Selasa, 06 Desember 2011

Bilal Sang Pemimpin


Nama Bilal bin Rabah sudah terkenal ke wilayah-wilayah dunia yang ber-taslim menjadi hamba Allah. Bila kita bertanya kepada anak-anak muslim yang masih berumur jagung, “De, tahu tidak siapa Bilal bin Rabah?” Mungkin jawaban “Ya, Saya tahu. Bilal bin Rabah adalah sahabat Rasulullah yang kulitnya hitam.” Atau mungkin ada yang menjawab, “Bilal adalah tukang adzan-nya Rasulullah.” Atau ada juga yang menjawab, “Bilal bin Rabah adalah budak belian di jaman Nabi Muhammad yang disiksa oleh majikannya karena ia masuk Islam.”

Yup, jawaban yang benar-benar mantap. Bilal bin Rabah adalah seorang Habsyi dari golongan berkulit hitam yang hidup pada masa Rasulullah. Ia diperbudak oleh Umayah bin Khalaf seorang pemuka Bani Jumah. Kehidupannya tidak jauh berbeda dengan budak belian lainnya pada masa itu. Hari-harinya gersang, tidak memiliki apa-apa dan tidak menyimpan harapan di esok hari. Bilal hanyalah seorang budak yang harus melayani apa yang dinginkan tuannya. Dalam kondisi bagaimanapun ia harus tunduk di bawah telapak kaki tuannya.

Hari berganti hari, terdengar selentingan tentang sosok Muhammad yang membawa ajaran Tauhid. Semakin sering ia mendengar kabar itu, semakin penasaranlah ia. Pada akhirnya, setelah mengetahui seluk-beluk Muhammad dan ajaran yang dibawanya, cahaya Allah curah kepadanya. Ia menyatakan diri masuk Islam dengan sembunyi-sembunyi. Tetapi beberapa hari kemudian, keislamannya tercium oleh Umayah, majikannya.

Reaksi kemarahan luar biasa dari majikannya dilampiaskan dengan siksaan yang dahsyat. Bilal ditelanjangi di bawah terik matahari menyengat. Kemudian beberapa orang menjatuhkan batu besar yang sangat panas ke tubuhnya. Setiap hari Bilal menerima siksaan ini. Tujuannya tiada lain supaya Bilal kembali meyakini tuhan mereka, Lata dan Uza sebagai sesembahan. Tetapi mulut Bilal basah dengan ucapan “Ahad… Ahad… Ahad…” meskipun tubuhnya sudah tidak berdaya lagi menahan sakitnya derita.

Hari berikutnya, kekesalan Umayah semakin memuncah. Saking frustasinya dengan ulah Bilal, pada petang hari leher Bilal diikat sangat kencang lalu diarak oleh anak-anak Bani Jumah keliling bukit-bukit dan jalan-jalan kota Mekah. Tetap saja hal ini tidak mengubah keyakinannya bahwa Allah adalah tuhan yang haq diibadahi. Mulutnya tetap basah mengalunkan kata mulia “Ahad… Ahad… Ahad…”.

Esok hari menjelang, penyiksaan semakin dahsyat. Bilal tak urung berhenti mengucapkan “Ahad… Ahad… Ahad…” saat mereka memaksanya untuk mengakui tuhan mereka. Hingga pada akhirnya, Abu Bakar, Sang Dermawan, mendapatinya sangat payah dan membelinya dari Umayah dengan harga lebih. Umayah yang sudah kebakaran jenggot merasa lega karena harga dirinya seolah terselamatkan oleh tawaran Abu Bakar. Merdekalah Bilal dengan perantara Abu Bakar dan jadilah Bilal sebagaimana layaknya manusia biasa yang merdeka dari segala bentuk perbudakan.

Mengenai keutamaan Bilal, suatu Rasulullah bertanya tentang terompahnya yang sampai terdengar di surga? Bilal menjawab merendah. Ia tak lebih dari sahabat-sahabat lain. Ia hanya mengatakan bahwa jika berhadats, ia lantas berwudu dan melaksanakan salat dua rakaat (salat syukrul wudu).

Umar bin Khatab, jika hendak menyebut Abu Bakar, ia menyebutnya dengan ungkapan “Abu Bakar adalah pemimpin kita yang telah memerdekakan pemimpin kita.” Kita tahu bahwa yang dibebaskan oleh Abu Bakar dari perbudakan adalah Bilal. Umar menyebutnya sebagai pemimpin kita. Ini merupakan outcome yang diterima Bilal karena keteguhannya menjaga aqidah. Bilal adalah sosok muslim kokoh, berjiwa besar dan mampu memimpin dirinya ke arah yang lebih baik.

0 komentar:

Posting Komentar

Mari meraih kebaikan dengan berbagi. Tinggalkan komentarmu kawan...