Menikah Fitrah Menikah Ibadah
Menikah. Kata yang mewakili keindahan hidup. Kata yang menjadi harapan setiap insan. Kata yang mencerminkan ketaatan kepada Tuhan, Allah swt.. Yupz, menikah adalah fitrah manusia yang menjadi cita-cita setiap manusia sebagai perwujudan kepatuhan diri kepada Ilahi. Siapa saja yang sengaja tidak mau menikah alias melajang seumur-umur, berarti dia adalah orang yang tidak menjaga keutuhan fitrahnya dan tidak mengikuti alur kehidupan sebagaiman al-Quran dan Sunnah Rasulullah mengajarkan.
Pertama, nikah adalah fitrah. Hal ini disinggung di dalam al-Quran sebagai berikut:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجاً لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآياتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu merasa tenang kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (Q.S. ar-Rum [30]: 21).
Secara tegas ayat ini menyuratkan bahwa manusia itu diciptakan satu paket. Maksudnya ada laki-laki ada pula perempuan plus problematika hidup yang mesti dihadapi. Keduanya sengaja Allah sandingkan dalam ikatan keluarga. Sejatinya kebersamaan mereka dalam sebuah keluarga menghadirkan ketenangan hidup karena dibangun atas dasar cinta dan kasih sayang. Jadi, nikah itu adalah cara memeroleh sakinah (ketenangan hidup) yang mesti diupayakan atas dasar mawaddah (cinta) dan rahmah (kasih sayang).
Kedua, nikah adalah ibadah. Selain sebagai kebutuhan hidup manusia ternyata nikah adalah bagian dari ajaran agama. Karena nikah itu adalah ajaran maka statusnya akan menjadi ibadah. Kita sama-sama paham bahwa ibadah itu jika dijalankan berbuah pahala melimpah jika ditinggalkan rugi banget. Rugi tidak dapat apa-apa jika ibadah tersebut hukumnya sunat atau mahdhah. Rugi akan mendapat murka Allah jika ibadah tersebut hukumnya wajib. Nah, nikah merupakan ibadah yang hukumnya wajib. Wajib bagi yang sudah cukup usia dan siap. Berarti jika sudah cukup usia dan siap, tetapi sengaja tidak ingin menikah entah karena faktor ekonomi atau lain hal, maka kerugianlah yang akan didapat.
Mengenai hal ini, ada kisah tentang tiga orang yang membandingkan kualitas ibadah Rasulullah saw. dengan ibadah mereka. Otomatis mereka merasa ciut dengan ibadah mereka masing-masing. Bagaikan bumi dan langit jika ibadah mereka harus dikomparasikan dengan ibadah Rasulullah. Karena itu, mereka mengazamkan bahwa mereka akan melakukan lebih dari apa yang Rasulullah lakukan. Orang pertama bertekad akan mendirikan shalat semalam suntuk di setiap malam. Dia tidak mau tidur. Malam hari ingin ia habiskan untuk shalat saja. Orang kedua berazam untuk shaum seharian penuh tanpa berbuka. Itu akan ia lakukan seriap hari. Orang ketiga berkomitment untuk tidak menikah. Waktu hidupnya hanya akan ia habiskan untuk beribadah kepada Allah swt..
Apa yang Rasulullah katakan kepada mereka di akhir nasehatnya? Ternyata bukan apresiasi yang mereka dapatkan dari baginda Rasul. Beliau justru menegaskan:
فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي
“Siapa yang membenci sunnahku, maka dia bukan golonganku” (H.R. Bukhari-Muslim).
Dengan dalil tersebut, kita bisa buat benang merah bahwa nikah itu jika tidak dijalankan dengan sengaja padahal keadaan diri sudah cukup usia dan siap, maka yang didapat adalah murka Allah dan Rasulullah. Sudah fitrah, ibadah, dapat pahala lagi, siapa yang tidak mau? Yang tidak mau harap ubah mindset-nya.
Bekal Pernikahan
Kunci untuk menghadapi pernikahan yang sudah di depan mata dirangkum dalam satu kata yaitu SAYANG. S-nya, Siap. A-nya, Amanah. Y-nya, Yakin. A-nya, Adil. N-nya, Nyar’i. G-nya, Getol.
Siap. Menikah adalah masalah kesiapan bukan kemampuan. Masalah ekonomi hendaknya tidak menjadi batu besar yang menghalangi niat suci menikah. Allah yang menyuruh menikah. Maka Allah pula lah yang akan membiayai pernikahan kita. Yakinilah itu...!
Untuk memperkuat hal ini, kita pelajari firman Allah berikut:
وَأَنْكِحُواْ الأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمائِكُمْ إِن يَكُونُواْ فُقَرَآءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِن فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Dan nikahkanlah orang-orang yang sedirian (lajang) di antara kamu, dan hamba-hamba sahayamu yang laki-laki yang layak menikah dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Allah Mahaluas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. an-Nur [24]: 32).
Rumus selanjutnya adalah amanah. Pernikahan adalah amanah. Amanah untuk menjadi manusia yang taat syariat. Amanah untuk menjadi suami yang shalih. Amanah untuk menjadi istri yang shalihah. Amanah untuk membina keluarga agar menjadi keluarga yang shalih. Amanah untuk menjaga diri dan keluarga agar tidak keluar jalur yang ditetapkan (baca: melanggar aturan agama). Pernikahan adalah amanah dari Allah sebagai wadah aktualisasi diri menuju kebahagiaan hakiki nan abadi.
Yakin merupakan bekal pernikahan yang juga perlu diporsikan di ruang utama hati kita. Selama keyakinan masih bertengger kuat di dalam hati, selama itu pula kita akan bertahan dalam menjalani kehidupan plus dengan segala problematikanya. Badai sedahsyat apapun, jika dihadapi dengan keyakinan yang benar, akan terasa ringan karena yakin dirinya bisa menghadapi, karena yakin bahwa Allah itu tidak akan membiarkan hamba-Nya senantisa dalam kesengsaraan, karena yakin bahwa segala sesuatu itu ada hikmahnya yang cukup berharga.
Yang paling pokok dalam masalah keyakinan ini mesti dikokohkan pada urusan rezeki terutama pada beberapa minggu pasca pernikahan. Yakinkan diri kita agar senantiasa berada pada keyakinan yang benar bahwa Allah lah menjamin rezeki setiap makhluk termasuk kita, manusia. Kita hanyalah ditugasi untuk menyempurnakan ikhtiar, berdoa dengan ikhlas dan sesering mungkin, dan menyerahkan segala urusan kepada Allah saja.
Penyokong pernikahan barakah selanjutnya adalah adil. Adil dalam arti proporsional menempatkan segala hal. Adil bukan selamanya sama rata. Adil menyesuaikan dengan kebutuhan. Misalnya, anak kelas 1 SD diberi uang jajan sebesar Rp 2.000 sedangkan kakaknya yang kelas 6 SD diberi uang jajan sebesar Rp 5.000. Ini adalah adil karena kebutuhan keduanya berbeda.
Bagi para penduduk rumahku surgaku, berlaku adil lah kepada pasangan hidup. Untuk suami, adil lah dalam membagi waktu. Buatlah istri bahagia sepanjang masa. Semangatlah dalam mencari nafkah. Arahkan keluarga menuju surga penuh bahagia. Istri, berbuat adil lah kepada suami dengan selalu memerhatikan apa yang ia butuhkan. Berikan “service” terbaik untuk suami. Senantiasa menjaga iffah diri dan suami. Menjadilah engkua wahai para istri, madrasah bagi anak-anakmu. Didik dan bimbinglah mereka ke jalan yang benar. Jalan yang diridhai Allah swt.. Itulah keadilan yang sebenarnya.
Selanjutnya, nyar’i dalam segala hal. Terutama dalam pangan, papan dan sandang. Aturlah cara hidup agar senantiasa sesuai dengan tuntunan agama. Makan, misalnya, gunakanlah tangan kanan, lalu baca doa sebelum dan setelahnya, dan jangan sambil berdiri apalagi sambil lari. Cape makan sambil lari mah, he... Dalam berpakaian, bimbinglah istri dan anak-anak kita agar mengenakan pakaian ketakwaan, pakaian yang menjaga kehormatan di hadapan Allah dan sesama. Intinya, mematuhi syariat, tidak melanggar aturan dan menyesuaikan mindset diri dengan mindset Ilahi merupakan cara terbaik dalam mencapai kebahagiaan pra dan pasca nikah.
Terakhir, getol-getollah dalam segala bentuk kebaikan. Suami getollah shalat berjamaah ke mesjid. Getol memonitor kinerja “menteri keuangan” dan “menteri pendidikan” keluarga. Getol mencari nafkah yang halal. Getol bersedekah. Getol mencari ilmu. Istri pun mesti getol seperti suami yang getol. Jika sama-sama getol dalam kebaikan, dipastikan keluarga yang dibangun akan menjadi keluarga yang SAMARA (sakinah, mawaddah dan rahmah) sepanjang masa. Insya Allah...
Selamat menempuh perjuangan baru yang sarat dengan tantangan dan badai sedahsyat-dahsyatnya. Kokohkan diri dan bangun mentalitas yang kuat karena life is never flat.
بَارَكَ اللَّهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِى خَيْرٍ
“Semoga Allah memberkahimu dalam kesenangan hidup, memberkahimu dalam ujian hidup dan semoga Allah mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan”
0 komentar:
Posting Komentar
Mari meraih kebaikan dengan berbagi. Tinggalkan komentarmu kawan...