuatan sejati. Tidak taat aturan berarti siap untuk menerima “timah panas” dari-Nya, karena ketaatan adalah jaminan bahwa kita masih menyerahkan diri. Tidak taat berarti jaminan tersebut sudah hilang alias sebutan muslim tidak pantas disandang. Jika bukan muslim, sebutan yang cocok adalah “kafir”, yakni orang yang siap “berperang” dengan Allah dengan segala konsekuensinya (mendapat adzab).

Apa saja konsekuensi bagi orang yang menyerahkan dirinya kepada Allah? Jawabannya terdapat dalam al Quran Surat Adz Dzariyat ayat 56:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُوْنِ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”

Jadi, jelas bahwa setiap orang yang yang mengaku berserah diri (muslim), ia wajib melayani kehendak Allah dengan melaksanakan ibadah yang diringi keikhlasan hati serta kaifiyat yang selaras dengan syariat.

Muslim Tapi Bukan “Muslim”(?)
Menyaksikan fenomena akhlak orang-orang yang mengaku muslim di negara tercinta kita saat ini, kita bisa memberi simpulan bahwa kebanyakan kaum muslimnya bukanlah “muslim”. Mereka hanya muslim dalam indentitas diri saja (KTP, SIM, dll.) sedangkan dalam identitas akhlak, -sebagian besar- tidak sama sekali.

Banyak muslim yang jarang salat lima waktu bahkan tidak sama sekali. Padahal salat  lima waktu adalah aktivitas harian yang mesti dijalankan oleh setiap muslim. Banyak juga orang muslim yang demen berjudi sekalipun sudah jelas dan tegas dalam al Quran bahwa, judi hukumnya haram. Di dalam pemerintahan, banyak pejabat-pejabat muslim yang sadar bahwa Allah memonitornya, tetapi mereka “asyik” melipat uang rakyat.

Di samping itu, kaum perempuan muslim banyak yang “lupa” dengan auratnya. Mereka obral aurat bak barang dagangan yang bebas dilihat siapapun baik oleh calon pembeli atau yang hanya lewat saja. Kaum remaja muslim juga banyak yang melakukan hal-hal “gila” dengan lawan jenisnya, banyak juga yang nyandu narkoba, terjadi perkelahian-perkelahian adu gengsi, dll..

Hal-hal tersebut sudah cukup menjadi bukti bahwa mayoritas muslim negara bukanlah orang “muslim”. Maskdunya adalah, mereka menjadi muslim hanya akuan saja. Sedangkan amaliah-amaliah mereka tidak mencerminkan bahwa mereka adalah “muslim” (dalam tanda kutip), karena “muslim” adalah orang yang menyerahkan diri kepada Allah lalu membuktikannya dengan beribadah sesuai aturan Islam, berakhlak sesuai tuntunan Islam, berpakaian sesuai arahan Islam, dan ber-muamalah sesuai dengan “Garis-garis Besar Haluan Islam” (GBHI).

Oleh karena itu, marilah kita menjadi muslim yang “muslim”. Jadikan Allah sebagai orientasi tertinggi dan Rasulullah sebagai suri tauladan sejati.

0 komentar:

Posting Komentar

Mari meraih kebaikan dengan berbagi. Tinggalkan komentarmu kawan...