Jumat, 30 Desember 2011

Mental Kaya v.s. Mental Miskin

Tasikmalaya, Jumat, 30/12/2011 – Innalillahi wa inna ilaihi raji’un. Sundus Zulfa Rahmatillah, putri pertama Ustadz Eman Suparman (FB: Abi Sundus), telah wafat pada hari Jumat tanggal 30 Desember 2011. Sundus adalah salah satu santriwati kelas empat Ibtidaiyah Pesantren Persatuan Islam No. 7 Cempakawarna Kota Tasikmalaya. Kami benar-benar merasa kehiangan. Kami hanya bisa berdoa:
اَللَّهُمَّ اجْعَلْهُ لَنَا فَرَطًا وَسَلَفًا وَأَجْرًا
“Ya Allah! Jadikan kematian anak ini sebagai simpanan pahala dan amal baik serta pahala buat kami.”

Ada kisah yang mengiris perasaanku saat ikut menyemayamkan Neng Sundus di TPU Cieunteung. Selepas kami mengubur Jenazah Almarhumah, banyak anak yang mengasongkan tangan kepadaku. “A, shadahnya A... A, shadaqahnya A...” demikian pinta mereka memelas.

Yang aku heran adalah, mereka meminta-minta tetapi mereka sendiri “tidak ngaca”. Mereka memakai anting dan kalung emas. Wah... pengemis kaya nie. Kalaulah mereka meminta-minta mengenakan pakaian yang lusuh, compang-camping, itu bisa aku maklumi. Mungkin mereka miskin terlepas dari realitas yang 50:50 antara benar dan tidaknya perilaku mereka. Kenapa? Karena saat ini meminta-minta sudah menjadi “pekerjaan” bahkan dilakukan secara “profesional”.

Miris aku menyaksikan pemandangan itu. Sedih. Apakah mereka disuruh orang tua? Ataukah inisiatif mereka saja yang ingin mendapat pendapatan tambahan selain dari “gaji pokok” dari orang tua mereka? Wallahu a’lam tentang kebenarannya. Hanya saja, aku berpikir bahwa jika generasi muda berperilaku seperti itu, bagaimana nasib bangsa ke depannya?

Dari 259 juta jiwa jumlah penduduk Indonesia ada sekitar 31,2 juta berada di bawah garis kemiskinan sebagaimana Berita Resmi Statistik No. 4507 Th. XIV, 1 Juli 2011. Berarti sekitar 12 % penduduk Indonesia adalah kaum papa. Sedangkan Riset Standard Chartered Bank menyebutkan, jumlah orang mapan atau berpenghasilan Rp240-500 juta per tahun mencapai 4 juta orang. Sekitar 1 % dari jumlah penduduk Indonesia. Jumlah itu menempati urutan ketiga negara di Asia (kecuali Jepang) setelah China dan India. Jumlah penduduk mapan China mencapai 23,3 juta orang, sedangkan India sebanyak 5,2 juta orang.

Dua belas persen penduduk miskin Indonesia sebenarnya bisa diminimalkan bahkan dipangkas habis oleh yang 1 % orang mapan. Asalkan mereka siap mengulurkan tangan untuk membina mental dan material mereka yang papa baik secara pribadi maupun terstruktur dalam sebuah lembaga. Tetapi, jika si kaya semakin kaya, semakin rakus terhadap dunia dan tidak peduli sesama, maka si miskin pun akan semakin miskin. Bisa saja angka kemiskinan terus melonjak naik seperti halnya BBM yang terus naik tidak pernah turun.

Yang perlu diperhatikan untuk menanggulangi hal ini adalah mengalihkan ukuran kaya-miskin dari material ke imateri (hati, jiwa). Pembangunan mental dan pemberdayaan kualitas manusia Indonesia menjadi sangat penting untuk diupayakan oleh semua pihak terutama pemerintah. Karena kaya materi jika tidak diiringi dengan kaya mental (hati, jiwa), akan terus menjadi penggila dunia. Dan, inilah orang miskin hakiki. Sebaliknya, miskin materi namun kaya mental, hidup akan tetap bahagia dan akan menghindari bentuk-bentuk penghinaan diri sendiri tehadap diri sendiri seperti meminta-minta padahal mampu, korupsi padahal kaya raya dalam hal materi.

Maka, jadilah orang yang memiliki mentalitas kaya. Ada atau tidak ada harta (baca: uang), ia tetap menjadi orang bahagia. Bersyukur atas capaian yang saat ini dirasakan. Bisa berbagi walaupun keadaan materi sedang pailit. Lebih dekat dengan Allah melalui ibadah-ibadah. Kemudian ia tidak berhenti berusaha karena hidup diyakininya sebagai sawah untuk menanam dan medan untuk berjuang.

0 komentar:

Posting Komentar

Mari meraih kebaikan dengan berbagi. Tinggalkan komentarmu kawan...